"Mas Ryan.." ucapku terkejut
"Aris?? Siapa yang kau bilang masih mencintai Aris? Lena???" ucap Ryan dengan nada tidak senang
"Sayang, apa itu benar?? Kau masih mencintainya?" tanya Ryan sambil mencoba menahan amarahnya saat itu
"Bukan Yan. Ini cuma perspektif gw doang. Gw bilang kalau Lena masih ada rasa khawatir dan peduli sama Aris berarti dia.." Roy berusaha menjelaskan
"Cukuupp..!! Gw gak butuh penjelasan lw disini. Yang gw tanya itu Lena." ucap Ryan membentak
Saat itu aku begitu panik dan takut. Hingga kemudian aku pun memilih menjawab
"Gak Mas. Aku gak mungkin mencintai Aris. Suamiku itu kamu, jadi bagaimana bisa aku mencintai orang lain.."
"Apa kau yakin dengan apa yang barusan kau katakan, hah?" kali ini Ryan terlihat benar-benar seperti akan meledak
"Kalau begitu kau buktikan sekarang.." ucap Ryan kembali
Kemudian Ryan, dia manarikku dengan menyeretku untuk pergi ke unit Aris.
"Aku ingin kau buktikan padaku sekarang bahwa kau memang tidak mencintainya. Katakan hal itu didepan Aris. Katakan padanya kau memang tidak mencintainya sama sekali.. Kau membencinya.. bahkan lebih dari apapun. Katakan kau tidak ingin melihatnya lagi seumur hidupmu dan suruh dia jangan pernah muncul kembali dihadapanmu.." ucap Ryan emosional menggebu-gebu
Saat itu, entah kenapa.. tiba-tiba air mataku ini mengalir dengan sendirinya. Aku begitu sedih, hingga kemudian menangis terisak disana.
"Kenapa malah menangis?" ucap Ryan marah
"Kau pikir dengan menangis maka aku akan percaya padamu? Munafik..!!" ucap Ryan emosi
Namun saat itu, tiba-tiba saja pintu unit 702 tempat Aris itu terbuka dan Aris ada disana. Kemudian aku,
"Aku membencimu Aris.. Aku tidak mau bertemu denganmu seumur hidupku.. Dan kau, jangan pernah berpikir untuk muncul kembali dihadapanku karena aku tidak akan pernah mau menemuimu lagi.." ucapku terbata-bata sambil menangis. Selesai aku mengatakan semua hal itu pada Aris, kemudian aku langsung pergi masuk ke unitku.
Didalam kamar, aku memilih untuk menangis sepuas-puasnya untuk melepaskan semua emosiku itu. Aku benci diriku.. Sikapku yang plin plan itu.. (yang masih saja bisa memikirkan Aris, padahal aku telah menjadi istri Ryan).
Tetapi, yang membuat diriku sangat sedih adalah ketika aku harus mengatakan semua itu didepan Aris. Kasar sekali.. Padahal Aris tidak melakukan apapun padaku. Malah dia terlihat khawatir dan ingin menolongku saat itu.. tapi kenapa aku harus mengatakan semua kata-kata kejam itu padanya.. pikirku dalam hati masih sambil menagis.
Saat itu, aku terus saja menagis didalam kamar, sementara disana Ryan dan Aris
"Kau sudah mendengarnya dengan jelas bukan. Lena sangat membencimu. Jadi buang semua jauh-jauh sifat sok perhatian dan pedulimu itu. Jangan pernah muncul dihadapannya lagi. Apa kau mengerti Aris?" ucap Ryan merasa puas sambil sedikit menyunggingkan senyumnya. Dan dia pun kemudian kembali ke unit kami.
Sementara disisi lain, Aris.. dia terlihat masih mematung disana. Dia terdiam tanpa ekspresi. Entahlah.. tidak ada yang bisa membaca ekspresinya saat itu. Yang aku tahu, dia mungkin terluka. Selain itu, aku juga sempat melihat punggung telapak tangan kanannya itu terbalut perban dan obat merah. Bagaimana bisa? Bukankah tadi dia yang menghajar Roy menggunakan tangannya. Masa tangannya bisa terluka karena hal itu.
Saat diapartemen kami, begitu Ryan memasuki kamar, dia melihatku masih menangis disana. Kemudian,
"Sayang Maafin aku.." ucapnya tiba-tiba ramah
Saat itu aku memilih terdiam, tidak menjawabnya. Ryan kemudian mendekat.. dan begitu tangannya menyentuh tubuhku, aku langsung menghindarinya dan segera bangkit dari kasur dan pergi keluar kamar. Ryan terus mengekoriku sampai akhirnya aku pun kemudian masuk kedalam kamar mandi dan mengurung diriku disana.
Seolah tidak menyerah, Ryan masih terus saja berusaha membujukku.
"Sayang.. Aku minta Maaf!" ucap Ryan sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mandinya.
"Maafin aku kalau aku tadi udah kasar sama kamu. Aku tadi hanya emosi, tiba-tiba saja aku mendengar kamu masih mencintai Aris. Aku tidak suka.. Aku kesal.. Aku kecewa sama kamu.."
"Walaupun hatiku berusaha meyakinkan bahwa semua itu tidak benar, tetapi aku tetap saja tidak bisa menerimanya. Emosiku memuncak dan akhirnya aku pun melakukan semua hal itu ke kamu.."
"Maafin aku Sayang.. Aku gak ada niatan buat kasarin kamu. Aku cuma mau kamu buktiin ke aku bahwa ucapanmu itu memang benar.."
Bosan mendengar semua penjelasan darinya, akhirnya aku pun memilih untuk menyalakan air shower. Namun suara ketukan pintu Ryan masih terdengar samar.
Setengah jam bahkan hampir satu jam lebih aku masih berada didalam sana, membuat Ryan yang tidak sabaran itu kembali mengetuk keras pintunya.
"Sayang, kalau kamu gak mau buka pintunya.. jangan salahin aku kalau aku dobrak pintunya nanti.."
"Sayang.." ucap Ryan kembali dengan suara keras sambil mengetuk-ngetuk pintunya
Dan tanpa berpikir panjang, kemudian Ryan, dia langsung mendobrak pintu kamar mandinya itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat aku yang sudah terkujur lemas pingsan dengan pakaian yang basah di lantai kamar mandi.
"Sayang.. bangun Sayang.. Bangun.." ucapnya panik sambil menepuk-nepuk pipiku.
Saat itu begitu Ryan menyentuh tubuhku, rasanya dingin. Dengan segera dia kemudian membawaku ke kamar sambil berusaha menghangatkan tubuhku. Pertama-tama dia membuka bajuku dan menggantinya dengan pakaian kering. Kemudian dia terlihat menaruh minyak kayu putih di telapak tangan dan kakiku yang masih dingin itu, sambil berusaha menghubungi dokter untuk datang ke apartemen kami.
Ryan.. dia terlihat sangat cemas saat itu. Dia terus memegang tanganku sambil memanggil-manggil namaku agar aku bisa bangun (sadar). Ryan sangat merasa bersalah, dia menyesali perbuatannya. Dia terlihat menitikkan air matanya saat itu.
Selang setengah jaman berlalu, akhirnya dokter tiba. Dokter tersebut kemudian memeriksakan keadaanku.
"Tensi pasien rendah, pantas saja dia pingsan.." ucap dokter tersebut
"Apa pasien rutin meminum vitaminnya?" tanyanya kembali pada Ryan
Saat itu Ryan, dia terlihat baru menyadari bahwa selama ini dirinya kurang memperhatikanku. Dia bahkan tidak tahu apakah aku makan dengan teratur, menjaga kesehatanku, dan meminum semua vitaminku. Selama ini dia hanya fokus mengurusi masalah pekerjaannya saja.. pikirnya merasa bersalah.
Kemudian dokter tersebut kembali berkata,
"Aku akan meresepkan vitamin dan juga beberapa obat untuk menaikkan tensinya.."
"Untuk sementara biarkan infus ini terpasang.." sambil dokter tersebut mengatur laju infusnya
"Apabila infusnya telah habis dan pasien masih belum juga sadar. Kau bisa kembali menghubungiku atau langsung membawanya ke Rumah Sakit.."
"Tapi Dok, apa istri saya baik-baik saja? Dia pasti akan sadar kan?" tanya Ryan cemas
"Kau tenang saja Ryan, dia baik-baik saja. Hanya saja mungkin dia terlihat sedikit lelah. Mungkin karena dia tengah hamil dan banyak tekanan yang membuatnya stress sehingga mengganggu metabolisme ditubuhnya.. ditambah lagi dengan kondisi fisiknya yang lemah.."
"Kau harus memperhatikan semua asupan gizi dan makanannya.. Dan pastikan dia meminum semua obat dan vitaminnya nanti.. khususnya vitamin penambah darah.."
"Istrimu, dia tensinya rendah sehingga tidak heran jika dia sering terlihat lelah dan mudah pingsan.."
"Dan ahhh.. satu hal lagi, jangan terlalu membuatnya merasa stress dan tertekan sebab dia itu sedang hamil. Wanita hamil itu sensitif dan mudah terkena depresi.. Kau harus memperhatikan kondisinya dengan baik.." ucap dokter tersebut kembali pada Ryan
"Baik dok. Akan saya lakukan semuanya sesuai dengan anjuran dokter.."
"Bagus. Kau juga harus jaga kondisi kesehatanmu Ryan.. Kau harus lebih kuat dibandingkan istrimu. Sebab kalau terjadi apa-apa padanya seperti ini, hanya kau yang bisa dia andalkan.." ucap dokter sambil menepuk bahu Ryan
"Oh iya, ngomong-ngomong bagaimana kabar Ayah dan Ibumu?"
"Mereka baik-baik saja. Sampai sekarang mereka masih berada di New York, Ayah masih menjalani pengobatannya disana.."
"Sampaikan salamku pada mereka nanti.."
"Baik dok" jawab Ryan
Dan Ryan pun kemudian mengantarkan dokter tersebut pulang sampai depan unit kami. Sekembalinya dia kekamar, dia senang melihatku yang sudah tersadar.
"Sayang kamu baik-baik saja?" tanya Ryan padaku
"Tadi kamu pingsan dikamar mandi. Dokter bilang kamu kelelahan.." Ryan menjelaskan padaku saat aku melihat kondisi tanganku yang sudah terpasang jarum infus itu
"Maafin aku.. Ini semua salahku. Aku tidak tahu kalau aku membuatmu tertekan selama ini. Maafin aku Sayang.." ucap Ryan kembali sambil berusaha memelukku
"Kamu laper gak? Mau makan apa nanti aku beliin. Kebetulan aku juga mau ke apotik buat beli obat sama vitamin buat kamu?" ucap Ryan kembali.
Saat itu aku hanya terdiam tanpa menjawab satu pun pertanyaan darinya. Ryan yang menyadari responku itu kemudian kembali berkata,
"Aku tahu kamu masih marah sama aku. Dan aku juga gak mau maksain kamu buat bisa maafin aku segera.."
"Sayang, kalau aku boleh minta sama kamu, tolong jaga kondisi kesehatan kamu. Kamu boleh marah sama aku tapi tolong jangan siksa diri kamu sendiri dengan tidak memperhatikan kondisi kesehatanmu.."
"Badan kamu itu lemah, tensi kamu rendah.. Apalagi kamu lagi hamil sekarang."
"Maafin aku.. selama ini aku hanya fokus ngurus semua kerjaan aku dan aku kurang memperhatikan kamu.."
Saat itu Ryan, dia sepertinya tahu bahwa tidak ada dari satu kata-katanya pun yang kuberi respon, hingga kemudian dia kembali berkata
"Kalau begitu aku pergi ke apotik dulu buat beli obat sama vitamin, kalau ada yang mau kamu beli nanti kamu bisa hubungi aku atau chat aku.." dan Ryan pun kemudian pergi meninggalkanku di kamar
Sejak hari itu, hubunganku dan Ryan agak sedikit mendingin, tidak seperti biasanya. Perlakuan dan sifat Ryan masih sama terhadapku, hanya saja sikapku padanya agak sedikit berubah. Aku jarang berbicara panjang lebar dengannya, hanya memberikan respon ketika dia mengajakku berbicara. Kalau dipikir-pikir situasinya sama seperti saat kami baru pertama kali menikah dulu. Saat itu aku masih belum menerima dia seutuhnya menjadi suamiku, karena bagaimanapun saat itu aku masih cukup sulit untuk melupakan Aris.
Aris.. saat aku mengingat namanya, aku kembali mengingat semua perkataan yang terakhir kali ku ucapkan padanya. Bagaimana ya kabarnya dia sekarang? Sudah beberapa hari ini aku tidak melihatnya..
Apa jangan-jangan dia sudah pindah dari sini. Tapi.. bagaimana mungkin? Rani, dia setiap hari masih berangkat sekolah bersama Oka dari sini.
Benar juga.. aku telah berkata seperti itu padanya, jadi tidak mungkin dia akan kembali muncul dihadapanku.
Sementara ditempat lain, Shina saat itu terlihat baru kembali ke apartemennya setelah hampir beberapa minggu terakhir dia sibuk dengan jadwal sinetron strippingnya. Hari itu, dia berniat untuk memberi sedikit kejutan pada Aris, tanpa dia tahu bahwa Aris.. dia sudah lama tidak tinggal diapartemennya itu.