Felicia Bernz sedang fokus mengerjakan sesuatu di laptopnya. Dia benar-benar merasa kesal karena tidak diizinkan pergi ke Pina untuk menghadiri acara pembukaan Star Risen yang kedua.
Padahal Benjamin sudah mengundang kedua orangtuanya secara resmi. Padahal dia ingin datang. Tapi kenapa dia justru ditahan dengan pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh ayahnya sendiri.
Meskipun dia sudah menjadi seorang CEO di perusahaan ayahnya, dia masih tidak bisa membantah perintah kedua orangtuanya.
Akhirnya, dia hanya pasrah dan menyelesaikan kewajibannya sebagai CEO. Sayangnya, tiap menit sekali dia akan mendesah memikirkan keadaan pulau Pina. Dia ingin kesana.. dia ingin bertemu dengan Benjamin.. ahhh... dia ingin berlibur juga disana. Felicia mengasihani dirinya sendiri sambil berusaha fokus dengan kegiatannya.
Namun sulit sekali untuk fokus mengakibatkan kerjaannya tidak selesai tepat waktu.
Saat itulah muncul sebuah notifikasi tanda dia mendapatkan sebuah email baru.
Dia membukanya dan keningnya berkerut. Untuk apa Vincent mengirimnya email? Jika ada sesuatu yang ingin disampaikan, bukankah dia bisa mengirimnya langsung melalui chat atau call?
Felicia mengklik nama Vincent dan membaca subyek emailnya. Hadiah.
Hadiah apa? Yang dia lihat hanyalah sebuah folder rar yang harus didonlotnya. Karena kecepatan wifi perusahaan sangat cepat, hanya dalam satu detik file rar tersebut sudah terdonlot.
Dia mengkompress isi file tersebut dan membuka isinya. Disaat bersamaan dia merasa haus dan mengambil gelas minumannya di sisi meja kerjanya.
Dia masih meneguk minumannya saat sebuah foto terpampang dengan jelas memenuhi layar komputernya. Saat itulah dia tersedak dan nyaris mengeluarkan isi mulutnya. Dia segera meletakkan gelas di atas meja dengan terbatuk-batuk sambil menepuk dadanya dengan keras.
Setelah batuknya terhenti, Felicia mengklik untuk membuka foto berikutnya. Lalu berikutnya dan berikutnya. Sebelum menerima email dari Vincent wajahnya depresi dan putus asa.. namun kini wajahnya berseri-seri dan kembali bersemangat untuk bekerja.
Foto-foto itu menunjukkan Benjamin yang sedang memberi pidato di panggung, ada juga menunjukkan Benjamin yang sedang tersenyum saat bersalaman dengan tamu undangan. Apapun itu Benjamin tampak tampan dan menawan di tiap-tiap foto tersebut. Tanpa sadar dirinya telah tersenyum lebar merasa hanyut dengan kumpulan foto-foto pria yang dicintainya.
Hingga disaat foto terakhir, Felicia masih belum merasa puas dan menginginkan lebih. Karena itu dia segera mengambil smartphone miliknya untuk menghubungi sahabatnya.
"Vincent yang paling baik dan manis, bisakah kau menambahkan beberapa foto lagi?"
Tubuh Vincent bergidik mendengar suara manja yang tidak pernah didengarnya dari mulut macan betina sebelumnya.
"Kau baru bangun tidur? Atau kau sedang mabuk? Atau jangan-jangan ada masalah dengan otakmu?"
"Hei! Aku sudah mengatakannya dengan baik-baik, kau malah merusaknya."
"Nah, ini barulah macan betina yang kukenal."
Felicia memutar kedua matanya dengan pasrah dan memutuskan untuk tidak berdebat lagi. Dia lebih menginginkan foto Benjamin yang lain.
"Pasti ada lagi kan? Kirim aku semuanya."
"Kau pikir aku memberimu dengan gratis?"
"Hah? Kau kan memberiku hadiah?"
"Tentu saja. Tapi hadiah yang satu ini tidak dengan gratis."
"Dasar pelit. Lalu apa yang kau inginkan?"
"Nantinya mungkin aku akan membutuhkan bantuanmu. Saat itu tiba aku ingin kau membantuku."
"Membantu apa?"
"Aku tidak tahu. Tergantung situasinya."
"Huh? Apa maksudmu?"
"Aku sudah mengirimmu foto yang lain."
Tepat saat Vincent mengatakannya terdengar suara notif yang berbunyi dari komputernya.
"Baiklah, aku akan membantumu. Sampai jumpa." Felicia segera menutup kembali ponselnya untuk melanjutkan aktivitasnya tadi.