(Laras)
"Selamat ya," ucap seorang wanita cantik, dia menyalami pengantin pria dengan senyuman yang dipaksakan, matanya menatap sang pengantin pria dengan mata nyaris berkaca-kaca.
Sang pengantin pria pun tidak mau kalah menunjukkan wajah sedihnya. Mulutnya terbuka, tapi tidak ada kata yang keluar dari sana. Ekspresinya sedikit terkejut, tapi ada sedih yang mendalam di tatap matanya. Todi, nama sang mempelai pria itu, akhirnya mencoba membalas senyuman wanita didepannya, Sarah, yang sebenarnya adalah mantan pacarnya, dengan susah payah. Todi mengulurkan tangannya membalas uluran tangan Sarah yang sedang memberi selamat.
Laras melirik suaminya, yang baru tiga jam menikahinya, dengan perasaan bercampur aduk. Ada kesal, benci, bingung, sedih, dan yang pasti dia cemburu, atau tepatnya cemburu buta. Dadanya terasa berpacu dengan cepat, debar jantungnya tidak menentu. Ingin rasanya dia menghardik dan memaki wanita cantik didepannya untuk segera pergi, kalau saja saat ini dia tidak sedang berdiri di pelaminan dan kalau saja kakak perempuannya, Luna, tidak sedang menatapnya dengan tatapan tajam, seolah memberinya isyarat untuk tidak melakukan tindakan bodoh yang membuat dirinya dan keluarganya malu. Lara hanya mendengus kesal, pandangannya tidak lepas dari mantan dua sejoli didepannya, dia berusaha mengatur ekspresinya setenang mungkin, menyingkirkan wajah cemburunya. Percuma, pikirnya, dia tahu benar hanya Sarah yang ada di hati dan pikiran Todi saat ini, bahkan saat dia sudah sah menjadi suami Laras, rasanya Todi masih tetap memikirkan Sarah.
Todi masih menggenggam tangan Sarah, seolah tidak mau melepas tangan mungil Sarah dari genggamannya, mereka masih saling bertatapan. Beruntung Sarah mengerti posisinya, atau mungkin dia mendengar beberapa dengusan kesal dari istri mantan pacarnya, Sarah langsung menarik tangannya, memalingkan pandangannya dan berjalan menuju Laras sambil tersenyum semanis mungkin.
"Selamat ya, aku titip Todi, jaga dia baik-baik, aku turut bahagia untuk pernikahan kalian berdua," ucapnSarah, suaranya terdengar bergetar, matanya sedikit berkaca-kaca, tapi wanita cantik itu tetap memberikan senyuman yang tulus kepada Laras. Entahlah, tapi Laras seperti melihat ketulusan di mata Laras saat mengatakan kata-kata itu. Jauh di lubuk hati Laras, dia sebenarnya merasa kasihan dengan wanita cantik ini. Lara hanya mengangguk sambil memaksakan seulas senyuman yang dibuatnya semanis mungkin di wajahnya. Dia menyambut uluran tangan Sarah dengan sedikit ragu. Sarah tersenyum, tapi wajahnya tetap memancarkan kesedihan yang dalam. Laras menatap lekat "rival" nya itu. Wanita ini cantik sekali,pikirnya. Ya, bila dibanding dengan Laras, jelas Sarah jauh lebih cantik. Saat ini saja, Sarah mengenakan dress sederhana berwarna peach diatas lutut, dengan riasan tipis seadanya, rambut hitam lurusnya, dia gerai dengan natural, tapi dia terlihat cantik sekali. Usia Sarah jauh lebih tua bila dibanding Lara, tapi dengan penampilannya saat ini, rasanya tidak ada yang menyangka Sarah sudah berusia 30 tahun, sedangkan Laras masih berusia 22 tahun. Sarah jelas pantas bersanding dengan Todi. Pria berusia 28 tahun itu memang terlihat gagah. Tingginya sekitar 180an cm, berbadan kekar dan berkulit cokelat, ditambah dengan jambang tipis yang menghiasi wajahnya, jelas menambah pesona Todi.
Laras tidak tahu mengenai kisah cinta mereka, yang dia tahu, orang tua Todi menolaknya mentah-mentah. Sarah adalah seorang dokter yang sudah bercerai, dia mempunyai dua anak dari pernikahan terdahulunya dengan seorang pembawa acara yang cukup terkenal di televisi. Status Sarah yang seorang janda, ditambah usianya yang terpaut dua tahun lebih tua, jelas membuat ibu Todi langsung memberikan lampu merah kepada hubungan Sarah dan Todi. Ibu Todi juga buru-buru menjodohkan anaknya dengan anak sahabat suaminya, Laras.
Sewaktu kecil Laras pernah mengenal Todi, orang tua mereka memang bersahabat, ibu Laras adalah sahabat ibunda Todi dari SMP, tapi sudah lama sekali sejak mereka berdua bertemu. Terakhir, Laras bertemu Todi, saat Ibunda Laras meninggal dunia, tepat saat Lara masih duduk di kelas 3 SMA, sekitar 4 tahun yang lalu, saat itu Todi baru lulus dari fakultas kedokteran. Todi menemani orang tuanya melayat ke rumah Laras Itu saat pertama Lara mulai tertarik dengan Todi. Todi juga yang membuat Lara, yang awalnya sudah mengubur rapat-rapat hasratnya untuk menjadi dokter menjadi berubah. Laras mati-matian masuk ke fakultas kedokteran, agar dia bisa bertemu Todi lagi.
Harapan Laras untuk mengejar Todi sempat meredup, saat dia mengetahui kalau Todi sudah punya kekasih, yaitu Sarah, tapi siapa sangka, justru keberuntungan ada dipihak Laras. Tiba-tiba saja enam bulan yang lalu, keluarga Todi melamarnya. Ayahnya langsung menerima pinangan keluarga Todi, pernikahan pun langsung dilaksanakan enam bulan kemudian. Selama enam bulan dua keluarga ini mempersiapkan pernikahan, Laras dan Todi hanya bertemu beberapa kali saja, itu pun kebanyakkan untuk urusan pernikahan mereka seperti saat mengambil foto prewedding, mencoba katering acara resepsi, meninjau venue resepsi dan fitting baju pernikahan. Sisanya, Todi hanya sempat dua kali mengajaknya untuk berkencan.
"Sekali lagi, selamat ya," ucap Sarah lagi sebelum meninggalkan pelaminan. Ucapan Sarah sontak menyadarkan lamunan Laras.
"Iya, terimakasih ya dok," balas Laras, sedikit kaku, dia gugup, mencoba membuat sebuah senyuman di wajahnya dengan terpaksa.
Sarah mengangguk dan berlalu dari hadapan Laras. Laras melirik Todi, pria itu masih menatap lekat ke arah Sarah. Perasaan cemburu kembali menghinggapi hati Laras.
Ya, aku cemburu, sangat cemburu, gumam Laras dalam hati. Dia hanya menunduk saja, menyembunyikan wajah kesalnya sedalam mungkin.
"Harusnya dia tidak datang," gumamnya pelan, sambil mendengus kesal. Berharap Todi tidak mendengarnya.
"Apa?" tanya Todi pelan. Laras tersentak.
"Bukan apa-apa," jawabnya cepat, mengulas senyuman kecil untuk membohongi pria yang sudah menjadi suaminya itu.
Mereka berdua kembali pada kegiatan menyalami tamu-tamu undangan mereka, yang sebagian besar tidak Laras kenal. Sepuluh menit kemudian, Laras mendapati sahabat-sahabatnya ada di ujung pelaminan, wajahnya langsung bahagia, matanya berbinar-binar. Dia nyaris saja melompat-lompat gembira, tapi pandangan Luna kembali membuatnya mengurungkan tindakannya, bisa-bisa dia kena semprot kakak perempuannya yang galaknya bukan main itu, pikirnya.
Laras hanya melambaikan tangan kepada kelima sahabatnya itu. Ada Dina, Rika, Shahnaz, Ameera dan Imel disana yang sudah berjalan dengan heboh menuju pasangan pengantin.
"Selamat ya dok," sahut mereka bergantian sedikit cengengesan. Todi membalas dengan tersenyum kaku sambil bergantian menyalami gadis-gadis, sahabat istrinya ini.
"Larasss!!!" teriak mereka dengan semangat. Dengan serempak mereka memeluk Laras dengan erat, membuat Laras, sedikit sulit untuk bernapas.
"Eh, kita foto dulu," sahut Ameera, yang sudah siap dengan ponsel keluaran model terbaru miliknya, yang dilengkapi kamera paling bagus. Keempat gadis lainnya, menyambut ide Ameera dengan semangat, mengatur posisi mengelilingi Laras, mencoba mengambil pose terbagus dengan berbagai macam gaya. Laras meringis sedikit malu dengan kelakuan mirip ABG sahabat-sahabatnya, tapi dia merasa senang disana.
"Dasar bocah" ucap Todi. Laras melirik suaminya itu, wajahnya kesal. Laras menelan ludah, sedikit khawatir melihat ekspresi kesal Todi.
"Ssssttt..udah ah, kita minta langsung difoto sama fotografer langsung aja ya, ga enak selfie-selfie di pelaminan" bisik Laras, mencoba menghentikan tingkah sahabat-sahabatnya.
Beruntung, kelima anak gadis ini langsung menghentikan aksinya. Laras langsung memberi kode kepada fotografer didepannya untuk mengambil gambar. Seorang petugas event organizer pernikahan mereka juga langsung menghentikan sebentar tamu yang mengantri untuk menyalami pengantin, saat melihat kode Laras. Kelima gadis itu langsung mengambil posisi diantara Laras dan Todi untuk bersiap difoto. Setelah dua pose, akhirnya mereka meninggalkan pelaminan.
Dua jam berlalu, akhirnya prosesi resepsi pernikahan Laras dan Todi, berakhir. Tamu-tamu sudah pulang satu per satu, menyisakan keluarga inti dari pihak Todi dan Laras saja. Laras duduk, sambil memukul-mukul betisnya, dia merasa paha dan betisnya berdenyut nyeri, hampir tiga jam nonstop dia berdiri dengan menggunakan sepatu bertumit cukup tinggi. Menurut Luna, Laras harus mengenakan sepatu bertumit tinggi untuk menyamakan tinggi badan Laras yang hanya 156 cm dengan tinggi badan Todi yang 180 cm. Laras setuju saja, seandainya dia tahu kalau sepatunya itu sama sekali tidak nyaman, dia pasti menolak ide kakaknya itu.
Todi hanya melirik sekilas kearah Laras, yang masih sibuk memijit kedua betisnya. Laras menangkap lirikan Todi, tapi pria itu langsung membuang pandangannya. Laras sedih melihat reaksi Todi. Dia langsung berdiri, tidak nyaman berlama-lama dengan suaminya, menuju deretan meja yang sudah penuh dengan keluarga dari dia dan Todi. Saat berdiri, Laras merasakan kepalanya sedikit ringan, pandangannya sedikit berkunang-kunang. Dia baru sadar, terakhir kali dia makan saat pukul 6 pagi, sesaat sebelum dia di rias untuk acara prosesi akad nikah, itu pun hanya dua lembar roti bakar, siang ini sudah hampir pukul 3, pantas saja dia merasa seperti ini. Laras berjalan dengan terhuyung-huyung, belum lagi sepatu tumit tingginya, membuat Laras nyaris terjatuh. Sebuah tangan menangkap lengannya, memeganginya dengan sigap. Laras mengalihkan pandangannya, ada Todi yang saat ini sudah berada disamping Laras.
"Hati-hati," ucap Todi dingin, menyuruh Laras untuk kembali duduk di kursi pelaminan dan melepas sepatunya. Pria itu langsung memanggil petugas event organizer pernikahan mereka, memberi instruksi untuk membawakan Laras sepasang sendal jepit. Setelah itu, Todi berlalu turun dari pelaminan, meninggalkan Laras seorang diri, dia menuju meja keluarganya.
Petugas EO langsung menghampiri Laras, yang terduduk sendiri, membantu mengganti sepatu Laras dengan sepasang sendal jepit yang nyaman. Laras mengucapkan terimakasih kepada petugas itu, dia ikut bergabung bersama keluarganya sambil meminta pelayan untuk membawakan makanan untuknya.
"Todi, sini dong, kenapa duduknya jauh banget, bareng dong nak, sama istri kamu, kok jauh-jauhan begitu," Tante Mirna, ibu Todi, memanggil anaknya. Wanita cantik paruh baya itu langsung memberi kode, perintah untuk Todi segera beranjak dan duduk disamping Laras. Laras hanya tersenyum melihat kebaikan hati mertuanya itu. Dengan malas Todi berdiri dari duduknya, berjalan kearah meja tempat Laras duduk, dan mengambil tempat disamping Laras. Seorang pelayan datang dengan sepiring makanan, sesuai permintaan Laras.Sambil menyantap makanannya, Laras sesekali melirik suaminya. Pria itu tetap dingin, dia tidak sama sekali mencoba berbicara dengan Laras, Todi lebih sibuk bercakap-cakap dengan saudara-saudaranya. Laras tersenyum kecut melihat tingkah Todi sambil menghela napas panjang. Sabar Laras, ini baru hari pertama, batinnya, berusaha menghibur dirinya sendiri. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi di hari-hari berikutnya nanti, tapi dia sadar pernikahannya ini hanya berisi cinta sepihak dari dirinya kepada Todi, tapi tidak sebaliknya.