Chapter 15 - Pengakuan

Terdapat banyak pengunjung yang berdatangan di galeri V collection. Tidak. Lebih tepatnya lebih banyak pengunjung gadis muda yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Mereka datang bukan untuk melihat hasil karya V yang dipajang di dinding secara berderetan. Tapi mereka datang untuk cuci mata... melihat seseorang yang sangat tampan dan menawan.

Galeri V collection terkenal memiliki minim karyawan. Satu orang yang merupakan penjaga sekaligus tangan kanan pemilik V collection dan dua karyawan lain bekerja untuk membersihkan ruangan di dalam gedung.

Dua karyawan tersebut sama sekali tidak penting dan hanya terlihat seperti seorang pembantu rumah tangga pada umumnya. Sedangkan Frank merupakan orang yang paling ramah dan sabar dalam menghadapi ribuan pertanyaan para pengunjung.

Wajah Frank tidaklah tampan, namun juga tidak jelek. Tiap kali dia berbicara, lawan bicaranya selalu merasa nyaman dan tidak merasa bosan mendengar penjelasannya mengenai karya-karya V.

Frank menjelaskan dengan sangat detail membuat semua orang curiga bahwa dirinya adalah V. Setelah mengetahui sosok Frank dalam jangka panjang, maka barulah mereka yakin Frank bukanlah seorang V yang misterius.

Suatu hari ada seorang karyawan baru yang bekerja menemani Frank. Seorang pria yang sangat tampan dan menawan.

Kabar mengenai adanya karyawan tampan di galeri V collection menyebar dalam waktu singkat dan jumlah pengunjung wajah gadis asing semakin bertambah tiap harinya.

Sayangnya, karyawan baru ini tidak pernah keluar dari meja besar penerima tamu. Dia juga tidak melayani pengunjung ataupun tersenyum ramah seperti yang dilakukan Frank.

Jika ada yang bertanya padanya, pemuda satu ini hanya menjawab tidak tahu dan meminta Frank untuk mengambil alih. Justru inilah daya tarik yang kuat dimata para gadis. Mereka menganggap sikap pemuda itu sangat keren dengan sikap dingin dan cueknya.

Frank yang melihat rekannya sama sekali tidak peduli dengan para pengunjung hanya menggelengkan kepalanya.

Setelah selesai memberikan brosur pada pengunjung yang baru datang, Frank masuk ke belakang meja besar melalui pintu kayu kecil yang menghubungkan antara sudut meja dengan dinding.

Rekannya sedang asyik melihat sesuatu melalui laptopnya.

"Jika kau tidak berniat membantuku, untuk apa kau datang kesini setiap hari?"

"Anggap saja aku tidak ada." jawabnya dengan cuek.

"Tapi aku masih bisa melihatmu."

"Kau juga tahu aku tidak begitu pintar berbicara dengan mereka."

"Bukan itu maksudku." Frank mendesah pasrah. "Banyak anak SMA, anak gadis tepatnya, datang hanya untuk kelihat wajahmu. Setidaknya berikan mereka fan-service?"

Vincent menoleh ke sahabatnya dengan jengkel sebelum akhirnya kembali pada laptopnya.

Vincent sengaja datang ke galerinya setiap hari untuk memastikan sesuatu. Sebelumnya dia tidak pernah melakukannya, karena itulah sahabatnya sangat bingung terhadap sikapnya yang bisa dimengertinya. Bahkan dia sendiri, juga merasa bingung kenapa dia rela datang ke galerinya hanya demi melihat gadis itu.

Dia sangat menghindar untuk datang ke galerinya agar tidak ada yang tahu kalau dia bekerja di V collection... bukan. Dia adalah pemiliknya. Tapi sekarang... bisa jadi, si macan betina sudah menyadari frekuensi kedatangannya disini.

Ternyata benar. Wanita yang baru saja dipikirkannya telah datang.

"Aku tidak akan percaya kalau aku tidak melihatnya dengan mataku sendiri."

"Hai, Fel. Kenapa kau tiba-tiba kesini?"

"Oh, sekarang kau jadi anak buahnya?" Felicia menjawab pertanyaan Frank dengan pertanyaan. "Tega sekali kau!" ujarnya sambil menuduh pria yang tampak tidak peduli.

Felicia berjalan pelan mendekati Frank.

"Ada apa dengannya?"

Frank menjawabnya dengan mengangkat kedua bahunya.

"Di hari pertama dia tampak baik-baik saja. Kemudian tambah hari, dia menjadi tambah suram.. bukan. Dia tampak menakutkan." Frank membisikkan kalimat terakhir di telinga Felicia.

"Tapi, bagaimana kau tahu Vincent ada disini?" Frank maih merasa penasaran dengan kehadiran teman kuliahnya dulu.

Felicia tidak menjawab dengan kalimat, tapi dia menunjukkan sebuah foto di smartphone miliknya.

Disana dia bisa melihat sosok Vincent yang sedang membersihkan kamera di meja mereka dengan serius.

Disaat kembali ke home page media sosial, barulah dia sadar. Salah seorang pengunjung memasukkan foto Vincent di salah satu medsos mereka. Siapa yang menyangka foto Vincent mendapatkan ratus ribuan like dengan hastag : Pria menawan di galeri melegenda.

"Ah..." Frank membuka mulutnya membentuk huruf A tanda dia telah mengerti. "Itu sebabnya banyak wajah-wajah baru disini."

"Tidak hanya itu. Coba lihat ini!"

Frank melihat Vincent menyapa salah seorang pengunjung senior dengan senyuman. Dibawah fotonya terdapat tulisan : Senyuman yang mencerahkan hati.

Frank melirik ke arah Vincent dan mendesah. Sahabatnya bahkan sama sekali tidak tertarik dengan fotonya yang sudah menyebar di media sosial.

"Apa dia mengalami pubertas lagi?" tanya Felicia membuat kedua mata Frank membelalak.

Biasanya, kalau Felicia mengatakan sesuatu yang memancing perdebatan, Vincent akan langsung membalasnya. Tiba-tiba dia merasa takut kalau Vincent akan meladeni wanita tersebut dan mereka akan berdebat di dalam galerinya sendiri.

Tapi, yang membuatnya semakin terkejut adalah tidak ada balasan sama sekali. Tidak ada kalimat ataupun suara yang keluar dari mulut sahabatnya.

"Argh. Aku sudah tidak tahan lagi!" sahut Felicia tiba-tiba.

Felicia masuk melalui pintu kayu yang tadi dan menarik lengan Vincent.. memaksa lebih tepatnya; memaksa Vincent bergerak dari tempat duduknya dan keluar dari galeri.

Vincent yang sedang malas berdebat membiarkan dirinya ditarik keluar dan berjalan kemana wanita itu menuntunnya.

Tepat saat Vincent keluar dari galeri, seorang gadis lainnya baru turun dari bis dan menuju ke galeri.

"Cathy! Lama tidak bertemu." sapa Frank begitu melihat Cathy melewati pintu masuk yang terbuat dari kaca.

Cathy tersenyum mendengarnya. Dia memang sengaja untuk tidak datang selama beberapa hari. Selain dia masih merasa bersalah dengan Frank dan V, dia juga tidak ingin bertemu dengan pemuda itu.

Sebelum bergerak mendekati meja tempat Frank berada, pandangan Cathy berkeliliing memastikan dia tidak akan bertemu dengan pria itu.

Setelah dia yakin pria itu tidak ada, barulah dia bisa bernapas lega dan berjalan mendekati Frank.

"Bagaimana kabarmu? Tampaknya pengunjung hari ini banyak wajah baru?"

"Kau juga menyadarinya? Sayangnya, mereka kesini bukan untuk melihat karya-karya V."

"Bukan? Lalu?"

Frank melirik kesamping, ke arah kursi kosong yang tadinya ditempati Vincent.

"Ah, aku baru ingat. Bukankah kau ingin bertemu dengan V? Aku rasa kalian bisa..."

"Frank," potong Cathy sebelum dia mendengarkan kalimat Frank hingga selesai. "Maaf, ada yang kusembunyikan darimu."

Meskipun merasa bingung dengan pengakuannya, Frank tetap diam dan mendengarkan pengakuan gadis itu dengan sabar.

Frank agak terkejut saat mengetahui Cathy mendekatinya hanya untuk mendapatkan informasi tentang V, dan berusaha mencari jalan untuk bertemu dengan V melalui dirinya.

Walaupun Frank tidak bisa tidak menyembunyikan keterkejutannya, dia sama sekali tidak marah ataupun membenci teman barunya.

"Kau tidak marah?"

"Aku.. tidak tahu apakah aku berhak marah atau tidak. Kalaupun iya, aku tidak marah."

"Kenapa? Seharusnya kau marah karena aku memanfaatkanmu."

"Hmm... aku sama sekali tidak merasa dimanfaatkan. Lagipula aku yakin kedatanganmu disini dan menemani kebosananku sendirian adalah ketulusan dari hatimu. Apakah aku salah? Atau kau tidak suka berteman denganku?"

"Tidak. Itu sama sekali tidak benar." Cathy menjawabnya sambil menggelengkan kepalanya. "Aku suka berteman denganmu. Kau teman mengobrol yang menyenangkan."

"Kalau begitu tidak ada masalah kan?"

Keduanya saling melempar tersenyum ramah. Benar. Mereka baru saling mengenal satu sama lain beberapa minggu lalu, tapi mereka merasa seperti berteman sejak lama.

Karena itu.. untuk yang terakhir kalinya, Cathy akan memberanikan dirinya.

"Ini yang terakhir kalinya. Bisakah kau menyampaikan pesanku pada V?"

"Pesan?"

"Setelah ini aku tidak akan datang lagi untuk menganggumu. Aku tidak akan bersikeras menemui V."

"Tidak masalah asalkan kau juga berjanji padaku."

"Apa?"

"Jangan menggunakan alasan sudah tidak memerlukanku lagi, lalu kau tidak mengunjungi tempat ini lagi. Aku akan marah."

Cathy tertawa renyah mendengar itu. "Tentu saja. Aku pasti akan datang lagi. Lain kali aku akan mengajak adik-adikku. Kali ini kami akan datang sebagai pengunjung."

Frank tersenyum puas mendengar itu. "Baiklah. Katakan, apa pesanmu?"

-

Felicia menatap tak percaya ke arah sahabatnya yang duduk dihadapannya. Felicia sudah memesan masakan kesukaan pria itu, tapi.. jangankan melirik, menyentuh piringnya juga tidak.

Ada apa dengan sahabatnya?

"Hei, jangan bilang padaku kalau kau sedang patah hati?"

Untuk pertama kalinya Vincent bereaksi merespon tebakannya.

"Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Kalau bukan, kenapa kau bersikap seperti ini? Apa kau sedang sakit?"

Felicia menempelkan tangan kanannya ke dahi Vincent, sementara tangan kirinya ke dahinya sendiri.

"Tampaknya kau juga tidak demam."

Vincent menarik lembut tangan Felicia dari dahinya sambil mendesah.

"Pertama, aku tidak sakit. Kedua, aku baik-baik saja. Sungguh. Percayalah."

Felicia tidak bisa mempercayai ucapan Vincent yang menggunakan nada meyakinkan.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau kau bekerja di V collection? Bukan. Kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau kau adalah V?"

Vincent hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya dan mengambil napas panjang sebelum akhirnya mengambil sumpit dan mengambil pangsit basah sebelum akhirnya melahapnya dalam satu suap.

"Tunggu dulu." tiba-tiba Felicia menyadari sesuatu. "Jangan-jangan, selain Frank.. tidak ada yang tahu kalau kau adalah V? Bahkan ibumu dan kak Vanvan juga tidak tahu?"

Vincent hanya menganggukkan kepalanya tanpa berhenti mengunyah dan mengambil pangsit kedua.

Felicia mendecak beberapa kali melihat tingkah laku sahabatnya yang sama sekali tidak peduli dengannya.

Sementara itu ponsel Vincent berdering menandakan ada seseorang yang menghubunginya.

Untuk sejenak Vincent berhenti menikmati hidangannya dan menelan habis isi mulutnya. Setelah meneguk minumannya, barulah dia mengambil ponselnya dari saku celananya.

Saat dia melihat nama di atas layarnya, sebelah alisnya terangkat.

"Siapa?" tanya Felicia penasaran.

Vincent membalikkan ponselnya agar sahabatnya bisa melihat nama yang terpampang di layar dengan jelas.

"Kenapa Benben menghubungimu? Dia bahkan sama sekali tidak menghubungiku seharian ini."

"Kau kan bukan sepupu kesayangannya."

Felicia memutar kedua bola matanya mendengar ini. Meskipun agak kesal tapi dia merasa sedikit lega. Setidaknya sahabatnya telah kembali seperti semula.

"Halo?... Aku sedang makan bersama ma... Felis."

Vincent berpura-pura tidak melihat tatapan yang menusuk dari mata sahabatnya. Nyaris saja dia menyebut macan betina.

"Bantuanku?.. baiklah. Aku akan ke hotelmu sebentar lagi."

Setelah menghabiskan makanannya, Vincent bangkit berdiri untuk membayarnya dan segera menuju ke Star Risen.

"Tunggu! Aku ikut denganmu."

"Baiklah. Tapi kau tidak boleh memberitahu siapa-siapa kalau aku adalah V."

"Kalau aku tidak sengaja memberitahu salah satunya, bagaimana?" Felicia memasang wajah polos sambil mengedipkan kedua matanya berusaha memasang ekspresi imut.

"Aku akan memanggilmu macan betina di depan Benji."

"HEI!!"

Vincent segera berlari menghindari amukan sahabatnya sambil tertawa.