Chereads / My strange marriage / Chapter 2 - The wedding (2)

Chapter 2 - The wedding (2)

(Todi)

Pagi ini Todi terbangun pagi-pagi sekali. Pukul 04.30 dia menunaikan shalat subuh di kamarnya. Hari ini hari terakhir Todi menginap di rumah orang tuanya, dia meminta rumah ayahnya yang letaknya sedikit jauh dari rumah orang tuanya, sebagai hadiah pernikahan. Todi sengaja meminta tinggal terpisah setelah pernikahan dia dengan Laras. Todi mengacak rambutnya kesal, setiap kali mengingat gadis itu. Dia sama sekali tidak membenci calon istrinya itu, tapi dia juga tidak mencintainya. Hati dan jiwanya hanya untuk satu wanita, Sarah.

Pikiran Todi kembali pada enam bulan yang lalu. Bundanya dengan tegas menolak wanita pilihannya. Sarah memang banyak kekurangan. Statusnya sebagai ibu dengan anak dua dan seorang janda, jelas membuat Bundanya langsung menolak dengan keras. Padahal tidak ada yang salah dari Sarah. Terlebih lagi Todi tahu alasan perceraian Sarah murni karena suaminya sering memukulinya, Sarah diam karena suaminya ada seorang pembawa acara yang cukup terkenal. Belum lagi usia Sarah yang terpaut dua tahun lebih tua dibanding dengan usia Todi, menambah ketidaksukaan Bunda kepada wanita cantik itu. Bunda langsung mengultimatum dirinya untuk menyudahi hubungan dengan Sarah, bila tidak Bunda tidak segan-segan untuk menyudahi biaya sekolah spesialis ortopedinya dan tunjangan hidup Todi selama ini. Todi mencoba meyakinkan ayahnya, tapi apa mau dikata, ayahnya tidak sama sekali mendukung pilihan Todi.

"Ridho Allah itu, ridho orang tua nak," nasehat Ayah saat Todi menemuinya kala itu. Nasehat ayah ini yang membuat Todi tidak bisa berkata-kata.

"Penolakan bunda bukan tanpa alasan, kali ini ayah tidak bisa mendukung pilihan kamu, dan harus mendukung Bunda," jelas Ayah lagi.

Ayah Todi adalah seorang dokter, yang juga merupakan direktur rumah sakit, sedari kecil Todi sudah dilimpahi materi yang berkecukupan. Dari kecil sampai sekarang dia berusia 28 tahun, tidak ada satu pun permintaannya yang ditolak oleh Ayah. Baru kali ini Ayah dengan tegas tidak mengabulkan permintaannya.

Satu minggu kemudian, Bunda dengan gencar mengenalkan Todi pada Laras. Ibu Laras adalah sahabat lama Bunda. Gadis manis itu sesungguhnya baik sekali. Laras adalah anak paling bungsu di keluarganya. Ayahnya seorang pengusaha di bidang konstruksi, sedangkan ibunya seorang dokter. Ibu Laras meninggal 4 tahun yang lalu karena kanker payudara. Itu juga kali pertama Todi bertemu dengan Laras. Dia tidak pernah tertarik pada Laras, bagi Todi, Laras hanya seorang adik kecil yang manis. Tapi gadis ternyata ini jauh dari apa yang dipikirkan Todi. Laras sama sekali bukan gadis yang manja, penampilannya juga sangat sederhana. Saat itu Todi sama sekali belum memikirkan untuk menjalin hubungan serius dengan siapapun, apalagi Todi saat itu baru saja menjadi dokter. Dua tahun setelahnya, Todi bertemu dengan Sarah. Wanita cantik yang langsung mencuri hatinya. Awalnya Todi bertemu Sarah saat mereka sama-sama masuk sekolah spesialisasi, Todi mengambil spesialis bedah tulang, sedangkan Sarah mengambil bedah plastik. Di awal sekolah mereka, Todi dan Sarah sering satu grup. Inilah yang membuat mereka semakin lama semakin dekat. Sekitar 3 bulan berteman, Todi langsung mengutarakan cintanya kepada Sarah. Awalnya Sarah menolak, dia masih trauma dengan perceraiannya dulu. Tapi Todi menunjukkan kesungguhannya, sehingga akhirnya Sarah luluh. Todi merasa menyesal, kalau saja dia tahu cerita cintanya dengan Sarah seperti ini, kalau saja pada akhirnya dia kembali mengecewakan Sarah, dia pasti tidak akan mau berpacaran dengan Sarah. Masih lekat diingatan Todi, kejadian saat dia memutuskan Sarah. Sore itu, Todi menjeput Sarah dan mengajak untuk makan malam di sebuah restauran romantis. Sarah sedikit bingung, Todi bukan tipe lelaki romantis yang senang mengajak pacarnya untuk dinner romantis bersama, dia ingin bertanya, tapi Sarah mengurungkan niatnya, khawatir pertanyaannya nanti merusak momen romantis malam ini. Usai menyantap makan malam mereka. Todi menatap Sarah dengan serius, dia sedikit gelisah dan bingung.

"Ada apa sih? Muka kamu itu loh, mau bilang sesuatu ke aku?" tanya Sarah, sepertinya wanita ini menangkap keresahan hati pacarnya. Mereka sudah hampir dua tahun berpacaran, wajar saja Sarah sudah cukup hapal dengan kebiasaan Todi.

"Emm.. Sar, aku rasa kita harus putus," ucapnya pelan, tapi masih terdengar jelas di telinga Sarah.

Wanita itu tidak segera marah, dia menghela napas panjang, lalu menatap lekat lelaki didepannya.

"Kenapa?". Sarah melipat tangannya, menunggu jawaban.

"Orang tua aku tidak setuju, aku ..aku ..sudah dijodohkan dengan seorang gadis, anak sahabat ibuku," jelas Todi, terbata.

"Kamu setuju?" tanya Sarah, wanita itu masih berusaha tenang.

Todi mengangguk pelan,

"Aku terpaksa setuju,".

"Karena?".

"Kalau tidak, aku harus keluar dari sekolah spesialis aku Sar," ucap Todi pelan. Dia tahu, Sarah pasti kecewa. Dia sama sekali belum memperjuangkan hubungannya. Dia mundur saat perang bahkan belum lagi dimulai.

Mata Sarah sedikit membulat. Wanita itu melipat tangannya di atas meja, menunggu penjelasan dari Todi lagi. Hatinya masih berharap pria yang sudah dia cintai selama dua tahun terakhir ini mengubah keputusannya dan kembali memperjuangkan hubungan mereka dihadapan orang tuanya. Tapi tidak ada kata-kata apapun yang keluar dari bibir Todi. Pria itu hanya menundukkan kepalanya.

"Oke, aku rasa kita memang harus putus," ucap Sarah akhirnya.

Todi mengangkat kepalanya, berharap pendengarannya salah.

"Aku kecewa sekali, dan aku rasa lelaki pengecut macam kamu tidak pantas aku berikan hati aku" sambung Sarah, sambil berlalu dari hadapan Todi. Sarah berjalan dengan cepat, setelah menyambar tas tangannya, keluar dari restauran itu. Todi ingin sekali mengejarnya, tapi dia sadar akan semakin sulit bagi dirinya untuk melepas Sarah bila sekarang dia mengejar Sarah.

Tok..tok..

Lamunan Todi terhenti saat mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Boleh Bunda masuk?" ucap Bunda.

"Ya Bun,"

Bunda masuk kedalam dan duduk disamping tempat tidur Todi.

"Sudah sholat?" tanya Bunda lembut, seakan tahu anak semata wayangnya masih kesal padanya.

Todi tidak menjawab hanya mengangguk.

"Kamu masih marah sama Bunda?"

"Entahlah Bun,".

"Bunda ga mungkin pilihkan gadis yang tidak baik.., Laras anak baik Tod.."

"Sarah juga wanita baik-baik Bun," potong Todi, mendadak kesal mendengar kalimat Bundanya.

"Sudah cukup, jangan sebut nama dia lagi, apalagi setelah kamu nikah nanti, Bunda ga mau denger," ucap Bunda dengan tegas.

Todi diam saja. Dia malas berdebat lagi dengan Bundanya. Toh ujung-ujungnya dia tetap akan kalah.

"Ayo kamu siap-siap, jangan sampai terlambat ya," ucap Bunda sebelum keluar dari kamar Todi.

Pagi ini rombongan keluarga Todi sudah berkumpul sekitar pukul 08.00. Akad nikah rencananya akan dilaksanakan pukul 09.00 pagi. Rombongan keluarga Todi dan Laras sudah sampai seluruhnya. Para tamu pun sudah berdatangan, Todi sudah bersiap untuk melakukan ijab kabul bersama dengan ayah Laras dan dua orang saksi pernikahan. Detak jantung Todi mendadak terasa lebih cepat. Ini adalah hari yang paling penting didalam hidupnya, dia akan menikah dengan gadis yang sama sekali tidak dia cintai. Prosesi acara ijab kabul pun dimulai, Laras juga ikut memasuki ruangan tempat ijab kabul. Gadis itu tampak cantik sekali dengan kebaya berwarna putih gading dan polesan riasan yang tidak terlalu berat. Jujur saja Todi sedikit terpana melihatnya, Laras hampir tidak pernah merias wajahnya, tentu saja penampilannya pagi ini cukup membuat Todi pangling.

Prosesi ijab kabul pun dimulai, Todi berhasil melakukannya tanpa kesalahan apapun, Laras mencium tangan Todi setelah acara ijab kabul, Todi mau tidak mau melepas ciuman di kening Laras. Setelah itu mereka menyalami para tamu yang berdatangan. Setelah dua jam, Laras dan Todi kembali beristirahat, berganti baju dan bersiap-siap untuk acara resepsi siang nanti. Mereka berdua saat ini berada disebuah ruangan untuk beristirahat setelah selesai berganti baju, tidak ada siapa-siapa disana selain Todi dan Laras. Todi sengaja memilih untuk duduk dipinggir sofa, cukup jauh dari Laras, dia sengaja menyibukkan dirinya untuk membalas banyak pesan di handphone maupun media sosialnya, tidak sedikit pun Todi memperdulikan keberadaan Laras, walaupun dia sempat melirik ke arah istrinya itu. Laras duduk diam dengan wajah sedikit bingung. Setelah sekitar 10 menit mereka berdua hanya berdiam diri, akhirnya Laras berdiri dan berjalan menuju tempat Todi duduk.

"Mau makan dulu kak?" tanya Laras, malu-malu kepada suaminya. Gadis itu duduk disamping Todi.

Todi mengalihkan pandangan dengan malas ke arah Laras. Dia hanya menggeleng tanpa berkata-kata.

"Enggak lapar? biar sekalian aku ambilin kak Todi," tanyanya lagi, kali ini dibarengi dengan seulas senyuman manis. Tangan kanannya menyentuh lengan kiri Todi. Spontan Todi langsung menarik lengannya dengan kasar, menjauh dari tangan Laras. Sementara Laras tersentak melihat kelakuan Todi, gadis itu langsung menarik tangannya, tubuhnya juga mundur beberapa senti dari tubuh Todi.

"Maaf," ucapnya pelan, nyaris tidak terdengar. Tapi Todi bisa mendengar suara Laras yang bergetar, sepertinya gadis ini hampir menangis.

Ah, cengeng sekali, baru juga seperti itu, sudah mau menangis, ejek Todi dalam hati.

"Aku enggak lapar, kan tadi sudah aku kasih tahu, kamu makan aja sendiri sana!" ucap Todi, ketus.

Laras hanya mengangguk pelan, lalu pergi meninggalkan Todi dengan segera. Todi sengaja membuang pandangannya, tetap sibuk pada ponselnya. Ujung matanya hanya sempat melihat Laras keluar dari ruangan itu. Todi menghela napas, dia tidak tahu apakah perlakuannya pada Laras ini salah atau tidak. Jelas salah, pikirnya lagi, merasa bodoh. Tapi dia jelas kesal, mengapa gadis muda itu dengan senang hati menerima pinangannya dulu, padahal mereka hanya beberapa kali berkencan sebelum menikah hari ini. Itupun Bunda yang mengatur, Todi bahkan tidak perduli, dia bahkan tidak tahu kapan hari ulang tahun istrinya. Saat janji berkencan dulu, Todi juga sering membatalkan sepihak, berharap Laras kecewa dan membatalkan pernikahan mereka, atau minimal menunda sampai Todi punya cukup waktu untuk meyakinkan orang tuanya dengan Sarah. Sialnya, Laras selalu bersikap manis, dia tidak pernah marah, bahkan Laras selalu percaya dengan semua alasan Todi yang sebenarnya hanya karangan saja, sebenarnya Todi malas berkencan dengan Laras. Laras justru sering berbohong kepada Bunda kalau Todi membatalkan kencan mereka, dia bahkan membantu Todi untuk menjelaskan kencan mereka kepada Bunda, padahal itu tidak pernah terjadi. Todi mengacak-acak rambutnya, entah sampai kapan dia akan tahan hidup dengan wanita yang tidak dia cintai sama sekali.

Satu jam berlalu, Todi dan Laras sudah harus berangkat untuk memulai acara resepsi. Laras berdiri kaku disamping Todi, sementara Bunda sudah sibuk mengatur petugas event organizer, dibantu Luna, kakak Laras.

"Todi, kok malah bengong, ayo bawa istri kamu ke mobil, kita harus cepetan berangkat, nanti macet," ucap Bunda sambil memberi sebuah kode kepada putranya untuk mengajak istrinya. Todi melirik Bunda, ibunya langsung memberikan kode lagi, mengarah ke Laras, yang kiri tertunduk diam sambil menggenggam kedua tangannya, wajahnya terlihat sedih. Todi berjalan dengan malas ke arah istrinya.

"Ayo," ajaknya singkat sambil berlalu. Laras mengikutinya dari belakang.

"Digandeng dong Tod, Laras pake high heels itu, susah jalannya." ujar Bunda lagi, kesal melihat tingkah Todi.

Todi menghentikan langkahnya, berbalik melihat istrinya yang masih tertunduk, lalu menarik tangan Laras, mengajaknya untuk berjalan bersama. Baru beberapa langkah mereka berlalu dari hadapan Bunda, Laras melepaskan genggaman tangannya dari tangan Todi.

"Enggak apa, aku bisa sendiri," ucapnya cepat, lalu mulai berjalan cepat. Todi cukup terkejut melihat reaksi Laras, hanya beberapa detik, selanjutnya dia tidak perduli. Terserah, pikirnya.

Mereka berdua masuk kembali ke mobil Mercedes hitam, Pak Yadi sudah stand by didalam. Sekitar 15 menit, mereka sampai ke sebuah hotel mewah bintang 5 tempat resepsi mereka. Bunda sengaja memilih hotel mewah ini. Todi keluar duluan, dia mau tak mau membantu Laras keluar dari mobil. Laras dengan ragu menyambut tangannya, mereka pun berjalan bergandengan menuju pelaminan. Todi melihat hampir semua temannya hadir disini. Hanya satu yang dia khawatirnya, kehadiran Sarah. Dia jelas mengundang Sarah, tapi berharap wanita cantik itu tidak datang. Todi tidak mau menyakiti hati Sarah lagi.

Harapan Todi tidak terwujud. Satu jam setelah acara resepsi berlangsung, mata Todi menangkap sosok Sarah dari kerumunan tamu yang hadir. Dia cantik sekali, Todi tidak lepas memandangnya. Sarah naik ke atas pelaminan, matanya terlihat berkaca-kaca, tapi dia tetap memberikan seulas senyuman. Sarah menyalam Todi sambil mengucapkan selamat. Todi merasakan debaran jantung yang tidak beraturan saat menyentuh tangan Sarah, dia menggenggam tangan halus itu, mungkin ini terakhir kalinya dia bisa menyentuh tangan itu, air matanya hampir jatuh, sekuat tenaga dia menahan. Sarah melepaskan tangannya, beralih ke Laras. Lalu berlalu setelah menyalami kedua orang tua Todi. Bunda terlihat kesal saat menyadari Sarah datang, tapi Bunda tetap memberikan senyumannya. Tatapan mata Todi tidak lepas memperhatikan pujaan hatinya. Dia tidak memperdulikan tatapan serta dengusan kesal dari Laras. Pikirannya hanya tertuju pada Sarah seorang. Kalau dia boleh memilih, ingin rasanya Todi berlari kabur dari pelaminan saat ini juga.