Pangeran Sekar Tanjung terkejut. Saat beradu pukulan, tenaganya amblas seperti memukul kapas. Belum berkurang rasa terkejutnya, Pangeran Sekar Tanjung semakin terlonjak kaget. Tenaganya seperti tersedot dan kedua tangannya yang masih menempel tangan lawan, tak dapat ditarik mundur.
Tenaganya tersedot terus mengalir ke tubuh lawan. Jika dibiarkan, maka tentunya ia akan celaka. Pangeran Sekar Tanjung pucat pasi. Dalam keputusasaannya itu, Pangeran Sekar Tanjung baru menyadari jika orang yang beradu pukulan dengannya bukanlah Punggawa Tuan. Pria itu berbaju Surjan dan berbelangkon. Warna kulitnya kuning langsat dan ia berparas tampan.
"Aih... Jurus siluman apa yang engkau gunakan orang asing. Aku tak punya urusan denganmu, tetapi mengapa engkau ikut campur?" Pangeran Sekar Tanjung bertanya kepada lawannya. Semua yang menonton pertarungan ini tidak mengerti apa yang terjadi. Yang mereka lihat saat ini wajah Pangeran Sekar Tanjung berkeringat dingin.
"Kita tentunya ada urusan denganmu, Pangeran. Aku juga prajurit Djipang, sebagaimana kedua temanku yang engkau ajak adu kepandaian!"
"Ah... Ternyata prajurit Djipang adalah kumpulan orang-orang berkepandaian tinggi. Aku menerima kalah darimu, orang muda."
Pernyataan tanpa tedeng aling-aling itu membuat kaget Bujang Jawa dan Punggawa Tuan. Bagaimana pun tak terlintas di pikiran mereka jika Pangeran yang terlihat jumawa tersebut mau secepat ini mengaku kalah. Dalam hatinya kedua prajurit Djipang itu memuji kejujuran dan sikap ksatria lawan.
"Subhanallah, pangeran. Engkau seorang ksatria sejati. Dalam usiamu yang masih muda, kepandaianmu sudah setinggi ini. Terimalah salamku hormatku. Jika saja aku tak mendapat petunjuk dari Eyang Kyai, belum tentu aku bisa mengalahkanmu." Seketika lepaslah kedua tangan yang tadinya saling menempel itu.
Ya, orang yang tiba-tiba menerima pukulan Glagah Maruta itu ternyata Raden Kuning. Sejak bangun dari mati surinya di petilasan Pesanggrahan Kawedar, tenaganya meningkat tujuh kali lipat. Pasca melatih tenaga murni Kawedar, tubuhnya kini memendarkan cahaya kekuning-kuningan. Ia telah berhasil memecahkan misteri Kidung Suluk Kawedar. Tak tanggung-tanggung, yang memberi petunjuknya itu adalah manusia sufi, Eyang Guru Kyai.
Berkat latihannya selama tiga hari tiga malam, tenaga murninya telah menyatu dengan jurus-jurus Sangkan Paraning Dumadi. Tak ada yang bisa menyamai kemampuan Raden Kuning dalam berlatih tenaga Kawedar. Hanya dalam waktu tiga hari, ia telah menguasai tenaga Kawedar dengan sempurna. Anehnya tenaga barunya itu seolah menyatu dengan jurus-jurus sakti Sangkan Paraning Dumadi. Meskipun jurus itu baru dikuasainya separuhnya, tetapi akibat peningkatan tenaga murninya, kekuatan jurus itu juga meningkat tujuh kali lipat.
Ya, Raden Kuning baru menguasai enam dari sebelas jurus Sangkan Paraning Dumadi. Tadi ia baru saja mengeluarkan jurus kelima yaitu ujaran "bumi" saat menerima pukulan Glagah Maruta yang ganas. Akibat beradunya dua ilmu langka itu, tenaga Pangeran Sekar Tanjung amblas tersedot ke dalam pusaran tenaga Raden Kuning.
"Terimakasih kuhaturkan buatmu prajurit Djipang, engkau telah memberi petunjuk kepadaku. Kekalahanku ini membuat aku sadar jika di atas langit ada langit." Suara Pangeran Sekar Tanjung terdengar tulus.
Sikap saling puji di antara keduanya semakin menunjukkan jiwa ksatria orang-orang pilihan tersebut. Selanjutnya Raden Kuning menjura ke seluruh orang yang ada di pinggir arena. Ketika tatapannya tertumbuk pada seorang pria berkumis lebat dan memakai lencana keraton Tuban, Raden Kuning tiba-tiba langsung bersujud di depan orang tua itu.
Ya, ia memberi hormat kepada Adipati Tuban, Kanjeng Gusti Raden Haryo Balewot seolah ia bagian dari masyarakat Kadipaten Tuban.
Semua yang ada di sana terpana. Bagaimana mungkin Raden Kuning yang masih terhitung seorang prajurit pilih tanding berilmu tinggi sudi menjatuhkan diri bersujud di depan seorang adipati. Mereka yang hadir dibuat penasaran oleh sikap Raden Kuning yang begitu berkhidmat dengan Raden Haryo Balewot.
(Bersambung)