Star Risen Hotel di pusat kota berjalan seperti biasa semenjak acara pembukaan hotel terbaru mereka. Para karyawan juga bekerja dan melayani tamu dengan penuh semangat. Hari itu berjalan dengan sangat baik seolah tidak mengalami masalah apapun. Tidak ada yang tahu suatu malam CEO Star Risen sedang tidak dalam suasana hati yang bagus.
Pria itu sedang membaca sebuah laporan yang diberikan oleh Charlie dengan ekspresi mengerikan.
"Mereka menyelidiki Catherine!?" ujar Benjamin dengan geram. "Apa kau sudah menghapus jejak Cathy di Pina?"
"Aku sudah melakukannya semenjak menyadari pergerakan mereka.. tapi..."
"Bicara!"
"Seseorang sudah melakukannya lebih dulu."
Mendengar ini kedua mata Benjamin membelalak lebar. Dia tidak tahu apakah Clarissa akan mengingat wajah seseorang yang mirip dengan Cathy atau tidak, tapi dia tidak mau mengambil resiko. Dia berencana menyuruh Cathy pulang begitu selesai acara dan akan menghapus keberadaan Cathy dari kamera apapun di Star Risen.
Hanya saja melihat adik-adiknya masih belum puas dan tatapan memohon dari si kembar membuatnya tidak tega mengusir paksa mereka. Akhirnya dengan berpikiran Clarissa pasti tidak mengenali Catherine, Benjamin membiarkan keempat keponakannya memperpanjang inapnya disana.
Kini dia menyesal. Dia terlalu meremehkan Clarissa. Dia tidak menyadari ada seseorang yang mencari tahu mengenai latar belakang Catherine. Untung saja dia belum mengekspos identitas Catherine yang sebenarnya pada pemerintah. Dia bahkan mengganti nama belakang pemilik rumah yang ditempati keempat keponakannya.
Sebelumnya nama pemilik rumah tersebut adalah Daniel Paxton dirubahnya menjadi Daniel West.
Setidaknya orang tersebut tidak akan mengetahui bahwa Catherine merupakan salah satu ahli waris tahta Paxton ataupun memiliki hubungan dengan keluarga Paxton.
Mengetahui ada yang mencari tahu latar belakang Catherine, Benjamin segera ingin menghapus jejak Cathy sekecil apapun dari pulau Pina. Ternyata dia satu langkah terlambat. Siapa? Siapa yang sengaja menghapus jejak keberadaan Cathy disana?
"Bagaimana dengan asal muasal bahan makanan itu? Kau sudah menemukannya?"
"..." Charlie tampak ragu menjawab.
"Aku menginginkan jawaban! Sekarang!" Ben sudah mulai habis kesabarannya.
"Kami berhasil membaca IP mereka, tapi sebelum berhasil melacak mereka... mereka menanam virus pada program kita."
"APA?!"
"Anehnya, mereka tidak mengambil data apapun atau merusak program. Kita hanya merestart ulang dan semua berjalan kembali normal."
"Kau yakin? Tidak ada data satupun yang diambil?"
"Yakin. Tim hacker utama kita sudah mengkonfirmasinya."
Benjamin termenung memikirkan informasi yang baru saja didengarnya. Entah siapa yang mengirimkan bahan makan tersebut dan apa tujuan mereka sebenarnya. Meskipun merasa curiga, tapi mau tidak mau dia harus mengakui. Siapapun mereka.. mereka telah membantu usaha perhotelannya dengan mengirim begitu banyak sumber bahan makanan.
Dia hanya ingin menyelidiki mereka apakah mereka adalah musuhnya atau bukan. Siapa sangka mereka jauh lebih pintar daripada tim khusus yang sudah terbentuk selama tiga generasi. Anehnya, disaat mereka memiliki kesempatan untuk mencuri data penting miliknya, mereka tidak mengambilnya. Apakah mereka mengirim virus itu sebagai sebuah peringatan? Mereka tidak ingin melawannya disaat bersamaan mereka juga tidak ingin diselidiki?
Apakah ini berarti dia tidak perlu waspada terhadap mereka? Meskipun begitu dia tidak bisa merasa tenang sebelum mengetahui identitas mereka. Sebenarnya siapa mereka?
Belum lagi dia tidak tahu siapa dan apa tujuan pihak lain yang menyelidiki Cathy, bahkan menghapus jejak gadis itu dari Pina.
"Apa kau sudah mencari tahu ada kemungkinan orang yang mengirim pesawat cargo dan yang menghack cctv di Pina adalah pihak yang sama?"
"Mereka pihak yang berbeda. Kami sama sekali tidak bisa menemukan siapapun yang menyelidiki nona Catherine ataupun yang menghapus jejak nona. Tapi, kami menemukan tanda IP milik Martin Paxton menghapus jejak Clarissa Paxton."
"Hm.." gumamnya tidak terlalu terkejut dengan kabar terakhir ini. Dia sudah menduga pria tua itu akan menghapus jejak keponakannya dari kamera hotelnya.
Benjamin mengetuk meja kerjanya dengan telunjuk jarinya sambil berpikir dengan keras. Untuk sementara waktu orang misterius yang membantunya ini tidak akan melawannya
"Kapan Cathy akan kembali?"
"Besok sore."
"Ubah penerbangan besok. Kau harus membawa mereka berempat pulang dengan jadwal pesawat paling pagi. Semakin cepat mereka kembali semakin baik."
"Baik."
"Satu lagi. Buatkan surat pengunduran diri untuknya. Untuk saat ini dia tidak akan aman jika terlihat bekerja disampingku."
"Baik."
Sebenarnya Benjamin tidak perlu khawatir terhadap orang yang menyelidiki Catherine ataupun yang membantunya memberi bahan makanan. Karena pihak tersebut tidak lain adalah anggota tim elit Vincent. Tentu saja Benjamin tidak mengetahuinya dan Vincent tidak berniat menjelaskannya pada sepupunya.
Sementara pihak yang telah menghapus jejak keberadaan Cathy diam-diam.. masih tidak diketahui identitasnya.
-
Catherine sedang membereskan semua barang yang dibawa pulang dari kantor hotel di dalam kamarnya. Entah kenapa pamannya 'memecatnya' begitu kembali dari pulau Pina. Ini sudah hari ketiga semenjak dia menganggur dan dia memanfaatkan waktu kosongnya bersama dengan adik-adiknya yang masih belum masuk sekolah.
'Mulai hari ini kau tidak perlu datang lagi sebagai asistenku. Nikmati waktumu bersama adik-adikmu selagi mereka masih libur. Jangan bekerja dimanapun, kalau kau ingin kembali bekerja, tunggu sampai adikmu masuk sekolah barulah kembali kemari.'
Itulah yang dikatakan pamannya. Jadi intinya.. pamannya tidak ingin dia bekerja dimanapun selain Star Risen. Kalau begitu kenapa dia diberhentikan? Padahal dia sudah terlanjur menyukai pekerjaannya.
Tapi setelah mengingat apa yang terjadi di Pulau Pina, rasa kecewanya sedikit berkurang. Sementara ini dia ingin istirahat dan menghabiskan waktu bersama dengan adik-adiknya. Setelah adik-adiknya disibukkan kegiatan dan pelajaran sekolah barulah ia akan memutuskan kembali bekerja.
Lagipula pamannya itu bersikeras dia bersenang-senang menggunakan uang di rekeningnya yang angka nolnya sudah tak terhitung. Selama ini dia memang seminim mungkin menggunakan uang pamannya karena dia merasa itu bukanlah miliknya.
Namun sekarang dia sudah tidak merasa segan untuk menggunakan uang itu. Semenjak pamannya kembali ke rumah dan berusaha melibatkan diri dalam kehidupan Cathy dan adik-adiknya, kini pria itu menjadi sosok seorang ayah bagi mereka. Karenanya dia berencana mengajak adik-adiknya berbelanja baju dan pergi ke taman hiburan atau manapun yang diinginkan mereka dengan menggunakan uang pamannya yang disimpan di dalam rekeningnya.
Cathy membuka resleting pada bagian depan tas ransel miliknya. Dia melihat dua gantungan dengan aksesoris lumba-lumba dengan warna yang hampir mirip di matanya.
Dia ingat saat check-out hotel beberapa hari lalu seorang resepsionis menyerahkan gantungan tersebut serta sebuah surat.
'Aku berikan ini untukmu. Bentuknya terlalu norak buatku. Kau boleh memberikan pada temanmu atau saudaramu.'
Dan dibawahnya tertulis nama Vincent mengakhiri isi surat tersebut.
Cathy ingat pria itu menyebut dua warna yaitu abu-abu dan biru. Di matanya terdapat dua abu-abu yang mirip. Satu agak terang sementara yang satu lebih gelap sedikit dari yang lain.
Dia pikir dia tidak akan membutuhkan gantungan tersebut jadi dia berencana memberikannya pada sahabatnya. Tapi... dia sama sekali tidak tahu yang mana yang bewarna abu-abu. Kalau tahu begini dia segera memasangkan gantungan tersebut ke resleting tasnya dan tidak menjadikan satu dengan pemberian Vincent.
Cathy menghela napas dan mengambil salah satunya secara acak. Dia mengangkatnya tinggi sejajar dengan matanya. Cathy memicingkan matanya untuk mengingat warna gantungan yang diambilnya dari telapak tangan Vincent. Apakah ini yang dipilihnya? Sepertinya bukan... atau mungkin iya?
"Wah kakak sama sekali tidak seru!" tiba-tiba Lizzy muncul di belakangnya. "Masa kakak pilih yang warna abu-abu sih? Kan bisa pilih warna ungu." ucapnya dengan mulut manyun.
"Haizz.. itu kan warna kesukaanmu. Lebih baik warna pink saja." sambung Anna yang menyusul menghampiri mereka berdua.
Baiklah. Berarti yang ditangannya adalah warna abu-abu. Cathy segera memasang gantungan tersebut ke resleting tasnya sebelum mengambil gantungan yang bewarna biru."
"Lho, kakak dapat dua?" seperti biasa Lizzy yang mudah sekali merasa penasaran selalu melontarkan apapun yang ada dipikirannya.
"Bukan. Vincent tidak suka gantungannya, jadi diberikan padaku. Aku akan memberikannya pada kak Steve."
"Kakak akan ke PYH hari ini? Katanya mau ke Aquamarsh bersama-sama."
Aquamarsh adalah tempat hiburan dimana para pengunjung bisa melihat berbagai macam binatang laut. Mereka akan masuk dan berjalan seperti di terowongan sementara di kedua sisi hingga atas kepala terdapat genangan air yang dihadang oleh kaca. Mereka bisa melihat berbagai macam ikan yang berenang di sekeliling mereka seolah-olah berjalan di terowongan bawah laut.
"Tentu saja kita akan kesana. Kakak mampir sebentar saja, lagipula kalian juga tahu. Kak Steve suka mengusir kakak tiap kali kakak kesana."
"Kenapa kak Steve selalu mengusir kakak?"
Cathy menjawabnya dengan mengangkat kedua bahunya dengan cuek.
"Baiklah, kakak pergi dulu. Nanti kita langsung bertemu di depan halte bis jam satu nanti. Jangan lupa makan siang dan jangan menunggu kakak."
"Iya." jawab si kembar dengan kompak.
Cathy berangkat tepat jam delapan pagi dan setelah dua jam perjalanan dengan naik bis, Cathy tiba di tempat tujuannya. Dia berjalan dan berdiri di tepi jalan raya sambil menunggu lampu jalan yang paling bawah menyala.
Sambil menunggu, Cathy melihat ke arah gedung-gedung tinggi yang terpasang layar LED raksasa. Biasanya layar itu untuk memasang video periklanan dari produk tertentu.
Sedetik kemudian, matanya tidak bisa lepas dari layar tersebut. Layar itu menunjukkan sebuah gambar pantai, kemudian sebuah halaman depan hotel Star Risen disusul dengan gambar lobi dan berbagai tipe kamar.
Wajah Cathy mengulas senyum melihat iklan tersebut. Ternyata iklan untuk memasarkan hotel Star Risen terbaru di Pina telah tayang. Dia memang tidak bisa melihat warna keindahannya, dia tidak pernah merasakan sebuah keindahan dalam bentuk foto apapun. Tapi entah kenapa dia merasa foto-foto yang tersusun dengan cerdik di layar raksasa tersebut sangat bagus. Mungkin karena dia melihat sendiri saat pemuda itu memotret hotel dengan kameranya? Dia juga tidak tahu jawabannya.
Begitu lampu lalu lintas menandakan penyebrang boleh berjalan telah menyala, dia segera berjalan menyebrangi jalanan bersama dengan pejalan kaki lainnya.
Setelah itu Cathy berjalan lagi melewati gedung-gedung tinggi hingga akhirnya berhenti di sebuah gedung yang memiliki sepuluh lantai.
Gedung tersebut adalah kantor agensi PYH Entertainment. Agensi ini menbimbing dan mensposori beberapa selebritis terkenal, model, penyanyi dan band musik. Band musik yang berhasil didatangkannya ke pulau Pina adalah berasal dari agensi ini.
Cathy berjalan ke arah bagian penerima tamu dengan senyuman khasnya. Wanita yang bertugas di meja penerima tamu telah bekerja disana selama hampir setahun dan sudah mengenal wajah Cathy yang sering datang untuk bertemu seseorang.
"Selamat siang Catherine. Tuan Steve sedang istirahat di tempat biasanya." sambut wanita penerima tamu dengan senyum ramah.
"Aku mengerti. Terima kasih."
Kemudian Cathy masuk ke dalam lift lalu memencet angka tiga. Tidak perlu menungggu lama pintu lift terbuka di lantai tiga.
Cathy keluar dengan santai dan saat itulah seseorang memanggil namanya membuat langkahnya terhenti.