Chereads / TRUTH (ketika cinta harus memilih) / Chapter 18 - Sebuah Rasa

Chapter 18 - Sebuah Rasa

Pagi itu aku melihat seekor burung yang tengah bernyanyi di luar jendela kamarku. Suaranya merdu bagaikan alunan violin yang di gesek pelan mengikuti irama sebuah lagu. Entah itu nyata atau sekedar imajinasi ku saja, yang jelas aku larut dalam irama suara si burung hitam dengan ekor yang terurai itu.

Kulihat waktu masih menunjukan pukul tujuh. Namun seolah ku tak ingin membuang waktu, ku ambil tas ransel yang telah ku siapkan semalam tanpa ragu. Ku panaskan mesin motor kesayangan ku, lalu kusantap beberapa lembar roti tawar dan segelas susu yang biasa menjadi sarapan pagi hari ku.

Setengah jam berlalu, setelah ku berjibaku melawan air dingin yang mulai membasahiku serta mempersiapkan segala keperluanku untuk pergi berlibur bersama teman-temanku. Aku pun segera tancap gas melewati macetnya kawasan industri di kota ku. Ku jemput Dita yang saat itu telah siap dengan segala perlengkapannya.

"Mungkin akan lebih baik jikalau kita mengendarai mobil sendiri di." Ucap Dita saat aku mulai mengangkut tas nya.

"Kalau begitu, aku parkirkan motor ku terlebih dahulu." Jawabku

Ku parkirkan motorku, lalu ku hidupkan mesin mobil Honda jazz kuning milik Dita. Kuangkut semua barang bawaan ku, tak lupa barang bawaan Dita. Akhirnya kami pun pergi bersamaan dengan sebuah pesan dari Lingga yang masuk ke dalam ponsel ku. Dia mengabarkan jikalau Aline akan pergi bersama rizky. Seketika pikiranku kacau, namun ku coba untuk tetap bersikap biasa saja di hadapan Dita sembari membalas pesan Lingga dengan satu kata yaitu, "Ya".

Saat itu lalu lintas di dalam tol tak begitu padat. Aku dapat memacu kendaraanku sampai kecepatan 80 km/jam bahkan lebih. Sedikit ngebut sih, tapi Dita tak merasa keberatan sama sekali. Ketika aku tengah fokus mengemudi, nampak Dita mencoba untuk mencairkan suasana dengan membuka percakapan denganku. Memang sedikit canggung suasana yang terjadi antara kami kala itu, apalagi semenjak ku membaca pesan singkat dari Lingga. Meski agak kaku dan terkesan tengah menutupi sesuatu, namun aku tetap mencoba mengimbangi segala ucapan dan pertanyaan yang Dita lontarkan kepadaku. Mulai dari berapa banyak teman ku yang akan ikut liburan bersama, sampai pertanyaan tentang siapa Aline sebenarnya. Aku sedikit kaget dengan pertanyaan Dita tentang Aline, namun ku coba untuk tetap tenang dan menjawab semua pertanyaan Dita dengan singkat, padat dan jelas. Meski ku sedikit berbohong padanya jikalau Aline hanyalah teman biasa dan tak pernah terjadi apa-apa antara aku dan dia. Dan nampaknya Dita percaya begitu saja, syukurlah.

....

Kurang lebih 30 menit perjalanan yang kami tempuh menuju rumah Lingga. Dalam waktu 30 menit itu Dita tak henti berbicara. Meski aku selalu menanggapinya, rasa hampa masih saja menggelayuti hati ku yang sebenarnya kosong tanpa adanya rasa.

Saat ku parkirkan mobil ku di halaman depan rumah Lingga, nampak Lingga dan jagat masih sibuk memasukkan beberapa tas entah milik siapa. Aku juga melihat Aline tengah asik berbincang bersama Rizky dengan riang gembira. Mungkin Aline sudah mulai bisa melupakanku, pikirku saat itu. Aku harus bisa berbahagia juga dengan kebahagiaannya. Hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini, dan mungkin itu akan berlaku seterusnya di kehidupanku.

Aku pun turun dari mobil bersamaan dengan Dita yang mengikutiku tepat di sampingku. Nampak pandangan Lingga dan yang lainnya merasa aneh dengan kehadiran sosok wanita yang kini berjalan di sampingku.

"Ahhh, akhirnya dateng juga lu di. Lama banget!" Sambut Lingga seraya menghampiriku dan sedikit menepuk pundak ku.

"Perasaan janjiannya emang jam 9 kan, ya!?" Ujarku membela diri. "Baru juga lebih 10 menit." Lanjut ku.

"Ehhh. Yaudah yaudah. Bantu gua ngangkat ini." Seloroh Jagat sembari menarik lenganku.

Aku pun mengangkat tas ransel entah milik siapa. Menyimpannya di dalam bagasi mobil milik Lingga. Toyota Avanza dengan warna coklat.

"Siapa dia?" Tanya Jagat Tiba-tiba.

"Maksud lu, wanita yang bareng gua??" Ucapku balik bertanya.

"Ya siapa lagi." Ujar Jagat sembari menutup bagasi.

"Yaudah ayo kita kenalan dulu." Jawabku seraya menghampiri Dita yang nampak kebingungan karena dia belum aku kenalkan ke teman-teman ku yang ada di situ.

"Guys. Perhatiannya ke sini dulu dong." Sahut ku sedikit berteriak mencoba untuk mencuri perhatian Lingga dan yang lainnya. "Wanita cantik ini namanya Dita Ratnandya. Bisa kalian panggil Dita." Lanjut ku memperkenalkan Dita kepada teman-temanku yang lain. Nampak Dita sedikit membungkuk dan melempar senyum kepada semua temanku yang ada disitu.

"Yang ini namanya Lingga, yang di deket mobil itu namanya Jagat, yang lagi sama cewe cantik di sebelah sana itu namanya Rizky, dan cewe cantik itu namanya Aline" aku menunjuk teman ku satu persatu sembari menyebutkan namanya, bermaksud mengenalkan Dita ke semua teman-temanku. Namun saat nama Aline terucap dari mulutku, lidah ku sedikit bergetar. Entah apakah ada yang menyadarinya atau tidak. Namun yang kurasakan saat itu tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah rasa cemburu yang tanpa sengaja menggelayuti hatiku.

"Salam kenal semuanya!" Sahut Dita menyapa semuanya.

"Ahhh iya, gua sama Dita naik mobil sendiri ajah ya. Biar gak terlalu sempit, kalo mau sih Jagat biar lebih lega nantinya." Ujarku.

Mereka pun menyetujui usulanku. Lingga, Aline, Rizky serta 1 orang tambahan yaitu Mutiara yang kami jemput saat ditengah perjalanan berada di mobil milik Lingga. Sedangkan aku, Dita dan Jagat berada di mobil yang lainnya. Kami melaju berdekatan, dengan Lingga memimpin di depan. Kami saling mengimbangi kecepatan satu dengan yang lainnya.

Butuh waktu kurang lebih 3 jam untuk sampai di Lembang. Lembang Asri Resort adalah tujuan kami, karena suasana penginapannya masih rindang dan alami, dikelilingi dengan pepohonan yang membuat namanya pas mewakili keadaan penginapan itu sendiri.

Saat mobil kami mulai terparkir, aku dan semua temanku mulai sibuk mengeluarkan barang bawaan kami yang tersimpan dalam bagasi. Satu persatu tas mulai diturunkan. Aku mencoba untuk membantu Dita yang saat itu tengah kesulitan membawa tas nya. Aline yang saat itu berada di samping Rizky nampak sekilas melihatku, namun aku tak ingin memastikan itu. Hanya bisu yang mampu ku lakukan saat itu.

Ruangan yang kami pilih adalah sebuah family suite dimana terdapat 2 kamar dengan 2 double bed dan 1 kamar mandi di masing-masing kamarnya. Terdapat pula ruang tamu dengan sebuah LED TV 42" dan karena ruangan yang kami pesan berada di atas sebuah bukit, terdapat pula sebuah balkon dengan 2 kursi dan 1 meja di mana kami dapat menghabiskan waktu luang kami disaat senja hari dengan menyaksikan matahari terbenam di kejauhan. Selain itu ruangan kami dilengkapi pula dengan AC, wastafel, shower air panas juga WiFi. Walaupun WiFi nya lemot banget sih. Terdapat pula sebuah kolam renang dan sarana olahraga (fitness) di sekitar tempat kami menginap, dan itu pun termasuk fasilitas resort yang kami sewa saat itu. Kami menyewa nya cukup mahal, meski begitu kami cukup puas dengan semua fasilitas yang kami dapatkan saat kami menginap di sana.

"Lagi ngelamun apa?" Tanya sebuah suara yang tiba-tiba muncul tepat dari belakangku. Saat itu aku tengah menatap langit cerah dengan taburan bintang yang gemerlap menghiasi gelapnya sang malam. Hari itu adalah 30 Desember 2019, hujan tak begitu sering turun untuk membasahi bumi. Namun saat itu udara terasa sangat dingin karena di tempat kami tinggal sekarang, suhu menunjukan angka 18°C.

"Kamu kok keluar? Gak tidur? Ini udah malem loh. Ditambah diluar juga dingin begini. Nanti kamu masuk angin." Selorohku seketika saat melihat Dita yang kini telah berdiri di sampingku.

"Cuma dingin segini. Dulu waktu di Kanada jauh lebih dingin dari ini." Ucap Dita seraya menengadahkan kepalanya. Matanya menerawang menembus langit malam. Perlahan ia pejamkan matanya, nampak ia tengah merasakan semilir angin yang menerpa seluruh tubuhnya.

"Bisakah kita mengakhiri hubungan kita dengan sebuah pernikahan?" Dita bertanya tiba-tiba. Seketika aku melihat jauh ke arah pegunungan yang lokasinya berada jauh di seberang tempat ku menginap sekarang.

Aku terdiam beberapa saat, tak ada satu pun kata yang sanggup keluar dari mulutku. Lidahku kelu.

"Kenapa diam!?" Dita kembali bertanya. Kali ini dia membuatku semakin tak mengerti dengan keputusan hati dan pikiranku. Hanya sebuah genggaman tangan yang erat yang dapat ku lakukan saat itu. Ya, sebuah genggaman pertanda jikalau aku tak ingin kehilangan dia, tak lebih.

"Aku bahagia" Seloroh Dita sesaat setelah aku menggenggam erat tangannya. Ku tatap matanya, nampak jikalau matanya mulai berkaca-kaca.

"Jangan tinggalin aku lagi ya" seloroh Dita lagi.

"Aku gak pernah ninggalin kamu, dari dulu tak ada sedikit pun niatan untukku pergi meninggalkanmu. Tidak hanya dulu, sekarang pun begitu." Tiba-tiba Dita mencium pipi ku, lama sekali dia melakukannya. Nampak di kejauhan jikalau Aline tengah memperhatikanku. Tatapan kami bertemu, nampak raut wajah sayu kini mulai terlihat dikejauhan sana. Takkan sampai aku menjangkaunya, membelai pipinya, hilangkan risau hatinya, atau mungkin menyeka air matanya yang kini mungkin mulai jatuh membasahi pipinya. Ya, semuanya tak nampak begitu jelas, namun aku tau, ada luka yang tergambar jelas dari raut wajahnya. Ada rasa sakit yang coba ia sembunyikan saat ia memalingkan wajahnya dariku. Maafkan aku.

....