Chereads / My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu / Chapter 25 - Pandangan Anna Terhadap Cathy

Chapter 25 - Pandangan Anna Terhadap Cathy

Waktu itu dia masih berusia tiga tahun. Dia tidak tahu apa-apa dan hanya mengikuti wanita itu kemanapun dia pergi. Wanita itu yang membuatkan susu, menemaninya bermain tiap hari.

Tiap kali bertemu dengan orang asing dia pasti akan bersembunyi dibalik baju wanita itu. Dia mengandalkan wanita itu untuk memberinya perlindungan dan kasih sayang.

Namun, namanya saja masih anak-anak pasti akan ada kenakalan. Tiap kali dia nakal, wanita itu memukulnya. Meskipun tidak keras, tetap akan terasa sakit dan membuatnya menangis.

Dia menjadi takut pada wanita itu tapi dia tidak kapok untuk mengulangi kenakalannya. Singkat cerita, dia sering dipukul atau dicubit, dijewer pada telinganyapun juga pernah ia rasakan.

Setelah dia dipukul ataupun dicubit, wanita itu akan mengoleskan minyak pada bekas pukulan ataupun cubitan di tubuhnya. Dia sangat menyukai aroma wangi dan rasa dingin pada minyak itu.

Semula dia tidak mengerti mengapa wanita itu mengoleskan minyak tiap kali tubuhnya terdapat luka memar. Hingga saat dia menginjak usia tiga tahun barulah dia mengerti alasannya. Rupanya minyak itu adalah obat untuk menghilangkan bekas memar di tubuhnya. Dia juga merasa tidak keberatan selama dia mendapatkan aroma harum minyak di tubuhnya.

Kemudian suatu hari dia melakukan kenakalan yang berlebihan membuat wanita tersebut kehilangan kesabaran.

Plak! Kali ini wanita itu memukulnya dengan lebih keras dari sebelumnya. Kali ini dia tidak bisa menahan sakitnya dan mulai menangis. Dia mulai tidak suka dengan wanita itu. Tapi jika wanita itu pergi meninggalkannya, lalu pada siapa yang bisa dia andalkan?

"Apa maksudmu memukulnya huh?! Kamu tidak berhak memukulnya!"

Tangisannya terhenti seketika mendengar suara yang mengerikan. Dia melihat kakak sulungnya disana dengan tatapan yang menakutkan.

Dia jarang melihat kakaknya tiap pagi. Dia tidak tahu kemana saja kakaknya pergi ataupun kerjakan. Yang dia tahu, orang ini adalah kakaknya.

Mendengar suara yang dingin dan tatapan amarah dari kakaknya, dia tidak berani membuka suara untuk menangis karena takut dimarahi sang kakak.

Tubuhnya gemetar saat sang kakak berjalan ke arahnya. Matanya tidak berani melihat kakaknya dan hanya menunduk ke bawah. Dia diselubungi dengan rasa ketakutan yang luar biasa. Bagaimana kalau kakaknya juga akan memukulnya? Bagaimana kalau kakaknya marah padanya? Bagaimana kalau...

Apa yang dikhawatirkan tidak pernah datang saat dia merasakan dua tangan melingkarnya dengan lembut sebelum tubuhnya terangkat.

Dia memejamkan matanya tidak berani melihat apa yang akan terjadi padanya saat dia merasakan keningnya dicium. Barulah dia membuka matanya memandang kakaknya.

Aneh sekali, tatapan kakaknya tidak lagi menyeramkan.

"Anna, jangan takut. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu."

Anna kecil belum bisa mengerti arti kalimat kakaknya, tapi dia mengerti akan satu hal. Dia merasa terlindungi, dia merasa disayang oleh kakaknya. Selama ini dia mengira wanita pengasuhnya yang memberikannya perlindungan dan kasih sayang yang dia inginkan. Tapi apa yang diberikan kakaknya saat ini sangat berbeda apa yang ia rasakan bersama wanita pengsuh. Bahkan dia mulai sadar bahwa wanita yang selama ini bersamanya sama sekali tidak menyayanginya.

Anehnya dia mulai menangis lagi dan memeluk leher kakaknya. Entah kenapa dia yakin kakaknya tidak akan memarahinya meski ia menangis dengan keras. Tangisannya lebih keras lagi saat merasakan tepukan lembut pada punggungnya dengan suara bisikan yang menenangkan.

"Aku tidak suka melihatmu disini. Jika aku sampai tahu kau melukai adik-adikku lagi, aku tidak akan tinggal diam."

Kakaknya berputar dan berjalan menjauhi wanita yang wajahnya memucat. Dia tidak tahu seperti apa ekspresi kakaknya yang bisa membuat wanita keras itu menjadi pucat, hingga sekarang dia tidak pernah tahu.

Hari-hari berikutnya Anna menyadari tatapan mengerikan kakaknya masih ada saat mengawasi gerak-gerik sang wanita pengasuh. Saat Anna menyaksikan mata mengerikan itu, tubuhnya terasa bergetar.

Namun tiap kali kakaknya memandang dirinya atau adik-adiknya, tatapan mata kakaknya langsung berubah dengan penuh kasih.

Pernah satu kali, dia nakal dan tidak menuruti sang kakak. Kakaknya memandangnya dengan marah.. bukan seperti si wanita pengasuh memandangnya saat marah, tapi cara kakaknya memandangnya lebih seperti sebuah peringatan.

Kakaknya tidak pernah memberinya pukulan, kalau dia nakal dan tidak menurut, kakaknya akan menghukumnya berdiri di pojokan atau menyita mainannya selama berjam-jam.

Dia menangis sekeras-kerasnya berharap kakaknya berubah kembali memanjakannya, tapi kakaknya tidak peduli.

Karena sudah lelah menangis, akhirnya dia berhenti menangis yang berganti dengan isakan. Saat itulah kakaknya berjalan mendekatinya.

"Sudah selesai menangis?"

Anna tidak bisa menjawab karena masih terisak-isak. Lagipula nada suara kakaknya tidak sehangat seperti biasanya. Kakaknya masih marah. Begitulah pikirnya.

"Mau diulangi lagi?"

Anna segera menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Dia tidak ingin dihukum lagi. Dia ingin bermain. Dia ingin dimanja oleh kakaknya seperti si kembar. Dia ingin bergabung dengan mereka semua.

Anna merasa lega saat kepalanya dielus lembut oleh kakaknya. Dia melihat kedua tangan kakaknya terbuka lebar dihadapannya.

"Ayo sini." ucap kakaknya dengan lembut dengan senyuman yang seperti biasa.

Tanpa menunggu lama, Anna segera berjalan masuk kedalam dekapan kakaknya dan sekali lagi meneteskan air matanya.

Dengan lembut kakaknya menghapus air matanya dan mengajaknya bermain bersama kedua adik kembar mereka.

Sejak saat itu Anna memutuskan untuk tidak nakal ataupun membantah kakaknya. Kalau sedang marah, kakaknya jauh lebih mengerikan daripada wanita pengasuh.

Tapi kalau dia dan adik-adiknya bersikap manis dan menurut, sikap kakaknya jauh lebih hangat dan lembut pada mereka daripada si wanita pengasuh.

Di matanya, Catherine tidak hanya merupakan seorang kakak biasa, tapi juga seorang ibu sekaligus sahabat. Dia yakin kedua adik kembarnya juga merasakan hal yang sama.

Kenapa dia teringat akan masa kecilnya? Benar. Karena dia melihat tatapan mengerikan itu lagi. Kakaknya sangat jarang memandang seseorang dengan tatapan dingin tak bersahabat... bahkan menunjukkan ingin memangsa siapapun yang dilihatnya, sangat jarang terdapat di mata kakaknya.

Karena sudah lama dia tidak pernah melihat pandangan itu, Anna sudah lama melupakannya.

Kenyataannya... disinilah dia. Sekali lagi melihat pandangan offensif dari mata kakaknya. Pandangan itu ditujukan pada seorang wanita yang lebih tinggi dari mereka berdua, sekitar seratus tujuh puluh senti? Anna juga tidak tahu.

Wanita itu memakai gaun hitam pekat yang terlihat mewah dengan manik-manik yang tampak seperti berlian menghiasi di lingkaran pinggangnya. Anna bahkan sempat bertanya apakah itu adalah berlian asli?

Make up yang dipakai wanita itu terlalu terang tidak sesuai dengan seleranya yang lebih memilih make up natural atau soft. Meskipun begitu wanita tersebut tampak terlihat cantik dan anggun. Semua orang pasti bisa melihat wanita ini berasal dari keluarga terpandang.

Anna mengingat-ingat kejadian beberapa menit lalu.

Waktu itu dia baru saja keluar dari kamar mandi perempuan dan menuju ke lift untuk naik ke lantai sepuluh. Dia hanya berdiri di depan lift sambil menunggu lift tiba di lantai dasar.

Kemudian dia merasakan sesuatu mendorongnya membuatnya hampir terjatuh. Untungnya dia memiliki refleks yang bagus sehingga sebelum dia terjatuh, tangan kanannya sudah menyentuh tembok atas tombol lift, dan kaki kanannya segera maju ke depan untuk menahan tubuhnya.

Anna tersenyum lega dia tidak harus jatuh dengan kepala yang terbentur ke lantai.

"Kurang ajar! Berani sekali kau menumpahkan minumanku ke bajuku!?"

Huh? Anna memutar tubuhnya untuk melihat pemilik suara tersebut.

Dia tidak tahu siapa wanita itu tapi hawa yang dipancarkan wanita tersebut membuatnya bergidik. Wanita ini sangat berbahaya. Pikirnya dengan waspada.

Belum sempat dia menjelaskan sesuatu dengan baik, matanya kemasukkan sebuah cairan membuatnya tak bisa bicara.

Rambut bagian depannya basah dan cairan minuman mengalir dari seluruh wajahnya ke leher hingga membasahi kerah bajunya.

Warna minuman tersebut bewarna merah dan menodai kerah putihnya. Dia memang tidak bisa melihat penampilannya sendiri, tapi dia tahu kerahnya pasti bernoda sekarang.

Padahal ini baju favoritnya.. padahal baju ini pemberian kakaknya. Padahal.. padahal..

Kenapa wanita ini tega melakukannya? Wanita itu yang menabrak dirinya, seharusnya dialah yang marah pada wanita itu.

Dia ingin sekali melabrak wanita itu dan membela diri, tapi saat melihat tatapan wanita itu yang penuh dengan percaya diri dan memandang rendah dirinya, entah kenapa hatinya menciut.

Seketika kakinya melonjak mundur kebelakang saat gelas terbang ke arah kakinya dan pecahan kaca terbang di sekitarnya. Dia merasakan ada sesuatu yang menggores pada kakinya dan hatinya terasa pedih.

Apakah ada orang berkarakter seperti ini di dunia ini? Kenapa bisa ada orang seperti ini? Kenapa dia yang harus menghadapi orang ini?

Anna tidak tahu lagi harus bicara apa.. Bukan. Dia merasa tenggorokannya terjepit dan tidak sanggup bicara. Tubuhnya menggigil karena rasa takutnya yang tiba-tiba muncul.

Kakak... panggilnya dalam hati dengan pedih. Penglihatannya kabur namun dia berusaha agar air matanya tidak menembus keluar. Dia menangis bukan karena rasa sakit yang dirasakannya, tapi dia menangis karena kondisinya yang tak bisa berbuat apa-apa.

Saat itulah dia merasakan kehadiran seseorang di sampingnya. Dia masih menundukkan wajahnya karena takut kenalan wanita itu yang datang dan memarahinya.

Lalu dia merasakan tangan kanannya digenggam oleh sebuah tangan yang dikenalnya.

Dia menoleh ke arah samping kanannya dan melihat kakaknya berdiri disisinya dengan tatapan mengerikan.

Dia tahu, seharusnya dia merasa takut saat melihat ekspresi yang langka dari wajah kakaknya. Ekspresi yang membuat siapapun melihatnya akan merasa ketakutan dan tidak berani melawannya.

Tapi kali ini, melihat kakaknya ada disana... disisinya... Hatinya merasa diliputi kelegaan yang luar biasa dan meyakinkan diri sendiri semuanya akan baik-baik saja.

Dalam hati Anna tersenyum sedih.

Sampai kapan aku harus terus mengandalkan kak Cathy?