Vincent berjalan mendekati Cathy dengan langkah yang sangat pelan.
"Karena kita sudah saling meminta maaf, bisakah kita melupakan kejadian malam itu?"
Vincent menghentikan langkahnya saat gadis didepannya mendongakkan wajahnya menatap lurus ke arah matanya.
Dia tertegun dan teringat akan malam dimana dia melihat mata gadis itu untuk pertama kalinya. Dia kembali merasa tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata tajam nan indah tersebut.
"Jika kau tidak keberatan, aku juga tidak ingin masalah lampau menggangu pekerjaan kita. Aku tidak peduli kau salah paham denganku atau membenciku tapi aku tidak ingin hanya gara-gara aku, kau tidak melakukan tugasmu dengan sungguh-sungguh. Aku menginginkan acara pembukaan hotel ini berjalan dengan berhasil tanpa ada kendala apapun. Karena itu jika kau dengan sengaja merusak atau mengganggu pekerjaan kami, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja."
Cathy berbalik membuka pintu ruangan dan berjalan keluar dengan langkah yang tegas. Vincent keluar mengintip punggung gadis yang baru pergi.
Apa dia sedang mengancamku? Pikirnya. Dia menganggap kondisinya sangat lucu.
Tanpa banyak tanya ataupun bicara, Vincent mengikuti Cathy dan Anna yang sedang menjadi pemandunya untuk melihat seisi hotel.
Sekali-kali Vincent akan memotret sekitarnya yang dia anggap bisa dijadikan bahan komersial.
Saat ini mereka berjalan di sebuah koridor yang panjang dimana terdapat berbagai lukisan di salah satu sisi dinding sementara di sisi lain terdapat jendela dimana terdapat beberapa pot yang sama dengan bunga yang berbeda-beda.
Seperti biasa Vincent memotret apapun yang mereka lewati sembari mendengarkan penjelasan secara bergantian dari Cathy dan Anna. Dia sangat merasa bangga pada Vanessa.
Dia tahu saat Benjamin membangun bangunan hotel ini, Vanessa dan Bryantlah yang mendesign hotel tersebut. Vanessa pernah mengatakan bahwa dia mendesign hotel ini dengan konsep tempat yang nyaman untuk ditinggali.
Dengan udara sejuk, pemandangan asri, fasilitas lengkap yang sangat nyaman membuat seseorang merasa betah untuk tinggal disana dalam jangka waktu panjang.
Ada lapangan basket, voli, dan bulu tangkis di bagian sisi kiri hotel. Ada juga permainan arcade yang membutuhkan koin untuk menjalankan permainan tersebut tidak jauh dari lapangan olahraga.
Ada tempat karaoke yang bisa dikunjungi dua puluh empat jam. Terdapat dua macam ruangan, yaitu vip room dan public room. Tentu saja ruangan untuk umum jauh lebih besar daripada vip room. Namun vip room juga tidak terlalu kecil untuk sepuluh orang.
Public room memiliki dua pintu di sisi yang berbeda dengan puluhan kursi serta lima meja bundar ukuran kecil yang menyebar di dalam ruangan. Sedangkan vip room memiliki satu pintu serta meja pribadi dengan sofa dengan kualitas terbaik membuat siapapun yang duduk di atasnya bisa merasa nyaman.
Terdapat juga sauna dan spa untuk para wanita dan bar yang dibuka mulai jam sepuluh malam hingga empat pagi.
Tempat ini sangat cocok dijadikan tempat rekreasi keluarga atau dijadikan bulan madu bagi para pengantin baru.
Vanessa menggunakan konsep ini terinspirasi dari keluarganya sendiri. Dia ingin memiliki sebuah tempat dimana dia bisa menghabiskan waktu bersama keluarga besarnya dan menikmati berbagai macam fasilitas sesuai umur. Baik anak kecil, remaja, dewasa dan tua sekalipun, Vanessa ingin mereka semua menikmati suasana hangat tempat ini baik bersama pasangan, sahabat, maupun keluarga.
Tampaknya.. setelah ini Vanessa akan mengajak mereka semua untuk berlibur disini. Vincent tersenyum membayangkan ibu mereka pasti akan bersemangat untuk liburan mereka.
Meskipun pikirannya memikirkan keluarganya, Vincent tetap fokus pada pekerjaannya tanpa berhenti ataupun membuat kesalahan.
Di tengah-tengah pekerjaan mereka, terdengar suara cekikikan yang tertahan dari belakang mereka.
Tentu saja mereka bertiga langsung menoleh kearah sumber suara tersebut dan melihat si kembar yang segera bersembunyi di belakang pilar.
Anna berjalan menghampiri si kembar dengan wajah cemberut.
"Kalian! Katanya kalian tidak akan mengganggu!"
"Kami kan tidak mengganggu." protes salah satu kembar dengan wajah manyun.
Cathy hanya menghela napas sadar kedua adik kembarnya tidak akan pernah berhenti mengikuti mereka. Karena itu dia berjalan mendekati ketiga adiknya.
"Anna, untuk sekarang kau tidak perlu menemaniku lagi. Sisanya biar aku urus sendiri saja. Kau sebaiknya ajak mereka bermain di halaman belakang atau berenang."
"Tapi... paman bilang.."
"Paman tidak pernah memaksamu. Beliau hanya ingin memberikan kita liburan yang menyenangkan. Apalagi kalian berhasil menyelesai ujian sekolah, karena itu beliau memberikan liburan ini dengan alasan pekerjaan."
"Aaa.." mulut Anna membentuk huruf A tanda mengerti penjelasan kakaknya.
"Jadi nikmati saja liburan kalian." sahutnya sambil mengusap kepala Anna dengan lembut dan tersenyum hangat pada mereka bertiga. "Aku janji aku akan menyusul kalian setelah pekerjaanku selesai. Bagaimana?"
"Baik!" seru si kembar dengan semangat. Mereka berdua masing-masing mencium pipi Cathy di kedua sisinya sebelum menarik tangan Anna untuk berlari.
"Hei, aku juga mau mencium kak Cathy."
Cathy hanya tertawa mendengarnya dan sekali lagi membiarkan pipinya dicium oleh adiknya.
Cathy melambaikan tangannya melihat kepergian adik-adiknya tanpa menyadari ada sepasang mata yang terus memperhatikannya.
Saat Cathy berbalik untuk kembali pada Vincent, pria itu sudah kembali melanjutkan aktivitasnya. Karena itu Cathy sama sekali tidak mengkhawatirkan apakah pria itu menyaksikan adegan tadi atau tidak.
"Boleh aku bertanya sesuatu?" Vincent yang bertanya.
"Tanyakan saja."
"Apa kau pernah ke Green Park?"
Cathy menganggukkan kepalanya saat menjawabnya, "Tiap hari minggu aku mengajak adik-adikku kesana. Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa." jawab Vincent singkat dan sekali lagi kembali pada pekerjaannya.
"Aku tidak tahu kalau CEOmu akan mengizinkanmu membawa adik-adikmu kemari."
"..." dalam hal ini, Cathy tidak tahu harus menjawab seperti apa.
Pamannya jelas tidak ingin ada yang tahu bahwa dia adalah keponakannya, Cathy sendiri terlebih tidak ingin ada yang tahu bahwa dia merupakan keponakan Benjamin membuat semuanya mengubah cara sikap mereka terhadap dirinya.
Cathy bukanlah orang yang sangat pintar tapi dia juga tidak bodoh. Dia tahu siapa saja yang mendekatinya dengan tulus ataupun dengan maksud untuk menjatuhkannya.
Tapi kalau seandainya semua orang mendekatinya dengan maksud tertentu hanya karena dia adalah keponakan CEO Hotel Star Risen... dia tidak yakin dia akan bisa membedakan yang mana kawan atau lawan.
Karena itu Cathy lebih memilih diam dan bernapas lega saat pemuda itu tidak mendesaknya lebih lanjut.
Tidak lama kemudian ada seorang gadis yang bekerja paruh waktu disana berlarian memanggil namanya dengan napas tersengal-sengal.
"Cathy, Cathy ada masalah. Penyanyi yang harusnya tampil di acara besok malam tiba-tiba mengalami kecelakaan. Dan juga seseorang memboikot grup band kita sehingga mereka membatalkan kontrak kita."
Kalau kecelakaan dia masih bisa mengerti. Tidak ada satupun yang bisa menghindar dari musibah. Tapi memboikot? Apa hal itu bisa terjadi?
"Dan ada lagi.."
Lagi? Kening Cathy semakin mengerut.
"Entah kenapa bahan masakan di kulkas menjadi bau dan berjamur. Padahal untuk mengumpulkan bahan-bahan berkualitas membutuhkan berhari-hari dan anehnya..." gadis tersebut berbisik ke arahnya agar tidak terdengar pihak ketiga, "Semua sayuran simpanan kita penuh dengan ulat."
Mata Cathy membelalak mendengar ini.
Dia yakin dia telah mengecek semua persediaan bahan makanan kemarin dan semuanya tidak ada cacat.
Cathy terdiam tampak memikirkan masalah tersebut dengan serius sebelum akhirnya menoleh ke arah Vincent yang dari tadi memperhatikan ekspresinya.
"Maaf, sepertinya aku tidak bisa menjadi pemandumu lagi. Aku harus kembali bersamanya. Apa kau keberatan kalau mengambil foto sendiri?"
Vincent tersenyum padanya. "Tidak, aku akan baik-baik saja. Semoga berhasil."
Cathy segera berjalan bersama gadis yang melaporkan masalah padanya sambil menghubungi seseorang.
"Hai, ini Catherine West yang menghubungi kalian beberapa hari lalu... Benar.. Aku membutuhkan bantuan kalian."
Catherine tiba di dapur utama dan segera berjalan ke arah tempat penyimpanan bahan makanan.
Hidungnya mengernyit saat mencium aroma tak sedap begitu pintu lemari terbuka. Tidak hanya itu, dia merasa geli saat melihat ulat hijau yang bergerak keluar masuk diantara sayuran.
Apa yang terjadi? Baru kemarin siang dia memeriksa ini semua, kenapa tiba-tiba kondisi lemari penyimpanan mereka berubah drastis.
Cathy menghubungi pihak sekuriti dan ingin mengecek cctv daerah dapur sambil berusaha menghubungi seseorang.
Karena orang yang dihubunginya tidak kunjung menjawabnya, dia memutuskan menyerah dan mefokuskan pandangan ke arah layar tivi.
Tepat saat itulah dia melihat sosok berpakaian hitam masuk ke dapur diam-diam dan memasukkan sesuatu ke dalam lemari penyimpanan.
Adegan tadi membuat pengawas kamera beserta kepala koki yang melihatnya terkejut.
"Siapa yang membawa kunci dapur utama? Aku yakin tidak akan ada yang bisa masuk kedalam kalau pintu telah terkunci dengan baik." Cathy menatap lurus ke arah kepala koki. Dia hanya menginginkan jawaban dan bukannya sembarang menuduh.
Sang kepala kokipun juga merasa Cathy tidak sedang menuduhnya.
"Yang memegangnya adalah aku. Kemarin yang mengunci dapur adalah aku. Aku yakin aku sudah menguncinya dengan baik. Aku tidak tahu bagaimana penyusup bisa masuk."
"Apakah pintu dapur rusak saat kau membukanya tadi?"
"Tidak."
"Itu berarti antara dia mencuri kuncimu atau dia memiliki kunci yang sama."
"Itu tidak mungkin. Helena yang membawa kunci cadangan."
Helena? Cathy memandang ke layar sekali lagi. Video rekaman diberhentikan tepat saat seseorang memasukkan sesuatu dalam lemari.
Dilihat dari bentuk tubuhnya, sepertinya orang itu adalah seorang perempuan.
"Bukankah menurut kalian orang ini perempuan?"
Kedua pria lainnya mengangguk menyetujuinya.
"Chef, kau sangat mengenal Helena dengan baik. Apakah ada kemungkinan orang ini adalah Helena?"
"Tidak. Helena tidak mungkin melakukannya. Dan lagi... Helena tidak setinggi itu."
Jika dilihat dari ukuran kepala orang tersebut yang hampir melebihi setengahnya lemari penyimpannya yang sangat tinggi, alibi chef sangat masuk akal.
Cathy memang pernah bertemu dengan Helena beberapa kali, dan tinggi wanita itu tidak lebih tinggi darinya. Tingginya sekitar seratus enam puluh senti atau kurang sedikit. Dia tidak begitu ingat.
Cathy memandang layar tersebut dengan ekspresi serius. Jika orang ini bukanlah Helena lalu siapa?
Kemudian pihak yang menarik grup band yang disewanya, belum lagi kecelakaan yang dialami penyanyi yang mereka undang. Apakah memang benar kecelakaan ataukah seseorang merencanakannya?
Kalau tidak.. ini semua terlalu kebetulan.
Kalau iya... apakah itu berarti seseorang berusaha menggagalkan acara ini dan menjatuhkan nama baik Star Risen?
Siapa? Kenapa? Paman.. apa yang harus Cathy lakukan? tanya Cathy tak berdaya didalam pikirannya.
Masalah Grup band sudah diselesaikannya. Tinggal penyanyi dan hidangan untuk acara besok malam. Besok. Waktunya terlalu mepet.
Dia berusaha menghubungi sahabatnya yang juga seorang penyanyi, tapi tidak ada hasil. Untuk sesaat dia menemui jalan buntu.
Sementara itu kepala koki dan petugas penjaga cctv memandangnya dengan gugup. Mereka berdua tidak pernah melihat ekspresi menyeramkan dari seorang gadis muda yang selama ini menunjukkan keramahan pada mereka semua.
Mereka berdua sama-sama menelan ludah dengan takut saat melihat gadis muda itu menghela napas.
Bahkan Cathy sendiri menyadari tatapan ganjal kedua pria yang jauh lebih tua darinya dan memperbaiki ekspresinya. Dia tersenyum lembut ke arah mereka saat bicara.
"Maaf, sepertinya aku akan merepotkan kalian. Aku akan mencari jalan keluar untuk semuanya, karena itu.. Pak Dan, tolong pastikan tiap kamera terus diawasi tanpa terkecuali. Jika ada sesuatu yang mencurigakan segera beri tindakan dengan tegas. Chef, aku akan mencoba mencari bahan untuk hidangan besok. Aku tidak bisa janji apakah kualitasnya sama atau tidak, tapi aku ingin kau pikirkan menu makanan yang sederhana namun elegan dengan menggunakan bahan-bahan yang ada. Sisanya serahkan padaku."
Kedua pria tersebut saling berpandangan tidak mengerti apa yang bisa dilakukan gadis muda tersebut untuk menyelesaikan ketiga masalah tersebut. Masalah yang mereka hadapi sangat besar. Pertama adalah musisi. Masih bisa digantikan rekaman mp3, meskipun agak kurang bagus tapi masih bisa diatasi. Kedua adalah penyanyi. Yah, memang penyanyi seriosa sangat menaikkan image dari Star Risen. Tapi masih tidak masalah jika tidak ada yang menyanyi.
Masalah yang ketiga adalah yang paling fatal. Jika bahan masakan tidak ada, para koki tidak akan bisa memasak. Jika tidak ada hidangan, maka para tamu tidak akan makan dan merasa kelaparan hingga akhir acara.
Tidak hanya itu. Para tamu yang menginap di hotel mereka tidak akan bisa menikmati sarapan ataupun memesan makanan untuk makan siang mereka.
Meskipun merasa penasaran akan apa yang dilakukan Cathy untuk menyelesaikan ketiga masalah mereka, mereka menuruti apa yang dikatakan gadis muda itu dan mempercayainya sepenuhnya.
Lagipula CEO mereka telah memberikan tugas berat ini pada gadis itu sebagai penanggung jawab acara pembukaan hotel terbaru mereka. Mau tidak mau mereka harus menuruti Catherine.
"Kami mengerti."
Cathy keluar untuk berusaha kembali menghubungi sahabatnya. Untungnya dia tidak perlu kembali menghubunginya saat dia menerima pesan di ponselnya.
'Aku ada rapat sekarang. Aku akan membantumu. Kapan?'
Cathy langsung membalasnya. 'Besok malam.'
'!!?? Aku belum beli tiket pesawat.'
'Kau lupa? Aku kan sudah membelikanmu tiketnya.'
'Hehehe. Aku benar-benar lupa. Baiklah. Apa saja lagunya?'
Cathy mengcopas sebuah nomor dan mengirimnya pada sahabatnya.
'Coba hubungi mereka dan diskusikan lagu apa saja yang akan kalian bawakan.'
'Ok. See you there.'
Baiklah. Masalah untuk performance sudah selesai. Sekarang masalah bahan makanan.
Ugh.. dia sama sekali tidak memikirkan rencana cadangan mengenai yang satu ini.