Chereads / Alta dan Allamanda / Chapter 53 - Bab 28 | How Would You Feel

Chapter 53 - Bab 28 | How Would You Feel

Bab 28.  How Would You Feel

Kadang, mata dapat mengungkapkan apa yang tidak bisa diungkapkan oleh hati.

***

Sebenarnya bukan masalah yang besar ketika ada seseorang menyanyi di dekatmu, menatapmu intens tanpa mau memberimu celah untuk sedikit saja menyela, lalu ia tersenyum padamu. Senyum yang mampu membuat hati orang tersentuh untuk membuka perasaan lebih, tapi tidak dirimu.

Kamu bisa saja memilih mengabaikannya dan pergi. Tapi disisi lain akan ada hak oranglain yang kamu renggut. Hak untuk dihargai.

Itu yang dialami Lamanda saat Raskal duduk di atas meja kantin, tepat di hadapannya yang sedang duduk di kursi. Lelaki itu memetik gitar yang sebenarnya milik Kaldo sambil menyanyi dan.. menatapnya teduh.

Saat itu sedang tidak ada guru yang mengajar jadi tadi ia pergi ke kantin bersama Arsya dan Raskal. Sekarang hanya berdua karena Kaila tiba-tiba datang dan meminta ditemani Arsya ke perpustakaan. Katanya mau pinjam buku.

Lamanda ingin menyuruh Raskal turun dan mengomelinya tapi ia tidak ingin membuat Raskal malu meskipun sebenarnya lelaki itu tidak tau malu. Maka Lamanda memalingkan wajahnya ke arah taman samping dekat kantin.

Di luar sangat gelap. Namun tidak hujan. Beberapa dedaunan kering berjatuhan karena terpaan angin yang begitu kencang.

"We were sat upon our best friend's roof,

I had both of my arms around you,

Watching the sunrise replace the moon, but.."

Raskal menendang kaki Lamanda membuat gadis itu menoleh dan kembali menghadap padanya. Lalu Raskal menghentikan petikan gitarnya.

"Gue nyanyi lagu beginian khusus buat lo loh, Lam. Dengerin dong, siapa tau hati lo luluh dan nganjak gue taken. Mumpung gue lagi bener-bener jomblo," kata Raskal penuh penekanan pada kalimat terakhirnya

"Iya," jawab Lamanda sekenanya.

Raskal mendengus. "Gue serius dan maunya diseriusin."

"Iya, Raskal. Gue dengerin."

Raskal nyengir lebar. Matanya jadi makin sipit. "Sebagai bahan pertimbangan buat lo ambil keputusan mau ngajak gue taken apa enggak, gue nyanyiin refrainnya nih," kemudian Raskal sudah kembali melanjutkan.

"How would you feel, if i told you i loved you,

It's just something that I want to do,

I'll be taking my time,

Spending my life,

Falling deeper in love with you,

So tell me that you love me t-- ADOHH!!"

Pekikkan Raskal membuat beberapa murid yang berada di kantin mengalihkan tatapan padanya. Raskal memegang bagian belakang kepalanya yang terkena timpukan lalu menoleh ke belakang dan mendapati Arsya menyeringai dengan buku ensiklopedia setebal novel Harry Potter di tangan kanannya.

Raskal langsung turun dari meja dan melotot sebal ke arah Arsya. "Badan triplek!!  Ngapain lo nimpuk gue segala? Iri gara-gara suara gue bagus?!" semprot Raskal.

"Nyadar, mas. Suara lo udah kaya donald bebek yang lehernya kejepit pintu. Ngapain iri."

Kesal. Raskal menjambak rambut Arsya membuat jepitan setengah Arsya terlepas.

"Jedai gue!!" pekik Arsya. Ia langsung menendang kaki Raskal yang tidak sengaja menginjak jepitan rambutnya yang jatuh lalu mengambilnya. Arsya menatap tajam Raskal. "Pokoknya lo harus ganti!!"

"Jedai beli di serba seribu aja perhitungan lo!"

"Enak aja. Ini gue beli goceng dapet tiga! Nggak mau tahu lo harus ganti!! Titik!"

"Nggak mau titik maunya titid."

"Raskal!!" Arsya menjambak rambut Raskal tanpa ampun.

Di sisi lain Lamanda dan Kaila memilih diam karena pertengkaran Raskal dan Arsya sudah bukan rahasia umum lagi.

"Dasar Nyi Pelet! Lepasin rambut gue!! Anj*r anj*r sakit woy!!" jerit Raskal ketika Arsya menjambak rambut badainya dengan sangat tidak berperi kemanusiaan.

"Makanya gue jambak nih biar lepas. Rasain lo!"

"KAK RASKAL!!"

Mendengar itu, jambakan Arsya perlahan mengendur lalu terlepas. Ia menoleh ke arah pintu kantin dan mendapati seorang gadis yang sepertinya adik kelasnya berlari ke arah mereka. Gadis itu mengahampiri Raskal yang rambutnya acak-acakan.

"Kak Raskal nggak kenapa-napa kan? Mana yang sakit?" tanya gadis itu dengan raut khawatir.

"Apaan sih lo. Pergi sana!" ketus Raskal. Ia sedikit menghindar.

"Kak Raskal pasti sakit. Ayo ke UKS biar aku obatin," ucap gadis itu mengabaikan balasan Raskal.

"Sheira!" sentak Raskal. "Gue bilang pergi!"

"Nggak mau," kemudian gadis yang dipanggil Sheira itu memandang Arsya. "Kak Arsya kenapa jambak Kak Raskal? Kasihan Kak Raskal rambutnya sampe rontok gini," ujarnya sambil menunjukkan beberapa helai rambut Raskal.

Arsya berdecak. Ia memutar matanya. "Biarin aja. Biar botak."

"Kak Arsya nggak boleh gitu lagi. Kasihan Kak Raskal kalau botak," ucap Sheira. Ia menoleh lagi pada Raskal "Ayo ke UKS. Aku nggak mau kakak kenapa-napa."

"Lo apa-apaan sih. Kita udah nggak ada urusan apa-apa lagi. Nggak usah sok peduli deh. Sana pergi."

"Nggak mau sebelum kakak ke UKS aku nggak mau pergi.

"Emangnya lo siapa ngatur-ngatur gue."

"Aku kan pacar Kak Raskal."

"Gue udah putusin lo minggu lalu. Di depan lift lantai 2 kalau lo lupa."

"Tapi aku nggak mau."

"Ya bodo amat itu urusan lo."

"Aku nggak mau putus."

"Sheira!!" bentak Raskal..

"Pokoknya aku nggak mau putus!" sentak Sheira. Kemudian ia menunduk enggan melihat tatapan Raskal. "Kalau misalnya aku hamil gimana? Kak Raskal harus tanggung jawab dan nggak boleh putusin aku," lanjutnya dengan suara rendah namun masih bisa ditangkap oleh beberapa murid.

Raskal mengusap wajahnya kasar ketika semua melotot ke arahnya. "Gue nggak ngapa-ngapain lo. Gimana ceritanya lo mau hamil."

"Kan Kak Raskal udah cium aku. Disini."

Sheira menunjuk bibirnya dengan tampang super polos. "Aku takut hamil. Aku ngelanggar ucapan mama. Mama bilang aku nggak bol--"

Cup

Belum sempat Sheira menyelesaikan ucapannya. Bibirnya telah dibungkam oleh bibir Raskal membuat ia sedikit terhuyung kebelakang karena gerakan Raskal yang tiba-tiba. Matanya terbuka lebar. Ia kaget.

Bukan hanya Sheira. Seluruh murid yang masih di kantin juga melotot melihat adegan belum lolos sensor tersebut. Mereka semua diam. Seperti memberikan kesempatan untuk Raskal melanjutkan kegiatannya tanpa merasa terganggu.

Raskal menahan tengkuk Sheira. Ia menyeringai. Namun hanya sebentar karena ia menangkap bahaya di depan matanya. Raskal langsung menjauhkan wajahnya.

Mampus.

Raskal mengusap bibirnya lalu menggaruk lehernya. Ia bingung harus bagaimana. Ia melihat Alta berjalan ke arahnya dengan ekspresi datar.

Siaga satu.

"Masuk kelas!" perintah Alta tegas pada Sheira. Namun gadis itu menunduk dalam enggan menatap Alta. Ia memainkan jarinya. "Gue bilang masuk kelas!!" bentak Alta. Kali ini sukses membuat Sheira berjegit.

Melihat Sheira hanya menunduk Alta mengusap wajahnya kasar. Ia mengalihkan tatapan pada tiga siswi yang sedang duduk di meja, mereka semua memilih diam. Alta maklum mungkin mereka shock. Lalu pandangannya jatuh pada Raskal. Alta menatapanya tajam.

"Kalau mau mesum jangan di sekolah. Lo pikir dengan lo nunjukin kemampuan ciuman lo di depan semua orang bisa bikin lo kelihatan keren," Alta menghela napas kesal saat melihat Raskal yang memutar kedua matanya. "Raskal!!" bentaknya.

"Iya iya. Gue khilaf ya Allah."

Kemudian, Alta menoleh ke arah Sheira. "Lo juga. Kalo dicium atau digrepe-grepe Raskal langsung tonjok atau tendang. Jangan diem!" hardik Alta. "Polos sama tolol sama aja."

"Nanti kalau aku nolak Kak Raskal bakal putusin aku!" bela Sheira.

"Nolak nggak nolak lo tetep diputusin."

Setelah itu ia melihat mata Sheira berkaca-kaca. Alta mendengus dan menoleh pada Raskal. Raskal mengernyit.

"Selesain urusan lo!" ketus Alta.

Setelah itu Alta mendekati Lamanda dan meraih pergelangan tangan gadis itu lalu menariknya berdiri. Saat Arsya dan Kaila menatap ke arahnya, Alta berdecak.

"Dia sama gue," ucapnya.

Melihat isyarat dari Lamanda, Arsya dan Kaila tidak protes. Ia membiarkan Lamanda bersama Alta.

Alta membawa Lamanda menuju salah satu stand makanan. Sambil menunggu pesanan jadi, ia menatap Lamanda yang terlihat tidak nyaman.

"Kenapa?" Alta meraih tangan Lamanda. Menarik ikatan rambut di pergelangan tangan gadis itu lalu mengambilnya.

"Anginnya kenceng banget."

Alta meraih tubuh Lamanda mendekat. Setelah itu ia menyingkirkan anak-anak rambut yang menimpa wajah Lamanda karena terpaan angin lalu mengumpulkannya jadi satu ke belakang. Ia mengikat rambut Lamanda. "Biar nggak kayak iklan shampoo."

Lamanda memalingkan wajahnya. Ia yakin pipinya pasti merah padam. Hal itu membuat Alta mengacak rambut Lamanda.

"Jangan sering-sering blushing."

Lamanda menatap Alta bingung. "Kenapa?"

"Gue mati-matian nahan diri buat nggak gigit pipi lo."