Matahari terbit keesokan paginya, Lizzy mengerang lemah dan membuka mata. Hal yang pertama dia lihat adalah langit-langit berwarna putih dan nyala lampu yang bersinar. Dia memincingkan matanya karena silau dan memalingkan wajahnya ke samping.
Lizzy tertegun saat melihat Saga tertidur di kursi dengan kepala yang di dongak ke atas. Kalau dilihat, Saga tertidur dengan sikap yang sulit. Dia semalaman tidur di sini karena .... Ah .... lupakan saja.
Lizzy kembali memperhatikan ruangan inap di mana dia berada. Tangannya yang tergeletak di perut mengusap sebentar.
Tidak sakit
Lizzy perlahan duduk di atas ranjang dan derit suara ranjang membangunkan Saga dari tidurnya. Pria itu mengerjapkan matanya dan melemaskan tulang-tulang yang kaku karena tidur dengan posisi tak enak. "Lisa.."
Saga duduk di tepi dan memandang baik-baik pada Lizzy. Kedua mata Saga berhenti tepat di perut Lizzy yang tertutup dengan pakaian pasien. Dia lalu menempelkan tangannya dan mengusap perut Lizzy tanpa meminta ijin.
Begitu tangan Saga menyentuh perut Lizzy, Lizzy sontak menoleh pada Saga dan beralih cepat pada perutnya yang disentuh oleh Saga. "Apa sudah tak sakit?" dia menatap tajam pada Saga.
Wajahnya memerah entah karena amarah atau merona yang jelas dia menepis kasar tangan Saga. "Bukankah sudah kubilang jangan pernah menyentuhku!" hardik Lizzy.
"Tapi.." Lizzy kembali membaringkan tubuhnya, menutup dirinya dengan selimut dan membelakangi Saga. Pria itu menghela napas dan ketukan pintu terdengar, mereka sama-sama menoleh pada pintu.
"Selamat pagi Nyonya Lisa." sapa dokter. Lizzy kembali memposisikan dirinya duduk. "Pagi dok," balas Lizzy ramah. Saga mencibir dalam hati, Lisa lebih perhatian kepada dokter ketimbang dirinya yang bahkan tak bisa menyentuh Lisa.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya si dokter.
"Baik dok, terima kasih." jawab Lizzy sambil tersenyum. Senyuman yang ditampilkan oleh Lizzy membuat Saga tersenyum kecut dan semakin tak suka karena selama si dokter ada, Saga diabaikan oleh Lizzy.
"Anda bisa pulang hari ini tapi anda harus rajin minum obat yang saya beri dan jangan lupa atur jadwal makan anda Nyonya Lisa." kata dokter. Lizzy mengucapkan terima kasih sebagai respon dan akhirnya si dokter pergi.
"Mana pakaianku?" tanya Lizzy. Saga tak menjawab dan memilih untuk membuka lemari kecil di meja dan memberikan baju yang dipakai Lizzy semalam. "Aku sudah membawanya ke laundri jadi kau bisa pakai."
Lagi-lagi Lizzy tak mengucapkan terima kasih pada Saga. Pria brengsek seperti dia tak pantas untuk mendapat terima kasih dari seorang Lizzy. Saga mendengus kesal dan keluar dari ruang inap Lizzy untuk mengambil mobilnya.
Beberapa menit kemudian, Lizzy keluar dari bangunan rumah sakit. Dia menemukan Saga sudah berada di dalam mobil dan mengisyaratkan agar Lizzy masuk ke dalam mobil.
Tak memiliki pilihan lain, Lizzy pasrah masuk ke dalam mobil Saga. Mobil itu pun berjalan meninggalkan rumah sakit. Tak ada pembicaraan di antara keduanya yang membuat suasana sunyi.
Beberapa menit setelah lama menatap jalan Lizzy heran. Dia sama sekali tak mengenal jalan yang dilewatinya sekarang. "Kau mau membawaku ke mana?" tanya Lizzy menyelidik. Saga masih terus berkonsentrasi, tanpa melirik Lizzy dia menjawab. "Kita akan ke rumah."
"Bohong! Cepat katakan atau aku akan melompat keluar dari mobil!" Saga terkejut dan melihat Lizzy ingin membuka pintu saat mobil masih berjalaan di jalan raya. Saga memelankan kecepatan mobilnya dan meraih lengan Lizzy yang bisa dia gapai. "Apa kau sudah gila?!"
"Kau mau cari mati ya?" Lizzy menatap sinis pada Saga. " Ya itu benar, aku lebih baik mati dari pada kau membawaku ke tempat yang mencurigakan!" balas Lizzy sengit. Saga hampir saja mengeluarkan caci makian jika saja dia tak mengingat kondisi Lizzy yang belum membaik.
Dia melepas genggamannya dan menyandarkan tubuhnya pada kursi yang dia tempati. "Bisakah kau tak menaruh kecurigaan terhadapku sedikit saja? Aku memang ingin membawamu pulang tapi bukan di mansion tapi apartementku." tutur Saga tenang. Dia berusaha untuk menyabarkan diri dari sifat Lizzy.
"Apartement? Maksudmu aku akan pindah ke apartementmu? Kenapa harus pulang ke sana?!" protes Lizzy. Dia semakin curiga pada Saga dengan pemindahan tempat tinggal yang menurutnya dadakan sekali.
"Kalau di rumah, kamu tak akan dijaga dengan baik. Tapi kalau di sana setidaknya aku lebih tenang.." Perkataan Saga langsung dipotong oleh Lizzy dengan nada menyolot. "Supaya aku tak kemana-mana, bukan?"
"Supaya kau bisa mengurungku sesuka hati!" Saga lagi-lagi membuang napas kasar dan menjalankan mobilnya tanpa menggubris protesan Lizzy yang semakin menjadi-jadi.
Mereka akhirnya sampai di Apartement Sun and Moon. Salah satu Apartement termewah di Jakarta. Lizzy hanya melongo begitu mereka sampai melihat bangunan megah apartement tersebut tapi kemudian dia menampakkan raut wajah tenang kembali setelah berpikir itu sangat mudah bagi Saga.
Saga adalah anak dari orang kaya yang sekarang menjabat sebagai CEO di perusahaan Ayahnya jadi sangat wajar dia bisa membeli apartement yang biayanya sangat fantastis.
Setelah memarkirkan mobil ke tempat parkir, Saga keluar dari kendaraannya dan berjalan ke pintu sebelahnya tempat di mana Lizzy masih duduk dengan raut wajah kesal.
Dibukanya pintu mobil dan sedikit merundukkan tubuhnya. "Ayo keluar." Lizzy tak bergeming. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain dan berpangku taman berusaha untuk tetap di dalam mobil. Dari wajah Saga terlihat jelas kedutan ketidaksabaran dengan sikap Lizzy.
"Ayo keluar!" suara Saga sedikit tinggi sementara tangannya meraih lengan Lizzy menariknya paksa. Lizzy segera menarik tangannya yang digenggam oleh Saga dan mendorong lengan Saga agar melepas tangannya.
"Tak mau! Aku tak mau tinggal bersamamu!"
"Lisa saat ini kau punya dua pilihan. Pertama kau ikut denganku baik-baik atau yang kedua aku akan memaksamu keluar dengan caraku sendiri!" ancam Saga dengan sengaja menekan cara yang kedua.
"Silakan saja kalau kau berani!" Saga menyeringai. Tangannya yang awalnya dia tempatkan pada lengan mungil Lizzy beralih ke sabuk pengaman. Setelah sabuk pengalamannya terlepas, Saga dengan cepat menarik keluar Lizzy dari tempatnya tanpa memberi kesempatan Lizzy untuk memberontak.
Begitu tubuh Lizzy keluar, Saga segera mengangkatnya dan menempatkannya di salah satu bahunya yang kekar. Dia sama sekali tak terganggu dengan Lizzy yang berontak. Saga lalu menutup pintu mobil dan memastikan mobilnya terkunci rapat barulah dia masuk.
"Lepaskan aku!" suara pekikan Lizzy menggema di lobi apartement. Tapi tak ada seorang pun yang mau membantunya karena tatapan tajam dari Saga mengintimidasi orang-orang yang lalu lalang di tempat tersebut.
Saga lalu memasuki lift bersama Lizzy dan berjalan menuju pintu apartementnya lalu memasukkan password. Lizzy semakin memberontak, dia gelisah sekarang.
Jika dia masuk ke dalam, Lizzy tak akan bisa keluar dan terus terkunci bersama pria mesum yang tengah menggendongnya ini. Dikala dia sedang berpikir, Saga telah membuka pintu dan masuk.
Lizzy terperanjat dan memberontak hebat saat dia melihat pintu telah ditutup oleh Saga. Saga pun tak menahannya dan menurunkan Lizzy yang segera menuju pintu di mana dia masuk kemudian mencobanya untuk dibuka walau dia tahu usahanya akan sia-sia.
Kehabisan tenaga, dia lalu memandang pada Saga yang berpangku tangan menatap dirinya. "Cepat beri tahukan passwordnya! Aku tak mau tinggal di sini denganmu! Lakukan cepat atau.."
"Atau apa?" potong Saga dengan mata yang menatap tajam ke arah Lizzy. Saga melangkahkan kakinya mendekat dan tak merubah pandangannya membuat Lizzy sedikit terintimidasi terbukti sekarang dia melangkah mundur hingga punggungnya membentur tembok tanda bahwa tak ada jalan untuk lari.
Lizzy begitu kaget saat Saga menempatkan lengannya di samping Lizzy. Lizzy tak bisa berbuat banyak selain hanya menatap kedua mata berwarna hitam milik Saga yang juga melototinya lama. "Loh Tuan Saga ternyata sudah datang.."
Lizzy dan Saga sama-sama menoleh ke belakang. Sesosok wanita paruh baya menampakkan senyuman pada keduanya. "Eh ada Nyonya Lisa rupanya, bagaimana kabarnya Nyonya?" Lizzy mengerjapkan matanya bingung melihat wanita paruh baya tersebut.
"A-aku baik-baik saja." jawab Lizzy gugup. Saga menjauh dari Lizzy dan mendekati si wanita paruh baya.
"Kau pasti mengenalnya, dia dulunya bekerja di rumah Ayah dan Bunda tapi aku membawanya ke sini untuk mengurus apartement. Dia Bibi Santi." kata Saga memperkenalkan si wanita paruh baya.
"Bibi, apa Bibi sudah membuat sarapan? Lisa harus makan dan meminum obatnya tepat waktu." Si Bibi memulas senyuman manis.
"Tentu Tuan, mari silakan masuk Nyonya." Lizzy pun hanya bisa diam dan berjalan mengikuti Santi menuju ke dapur.
💟💟💟💟
Catatan Author :
Halo! Maafkan author yang baru update. Author punya kesibukan yaitu sibuk dengan urusan kuliah. Lagi ujian semester jadi harap maklum ya!