"lihatlah!! matahari senja kali ini jauh lebih indah ya.!" Ucapku seraya menunjuk ke arah matahari yang tengah terbenam di kejauhan .
Aku berdiri di sebuah tebing di suatu daerah bernama Gronggong yang masih termasuk dalam kabupaten Cirebon, bersama Aline, Jagat juga Lingga kami menikmati senja bersama-sama. Kami ke sini memang bertujuan untuk menikmatinya ditambah kami juga ingin sedikit menikmati pemandangan malam disini. Pemandangan malam yang ku maksud adalah kerlip lampu kota Cirebon yang menghiasi bumi layaknya bintang yang tersebar menghiasi daratan.
"Bukankah senja itu sama saja ya di!?" Ucap Aline dengan rasa penasaran.
"Tidak, senja kali ini berbeda karena aku bisa menatap matahari yang mulai berubah kemerahan bersama dengan gadis yang ku sayang juga bersama kedua sahabatku. Ini sangat jauh berbeda dengan disaat ku menikmatinya sendirian." Jelasku dengan nada lembut.
"Lu koq malah bikin gua terharu sih di!!" Ucap Jagat sembari merangkul pundakku yang kemudian diikuti dengan Lingga yang juga ikut merangkul pundakku.
"Udah anjirrrr, malu gua. Gua maunya Aline yang meluk gua, bukan kalian!!" Ucapku dengan nada bercanda yang kemudian dilanjut dengan senyum usil yang terkembang dari bibirku. Namun meskipun begitu, mereka tetap melepas tangan mereka dan memberikan ruang untuk Aline agar memelukku seolah mengerti dengan candaan serius ku itu.
Seketika Aline pun mendekatiku, dan langsung memelukku. Melihat aku berpelukan, Jagat dan Lingga pun ikut berpelukan seraya menggoda Aline yang wajahnya mulai memerah karena malu.
.....
"Silahkan dinikmati!!" Ucap seorang pelayan ketika ia selesai menyajikan semua pesanan kami.
Tak perlu menunggu lama, aku, Jagat, Lingga juga Aline langsung menyantap hidangan yang berada di hadapan kami. Semuanya terlihat sangat menggugah selera, mulai dari Cah kangkung hotplate, Cumi saos Padang hotplate, juga Gurame sambal matahnya membuat kami tak sabar untuk segera menghabiskannya.
Ketika kami semua sibuk menyantap makanan kami, tiba-tiba ponsel Aline berdering. Membuat Aline pergi meninggalkan meja makan untuk segera mengangkatnya.
"Siapa di yang nelpon Aline?" Tanya Lingga.
"Mungkin ayahnya." Jawabku singkat.
"Kalo cuma ayahnya, kenapa pake acara ninggalin meja makan segala sih.!?" Tanya Lingga lagi karena saking penasarannya dia.
"Nethink Mulu nih anak!!" Sahut Jagat.
"Nething apaan artinya Gat??" Tanya Lingga dengan wajah yang menandakan jikalau dia benar-benar tidak tahu akan arti dari kata tersebut.
"Negatif thinking , Pele!!" Ucapku menjawab pertanyaan mereka dengan sedikit menaikkan nada bicara ku meski masih dalam konteks bercanda.
Kini rasa penasaranku mulai timbul dan diam-diam menggelayut di dalam hatiku setelah mendengar percakapan Lingga dan Jagat. Namun dibalik semua rasa penasaranku, aku pun memiliki sebuah kepercayaan pada Aline, dan aku yakin Aline tak akan pernah mungkin mengecewakanku.
....
Suasana malam kini mulai hadir, semua tempat telah penuh oleh pasangan muda-mudi yang ingin menikmati indahnya malam di daerah Gronggong, Kuningan - Jawa Barat. Tak terkecuali aku juga teman-temanku, termasuk Aline.
"Apa cita-cita kalian?" Aku mengucapkan sebuah pertanyaan yang membuat kami semua seketika itu juga langsung berpikir dalam-dalam.
"Aku ingin menjadi seorang musisi profesional." Ucap Lingga dengan yakinnya.
"Aku, menjadi seorang alih bahasa profesional." Lanjut Aline juga dengan sangat yakin.
"Elu gimana Gat?" Tanya Lingga.
"Mungkin aku akan meneruskan usaha keluargaku. Karena aku anak satu-satunya, dan mimpiku adalah menjadikan usaha keluargaku terus berkembang, sampai ke mancanegara." Jagat menerawang jauh, sampai ke titik dimana Ia merasakan sebuah rasa rindu akan keluarganya di kampung, di suatu tempat dimana Ia dilahirkan, Semarang.
"Aku ingin menjadi seseorang yang mampu mewujudkan mimpi kalian semua. Itulah mimpiku!" Ucapku yang membuat Lingga, Jagat juga Aline seketika menatapku lekat.
"Aku ingin menjadi seseorang yang berguna bagi orang lain, menjadi seseorang yang tak dilupakan oleh orang lain, menjadi seseorang yang sanggup hidup dalam hati mereka meski aku telah tiada" lanjutku sembari menatap langit yang begitu indah malam itu.
Tiba-tiba Aline memelukku, disusul dengan Lingga dan Jagat yang juga merangkul pundak ku. Mata mereka kini mulai berkaca-kaca.
"Kenapa lu bikin haru suasana sih di!?" Ucap Lingga sembari mengacak-acak rambutku.
"Tau nih, macam lu mau pergi ajah!" Sahut Jagat.
Aline yang sebelumnya hanya terdiam, kini mulai menangis terisak dalam pelukanku.
"Berjanjilah, apa yang kita ucapkan malam ini harus kita wujudkan. Dan nanti saat semuanya sudah terwujud, ayo kita berkumpul lagi disini, dan kita merayakannya bersama." Ucapku.
Ku tatap mereka satu persatu, anggukan kepala dari kami semua menandakan jikalau kami siap untuk mewujudkan mimpi yang telah lama kami pendam saat itu.
....
Semilirnya angin membuaiku larut dalam lamunan, khayal tentang keindahan dunia yang kini ku jalani bersama dengan Aline. Tentang senyumnya, tawanya, cemberutnya, juga mukanya yang seringkali memerah saat dia mulai tersipu malu.
"Kayaknya ada yang lagi seneng nih!?" Sindir bang Adrian yang tengah sibuk menyiapkan pesanan pembeli.
"Kayaknya lagi jatuh cinta nih!" Sambung bang Indra yang juga sibuk mencatat semua pesanan pembeli yang mulai mengular.
"Jatuh cinta itu gak salah, yang salah itu melamunnya, apalagi kalau melamun disaat bekerja." Sindir Pak Rudy.
"Astaghfirullohaladzim." Dengan wajah memerah karena menahan malu, aku tersadar dan segera membantu bang Indra mencatat semua pesanan pembeli sekaligus menyiapkannya.
Semua berjalan seperti biasa. Saat weekend tiba, aku bekerja paruh waktu di outlet C&B's bersama Bang Adri, Bang Indra juga Pak Rudy. Aku bukan mahasiswa Tok seperti Jagat juga Lingga, karena aku hidup sebatang kara, dan aku harus menghidupi kehidupanku sendiri di kota besar ini. Namun, meski Lingga dan Jagat memiliki waktu luang di saat weekend, mereka sering sekali mengunjungiku di tempat kerjaku ini, dan mereka nongkrong-nongkrong gitu di kedai kopi di sebelah tempat kerjaku. Sembari menungguku pulang kata mereka. Mereka memang teman-teman yang luar biasa. Selalu ada saat ku kesulitan, berbagi pundak, tangis juga tawa. Mereka tak segan bertingkah konyol hanya demi membuat temannya yang tengah dirundung lara menjadi tertawa.
Seperti biasa, outlet C&B's selalu tutup pukul 5 sore. Aku yang sedari tadi memiliki janji dengan Jagat dan Lingga untuk pergi mengunjungi kakak Lingga yang tengah dirawat di rumah sakit, segera merapihkan outlet yang mulai sepi pengunjung. Segera ku berganti pakaian dan meminta izin untuk segera pulang ke Bu Dewi yang selalu memberikan sedikit briefing sebelum pulang kerja.
"Gimana? Jadi?" Ucapku saat ku menghampiri Lingga juga Jagat yang kala itu masih asik menyeruput kopi nya.
"Het dateng-dateng udah langsung mau pergi ajah. Santai, ngopi dulu." Sahut Lingga kepadaku.
"Btw, lu gak pernah cerita kalo lu punya kakak, Ngga" ucapku sembari menarik sebuah bangku kemudian duduk diatasnya.
"Sebenarnya, dia bukan kakak ku. Tapi dia kakak tiri dari sepupuku. Dan kakak tiri dari sepupuku ini sebenarnya sudah sering sakit-sakitan dan Sering keluar masuk rumah sakit. Pernah pergi berobat ke Kanada juga Singapura, tapi belum juga sembuh. Dan sekarang dia sedang berada di Indonesia. Tepatnya dia dirawat di sebuah RS swasta di kawasan Lippo Cikarang." Lingga menjelaskan, membuat rasa penasaranku kini sedikit terhapus kan.
Tak berapa lama, Lingga dan Jagat akhirnya menghabiskan semua pesanan mereka. Aku tak memesan 1 pun makanan ataupun minuman karena saat itu aku memang tak ingin memakan atau meminum apapun. Bega sekali rasanya perutku saat itu.
Kami pun segera meluncur ke tempat dimana kakak dari sepupu Lingga dirawat. Membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam sampai kami tiba di tempat tujuan. Rumah sakit tempat kakak dari sepupu Lingga di rawat adalah rumah sakit bertaraf internasional, sebuah rumah sakit mewah yang di support dengan teknologi canggih didalamnya. Tidak sembarang orang yang dapat dirawat di dalamnya. Karena memang fasilitasnya yang baik membuat biaya pengobatan atau pun check up di rumah sakit ini sangatlah mahal.
"Di ruang mana saudara mu dirawat Ngga?" Tanya Jagat kepada Lingga.
"VIP room nomor 24, mungkin lewat sini!" Lingga menunjuk sebuah papan arah yang menunjukkan dimana ruang VIP berada.
"Lantai 3" sahutku seraya menghampiri Jagat dan Lingga.
"Tau dari mana??" Tanya Lingga.
"Noh, barusan gua tanya!" Jawabku sembari memberi isyarat dengan mata kepada siapa ku bertanya, yaitu seorang resepsionis.
"Owalah. Pantesan tau." Sahut Jagat.
Kami pun bergegas pergi ke lantai 3 rumah sakit dengan menggunakan elevator. Saat tiba di lantai 3, kami semua mencari-cari dimana ruang nomor 24 berada. Dan entah mengapa, langkahku terhenti di sebuah kamar bernomor 7, dimana seorang wanita dirawat didalamnya. Seorang wanita dengan muka pucat pasi. Seorang wanita dengan tatapan yang kosong tanpa semangat. Memandang jauh ke arah jendela seolah dia ingin segera melompat dari sana. Seorang wanita yang sepertinya tak asing, yang mungkin pernah ku lihat sebelumnya.
"Ayo di!" Jagat menghampiriku seraya menarik lenganku.
"Lu liat apaan sih tadi?? Siapa?" Tanya Lingga.
"Entahlah, gua juga ragu" jawabku sembari mengingat sesuatu yang malah membuatku sedikit pusing karenanya.
"Oh iya, sepertinya kakak sepupuku ini seumuran sama lu dah di, namanya Dita." Lingga mengucapkan sesuatu yang membuatku tertegun, sedikit kaget dengan kenyataan jikalau kakak dari sepupunya Lingga bernama Dita, yang tidak lain adalah nama dari seseorang yang dulu pernah mengisi hari-hari ku.
Aku segera mencari dimana ruangan dimana Dita berada. Sebuah ruangan bernomor 24, dimana di dalamnya mungkin tersimpan sebuah kenangan yang tak seharusnya kembali ku ingat. Sebuah masa lalu yang seharusnya tak mungkin ku ulang.
"Heyy heyyy, santai di. Lu kok aneh gini sih ..." Sahut Lingga.
Aku tak peduli, aku hanya mencari dan mencari.
"20, 21, 22, 23, 24 ... Ya, ini dia. Aku menemukannya. Apakah Dita benar ada di dalam. Mungkinkah!???" Hatiku bertanya-tanya.
Sebuah perasaan yang tiba-tiba meluap, sebuah perasaan rindu yang sebelumnya ingin ku hilangkan dari dalam hatiku tiba-tiba kini muncul. Ia meronta, berteriak seakan dia ingin segera bertemu dengan dia yang sudah lama ia rindukan.
Perlahan ku buka pintu ruangan itu, tak ku lihat satu pun orang disana. Sebuah ruangan yang sepi, tak ada tanda-tanda jikalau ada yang tengah di rawat di dalamnya.
"Gak ada siapa-siapa Ngga." Sahut Lingga yang juga mewakilkan apa yang ingin ku katakan.
"Ahhh, ini ada pesan dari sepupu ku. Bentar ku baca dulu .... Waduh ternyata dia dah pulang, jadi dia gak jadi dirawat, cuma checkup ajah katanya. Barusan pulang jam 6. Kita telat ternyata." Jawab Lingga setelah ia membaca sebuah pesan dari sepupunya.
"Jadi kita ke rumahnya ajah ini??" Jagat kembali bertanya untuk memastikan apa yang akan kami lakukan selanjutnya.
"Kalau kalian mau, ayo ki....."
"Yaaa, kita kerumahnya!" Sahutku memotong perkataan Lingga yang belum selesai.
"Loh kok tiba-tiba lu yang bersemangat sih di" Jagat menatapku dengan tatapan yang dipenuhi dengan rasa penasaran.
Aku tak mempedulikan tatapan Jagat tersebut, anganmu hanyut dalam ingatan masa lalu tentang Dita. Dan inginku segera menemuinya.
....
Angin tak lagi bertiup.
Ia terhenti.
Tanpa suara.
Riuh rendah tak lagi ku dengar.
Resah ku kembali datang.
Membawa sebuah kenangan yang sangat ingin aku ulang.
Dia berhenti.
Di sebuah titik henti.
Dimana aku hidup penuh tawa dan luka.
Aku,
Ya, aku.
Aku merindukan kenangan itu.
Kenangan dimana aku bisa bersamamu.
Meski kini hatiku bukan lagi milikmu.
Kau,
Adalah Sebuah masa lalu,
Yang hidup menjadi rindu di dalam benakku.