Chapter 24 - Perjodohan

"Dari tubuhmu yang memancarkan aura sinar kuning, pasti engkau salah satu cucu keturunan Paman Akuwu Kuning dari Grobogan. Kalau aku tidak salah duga, engkau pastilah Raden Kuning yang pernah jadi perbincangan karena lebih memilih jadi prajurit biasa ketimbang jabatan Senopati Kerajaan Demak. Mengapa engkau masuk ke wilayah Tuban mengendap-endap seperti pencuri?" Suara Raden Haryo Balewot menjadi penegasan bagi semua yang ada di sana jika pria di hadapannya ini memiliki hubungan kekerabatan dengan Keraton Tuban.

"Sendiko dawuh Gusti, hamba bersalah dan siap menerima hukuman dari Pamanda Adipati," suaranya pelan. Ia masih bersujud di hadapan Raden Haryo Balewot.

"Bangkitlah kau, anakku. Sepertinya memang kita perlu bicara tentang masa depan keluarga Keraton Djipang. Sekar Tanjung, berikan rasa hormatmu kepada kang mas-mu, Raden Kuning!"

"Terimakasih, Paman." Raden Kuning bangkit dari sujudnya. Paman dan keponakan yang dipisahkan oleh konflik kerajaan Demak itu saling berpelukan. Pangeran Sekar Tanjung dan semua yang melihat kejadian itu baru menyadari jika ada hubungan kekerabatan yang dekat diantara dua laki-laki gagah perkasa tersebut.

"Salam hormat, Yang Mulia Adipati. Hamba Wuwu, keponakanmu menghaturkan sembah." Tiba-tiba Putri Retno Wulan sudah berada di hadapan Adipati Haryo Balewot.

"Aih, aih. Ternyata hari ini aku kedatangan kerabat-kerabat dari jauh. Apa khabar orangtuamu, anakku?"

"Alhamdulillah Yang Mulia, ayah dan ibu dalam keadaan sehat dan mereka menitipkan salam untukmu. Maafkan aku yang belum menghadap Pamanda tapi langsung menghadap Eyang Kyai. Maafkan aku juga yang membawa Kakang Wirayudha menghadap Eyang Kyai terlebih dahulu."

"Wah wah. Rupanya kalian berdua sudah saling kenal. Ayolah kita berbincang di Pesanggrahan." Ajakan Raden Haryo Balewot itu menjadi perintah bagi semua yang hadir di sana. Mereka pun melangkahkan kaki mengikuti ke mana Raden Haryo Balewot menuju. Soka Lulung menuntut kuda tunggangan Raden Haryo Balewot.

Di Pesanggrahan Kawedar, Eyang Kyai ternyata tidak bersedia untuk ditemui. Para santri di pesanggrahan itu mempersiapkan minuman dan kue penganan di salah satu ruangan di pesanggrahan itu. Raden Haryo Balewot mengambil inisiatif obrolan dengan menjelaskan pertemuan dirinya dengan si Tua Buta Agam yang mendapat amanah menyerahkan keris Kyai Layon dan cerita tentang pertarungan Pangeran Sekar Tanjung dengan Bujang Jawa dan Punggawa Tuan. Raden Kuning mendengarkan semuanya dengan seksama.

Raden Haryo Balewot juga menceritakan tentang perintah Sultan Hadiwijaya untuk menangkap hidup atau mati Pangeran Arya Mataram. Untuk itu prajurit Pajang telah membuat berita palsu dengan mengutus telik sandi. Tujuannya adalah menggiring kapal Jung agar menghindari wilayah perairan Tuban.

"Kapal Jung keraton Djipang akan dikaramkan di kawasan Trucuk. Lima ratus prajurit Pajang telah siaga di Trucuk. Dimana Kang Mas Arya Mataram sekarang, keponakanku?" Raden Haryo Balewot melontarkan pertanyaan kepada Raden Kuning.

"Kanjeng Gusti Pangeran Arya Mataram dan keluarganya ada di tempat yang aman, Yang Mulia. Kedatangan hamba ke wilayah Tuban ini juga untuk memastikan apakah Keraton Tuban ini masih memandang Keraton Djipang sebagai keluarga." Raden Kuning menekan suaranya sebagai pertanda bahwa pertanyaan yang baru saja dilontarkan adalah menyangkut hubungan Tuban dan Djipang di masa depan dan menyangkut hidup mati mereka.

Raden Haryo Balewot menarik nafas panjang. Hubungan antara Tuban dan Djipang memang sangatlah erat. Kedua wilayah itu disatukan oleh Kerajaan Demak. Di masa awal perjuangan Raden Fatah mendirikan kerajaan Demak, Adipati Tuban Tumenggung Wilaktika banyak sekali memberikan bantuan dan ikut menggempur sisa kekuatan Kerajaan Majapahit.

Hubungan itu dipererat lagi oleh kekerabatan dengan Aisyah Wulandari yang bergelar Putri Kuning, istri dari Pangeran Arya Mataram. Putri Kuning adalah putri keturunan Tionghoa anak dari Akuwu Kuning di Grobogan dengan putri peranakan Jawa Tionghoa. Sejak kecil Putri Kuning dikirimkan oleh ayahnya untuk mengenyam pendidikan di Keraton Tuban. Ayah Raden Haryo Balewot, Kyai Ageng Batabang yang kala itu belum memiliki anak perempuan mengangkat Putri Kuning sebagai anak.

Tak sampai disitu, untuk mempererat hubungan antara Tuban dan Djipang, Kyai Ageng Batabang menjodohkan Putri Kuning dengan Pangeran Arya Mataram. Mereka berdua menjadi simbol perekat keraton Tuban dan Djipang.

Dengan begitu status hubungan kekerabatan Raden Haryo Balewot dengan Pangeran Arya Mataram adalah kakak-beradik. Ini mengingat Putri Kuning adalah saudara angkat Raden Haryo Balewot.

Raden Kuning sendiri merupakan keponakan dari Putri Kuning Aisyah Wulandari. Nama lengkapnya adalah Wirayudha Tungul Ulung. Sejak kecil dirinya sudah belajar ilmu kanuragan dengan berguru kepada Raden Aryo Penangsang, dan Pangeran Arya Mataram di Djipang. Ayahnya adalah adik dari Putri Kuning, sedangkan ibunya adalah kerabat keraton Djipang.

Ketika Kerajaan Demak dipindahkan ke Djipang, Raden Kuning sempat menjadi buah bibir di kerajaan Demak karena menolak jabatan senopati. Yang menghebohkan lagi Raden Kuning lebih memilih menjadi prajurit biasa. Padahal dengan kesaktiannya, ia lebih pantas untuk menjadi senopati Demak.

Dalam statusnya sebagai prajurit biasa, ia ditugaskan sebagai pengawal khusus kerajaan yang bertugas mengawal pamannya sendiri, Pangeran Arya Mataram. Mengingat hubungan kekerabatan mereka, tak heran jika Raden Balewot memanggilnya keponakan.

"Pertanyaanmu inilah yang sebenarnya membuat diriku tak nyenyak tidur. Tadi aku sudah berjanji kepada teman-temanmu, jika kalian bisa mengalahkan anakku Pangeran Sekar Tanjung aku bersedia untuk berunding. Janji itu harus kutunaikan. Sekarang engkau mewakili Keraton Djipang berunding denganku. Semua permintaan kalian akan aku penuhi, kapal kalian akan kujamin keamanannya saat melintas di perairan Tuban. Bahkan kalau perlu aku sendiri yang akan mengawalnya hingga ke laut Jawa."

Suara Raden Balewot terdengar berwibawa. Ia nampak menarik nafasnya dan untuk sesaat sempat melirik ke arah keponakannya, Putri Retno Wulan.

"Tetapi ada tambahan syarat dariku. Aku minta engkau mempererat hubungan kekerabatan kita. Nikahilah, keponakanku, Putri Retno Wulan!"

(Bersambung)