Chereads / Alta dan Allamanda / Chapter 52 - Bab 27 B | Senja, Bunga, dan Trampolin

Chapter 52 - Bab 27 B | Senja, Bunga, dan Trampolin

Bagi Alta, pantang untuk membatalkan job secara mendadak terlebih karena hal yang tidak penting, seperti karena perempuan misalnya. Namun pada kenyatannya Alta melakukan itu dan memilih duduk di sofa ruang depan rumah Lamanda. Membiarkan gadis di sampingnya tidur sambil menyender di bahunya.

Wajah gadis itu terlihat sembab akibat menangis beberapa waktu yang lalu karena sudah hampir jam sepuluh malam bundanya tidak pulang, ponselnya pun tidak bisa dihubungi. Kalka sudah mengecek ke kafe bahkan kantor tempat bundanya bekerja, namun nihil. Kantornya sudah tutup dan sepi sedangkan Mbak Clara -penanggungjawab kafe- mengatakan bahwa Flora tidak kesana.

Selagi Kalka masih melakukan pencarian, Alta mau tidak mau menemani Lamanda di rumah.

Sebenarnya, tadi Kalka dan Lamanda merencanakan memberikan kejutan pada Flora karena sekarang hari ibu. Mereka menyiapkan kue tart dan buket bunga untuk wanita itu tapi kenyataannya Flora tidak pulang hingga sekarang saat jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas.

Sambil mengusap lembut kepala gadis itu, Alta mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang. Terdengar nada tunggu beberapa saat hingga telfon Alta terjawab.

"Halo, Ma," sapa Alta.

Hening. Tidak ada jawaban. Setelah itu terdengar krasak-krusuk di seberang. Lalu hening lagi.

"Iya, Al? Tumben telfon mama jam segini. Ada apa?"

Pandangan Alta teralih pada buket bunga krisan yang tadi dipegang Lamanda sudah jatuh dipangkuan gadis itu. Alta mengambilnya lalu meletakkan di meja dengan gerakan hati-hati.

"Cuma mau ucapin selamat hari ibu," sambil membenahi posisi tidur Lamanda, Alta berkata. "Alta sayang mama."

Terdengar suara tawa renyah di seberang. "Kirain kamu mau ngomong apa. Mama juga sayang kamu, lebih dari kamu sayang mama."

Alta berdeham. "Besok Alta jemput jam berapa?"

"Mama pake grab atau minta jemput Pak Parman aja soalnya take offnya jam 8 pagi. Nyampeknya juga bakal pas kamu lagi sekolah."

"Aku bisa libur."

"Nggak usah. Kamu udah banyak bolosnya. Mending kamu tidur sana. Jangan begadang, besok kan sekolah."

Meskipun mamanya tidak melihat, Alta mengangguk. "Ya udah, ma. Good nihgt."

Setelah mendengar jawaban dari seberang, Alta menjauhkan ponselnya dan memandangnya sebentar. Melihat panggilan diputus dari seberang.

Alta kembali memasukkan ponselnya lalu memandang wajah damai Lamanda. Ia menghela napas kemudian meraih tubuh Lamanda dan mengangkatnya menuju kamar gadis itu di lantai dua.

Alta berhenti di kamar yang ia yakini milik Lamanda. Ia membuka pintu kamar Lamanda dengan susah payah karena kedua tangannya digunakan untuk mengangkat tubuh gadis itu. Setelah beberapa saat akhirnya pintu terbuka, Alta bergegas masuk dan meletakkan gadis itu di atas tempat tidur.

Jam di pergelangan tangan Alta sudah menunjukkan pukul setengah dua belas lebih. Alta menguap. Ia duduk di pinggiran ranjang sambil mengusap rambut merahnya ke belakang.

Saat merasakan sebuah pergerakan Alta refleks menoleh dan mendapati Lamanda sudah membuka matanya. Gadis itu mengerjap beberapa kali kemudian dengan cepat mendudukkan dirinya menghadap Alta.

"Bunda udah pulang?" tanya Lamanda antusias, matanya jelas-jelas memancarkan harapan.

"Belum."

Lamanda memandang kotak kado kecil yang terletak di atas nakas dengan tatapan sendu. "Padahal aku pengen cepet-cepet kasih bunda kado."

"Lo bisa kasih kadonya besok."

"Gimana kalau bunda nggak bakal balik lagi?"

"Bunda lo pasti balik."

Lamanda tersenyum kecut. Ia menghembuskan napas berat sebelum berbicara. "Aku pernah berpikir gitu waktu ayah pergi. Aku pikir ayah bakal kembali ke rumah setelah beberapa hari menghilang," papar Lamanda. Gadis itu menarik selimutnya lalu membalik posisinya memunggungi Alta. Ia memandang ke luar jendela yang tidak tertutup korden dan melihat jejeran bintang dengan pandangan menerawang.

"Ternyata ada banyak hal yang belum aku pahami. Seperti kenyataan yang kadang nggak berjalan sesuai ekspektasi. Aku bisa aja berpikir positif bahwa bunda akan balik, pulang dan masak lagi buat aku setiap pagi. Tapi nggak ada yang menjamin kan?" Tubuh gadis itu bergetar ketika mengatakan demikian. "Nggak ada jaminan bahwa yang pergi suatu saat akan kembali."

"Lam," sela Alta.

Lamanda diam. Ia menunduk dan menatap kosong gambar garfield di selimutnya.

"Gimana kalau terjadi apa-apa sama bunda. Gimana kalau.. kalau dia ninggalin aku."

"Lo berpikir terlalu jauh. Bunda lo pasti baik-baik aja dan sebentar lagi dia bakal pulang."

Lamanda menggigit bagian dalam bibirnya. Ia menahan diri untuk tidak menangis lagi namun pertahanannya luruh ketika sesuatu yang basah mengalir melewati pipinya.

Beberapa saat kemudian Lamanda merasakan tangan Alta melingkari perutnya dari belakang. Ia merasakan hembusan napas hangat ketika lelaki itu menciumi rambutnya dari belakang.

"Aku mau cari bunda, Al." Lamanda mencoba melepaskan diri namun Alta cepat menahannya.

"Nggak. Lo harus tetep disini."

Lamada menggeleng. Ia berontak hingga dekapan Alta terlepas. Ia menghadap Alta. "Aku nggak bisa diem aja dan biarin Kalka nyari bunda sendirian. Aku nggak bisa tenang sebelum lihat bunda. Ayo anterin aku," mohon Lamanda.

Alta mengusap wajahnya. "Dengerin gue," ia meraih kedua bahu Lamanda. "Gue bakal susul Kalka buat cariin bunda lo tapi lo harus nurut sama gue."

"Tapi aku mau ikut."

"Nggak bisa lo percaya dan nurut sama gue?"

Lamanda diam. Ia tidak menjawab dan memilih memandang bahu Alta sampai ia merasakan hangat menjalar di pipinya ketika Alta menangkup wajahnya.

"Trust me. Your mother is fine and soon she will come home," ucap Alta dengan suara berat. Ia menatap lekat mata Lamanda yang sedikit memerah.

Jiwa dalam diri Alta mendoktrinnya untuk melakukan hal lebih namun logikanya masih berjalan. Sedikit. Karena Alta sudah mendekatkan wajahnya ke arah Lamanda membuat gadis didepannya menahan napas.

"Al..Alta mau ngapain?"

Mendengar itu Alta langsung menjauhkan wajahnya. Ia memandang Lamanda yang terlihat shock. Alta merasakan panas di sekujur tubuhnya. Tidak ingin ditanya lebih, lelaki itu mencium singkat kening Lamanda dan menjatuhkan gadis itu ke tempat tidur. Setelah itu ia menarik selimut sampai leher. "Sekarang tidur," perintah Alta.

Alta mulai tidur telungkup di samping Lamanda. Tangannya sesekali mengusap kepala dan pipi gadis disampingnya. Meskipun masih kepikiran tentang bundanya, nyatanya rasa kantuk mengalahkan Lamanda sehingga gadis itu terlelap pada akhirnya.

Mendengar suara napas teratur Alta mengangkat kepalanya dan mendapati Lamanda sudah tertidur pulas. Alta bangkit berdiri, ia mendekati saklar lampu dan mematikannya. Setelah itu ia berjalan keluar.

Saat menuruni tangga ia melihat Kalka masuk dengan rambut acak-acakan.

"Gimana?" tanya Alta saat sudah di dekat Kalka.

Kalka menghempaskan dirinya di sofa. Ia memejamkan matanya yang lelah. "Bunda lagi di perjalanan pulang dari Jogja, katanya ada meeting mendadak tadi siang. Hpnya mati dan baru bisa hubungin gue barusan."

Alta mengangguk pahan. Ia meraih kunci mobilnya di atas meja. "Kalau gitu gue balik duluan. Lamanda udah gue pindah ke kamar."

Kalka membuka matanya lalu tersenyum. "Thanks for helping today. "

Alta mengedikkan bahunya. "Not at all."

Kalka terkekeh. Ia beranjak duduk di lantai dan meraih stik playstation di rak televisi dan melemparkan pandangan pada Alta.

"Mortal kombat bentar," ujar Kalka.

Pada akhirnya Alta memilih memasukkan kunci mobilnya ke saku lalu duduk lesehan disamping Kalka. Mereka asik bermain playstation dan mengobrol banyak hal meskipun lebih dominan Kalka dalam obrolan dini hari mereka.

Tidak banyak obrolan berarti hanya saja ada pertanyaan Kalka yang mengganggu pikirannya hingga ia sampai dia apartementnya mendekati subuh.

"Sebenernya hubungan lo sama Lamanda itu apa sih?"