Putra mengantar Naya selamat sampai rumah. Sejak kejadian tersebut Naya jarang bertemu dan berbicara dengan Abi, bukan karena menghindar sebenarnya tapi lebih tepatnya karena setelah upacara kelulusan kebanyakan waktu mereka dihabiskan untuk persiapan masuk Universitas.
Setelah perjuangan lama akhirnya Naya diterima kuliah di salah satu Universitas ternama di luar negara. Sementara Putra juga di terima kuliah di Universitas luar negara yang telah dipersiapkan oleh papanya, Naya masih sering berkomunikasi dengan Putra meski mereka berada di negara yang berbeda, tapi lain halnya dengan Abi yang sejak acara perpisahan sekolah tidak terdengar lagi kabarnya.
"Hai gadis gosong, apa kabar?" Sapaan hangat dari Putra.
"Bisa nggak berhenti memanggilku dengan sebutan itu?"
"Kenapa? Itu kan panggilan sayang ku untukmu".
"Cih..sayang konon katanya..kau itu sedang meledekku!"
"Hahhaha..santai...jangan ngotot".
"Lihat saja nanti, aku akan buat kamubsampai tidak bisa mengenaliku".
"Jangan ngambek, aku mohon jangan lakukan apa apa dengan dirimu...".
"Kenapa? Jangan sok peduli deh.."
"Serius..aku tidak ingin nanti dirimu menjadi lebih buruk rupa, hahahah".
"Dasar kau, dari dulu tidak pernah berubah selalu saja mengejekku seperti tidak punya kerjaan lain saja!"
"Hahaha...membully kamu itu sungguh sangat menyenangkan".
"Terserahlah...kamu memang tidak pernah bisa di nasehati" Naya mengalah.
"Apa liburan nanti kamu akan pulang?".
"Entahlah..aku belum ada rencana untuk pulang".
"Apa kamu tidak rindu denganku?" Putra menggoda.
"Sebenarnya aku hanya enggan bertemu dengan seseorangn".
"Ah..ternyata kamu belum juga move on darinya, sadarlah Naya ini sudah tiga tahun berlalu. Ayolah Naya..". Putra coba membujuk Naya.
"Aku akan selalu disampingmu untuk membantu, bagaimana pun juga kita bertiga adalah sahabat dan pernah melewati banyak kenangan bersama, tidak ada salahnya untuk kita memperbaiki kembali hubungan persahabatan kita" bujuk Putra lagi.
"Uhm..baiklah ayo kita coba".
"Nah..gitu, ini baru Naya yang aku kenal, gadis energic, percaya diri, berprestasi dan setia kawan".
"Sudah, tidak usah terlalu memuji".
"Hahaha..tapi aku serius kau memang seperti itu di mataku".
"Iya..iya..terima kasih. Sudah dulu ya, aku ada kuliah satu jam lagi. Kita sambung lain waktu pembicaraannya".
"Ok, jaga diri baik - baik gadis gosong".
Naya menutup ponselnya dengan senyum, dasar pemuda aneh.
Naya kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa, kehidupannya kini sungguh jauh berbeda dari kehidupannya yang dulu, perubahan dari usia remaja ke dewasa dan keadaan hidup mandiri di negara orang membuatnya lebih berfikir secara bijaksana.
Tiga tahun telah berlalu, kini waktu liburan semester pun tiba. Naya sudah membulatkan hatinya mengambil keputusan untuk pulang ke Indonesia. Hari ini Putra pun pulang dari London begitu juga dengan Naya yang dari California, mereka janjian bertemu di bandara Internasional Soekarno - Hatta.
Setelah beberapa jam mengudara, akhirnya pesawat yang di tumpangi Naya mendarat. Naya segera menyalakan ponselnya begitu keluar dari pintu kedatangan penumpang International.
//Triiiing//
Satu pesan masuk, "Aku sudah menunggumu di ruang tunggu bandara" pesan dari Putra.
Uhm..Putra seperti apa ya sekarang? Apa dia masih seperti dulu? Naya tersenyum mengingat kenangan mereka semasa SMA.
Naya mencari cari kesetiap kursi di ruang tunggu, mencari sesosok pria yang maskulin dengan gaya sok cool dan jahilnya minta ampun.
Naya menyerah, dia kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor Putra.
//Tuuts..tuuuts..tuuut..//
"Hallo.." terdengar suara diujung panggilan.
"Kamu dimana?" tanya Naya sambil celingukan.
"Aku berdiri dekat salah satu ting beaar dekat papan reklame, kau melihatku?" Putra pun mulai mencari sosok gadis gosong yang dia rindukan.
"Ach..ya, aku melihat seorang pria berdiri di ujung, lihatlah ke belakang..jarak kita lumayan jauh tapi aku bisa melihatmu" Naya mendefinisikan.
Putra langsung membalikkan badannya, "Is it true? Is that you... Wow suatu kejutan yang istimewa" Putra di buat takjub oleh Naya.
Naya menutup ponselnya, berjalan perlahan menuju Putra, Putra masih syok dengan tetap berdiri menatap Naya yang semakin mendekat, ponselnya masih menempel di telinga dan mulutnya sedikit menganga. Naya tersenyum begitu cantik dan berjalan dengan anggun mendekati Putra.
Naya memakai dress warna kuning cerah di atas lutut yang lebar melambai di bagian bawah, memakai jaket jeans dan tas ransel kecil di punggung, serta tangan kirinya menyeret sebuah koper ujuran kecil. Rambutnya yang lurus sepunggung dan sedikit bergelombang di ujunganya melambai lambai tertiup angin nampak menawan dengan parasnya yang putih bersih tanpa noda dengan riasan natural.
"Jangan kelamaan bengongnya, nanti kesambet" Naya mengejek.
"Ah..kau begitu Amazing" Putra masih terpesona dengan perubahan Naya.
"Thanks, kamu sudah lama nunggunya?".
"Aku juga baru sampai. By the way..apa yang terjadi denganmu? You're so pretty now".
"Kamu juga tampan" Naya tersenyum melihat penampilanya Putra, Naya mulai menilai.
Uhm..Putra masih tetap ok hingga sekarang batinnya, dia nampak begitu santai dengan celana pendek, kaos oblong putih yang ketat di badanya begitu seksi, sepatu sneakers warna putih dan topi putih yang di balik ke belakang menambah sempurna penampilannya.
"Aku serius Naya, kau begitu cantik sekarang" Putra masih terus memujinya.
"Ah sudahlah..cukup basa basinya, ayo kita cari makan aku sudah lapar" Naya merangkul lengan Putra. Sesaat wajah Putra nampak sedikit memerah.
"Ok, ayo. Kamu pengen makan apa?".
"Uhm..aku kangen makan sate, kita cari pedagang kaki lima yuk..".
"Argh..kau ini, sudah lama hidup di negara orang masih saja suka jajanan pinggiran".
"Kenapa? Yang pentingkan enak dan bersih, dan satu lagi...hemat" Naya tersenyum menggemaskan membuat Putra makin salah tingkah.
"Kau ini tidak seperti anak konglomerat kebanyakan, kau tetap gadis yang sederhana".
"Tumben.."
"Tumben apanya?".
"Ya aku heran aja, tumben kau tidak memanggilku gadis gosong, lau kan paling suka memanggilku seperti itu?!".
"Kau sekarang sudah tidak gosong lagi".
"Ohya...lalu apa?".
"Kau sekarang seorang bidadari".
"Hust..jangan ngawur".
"Hahahhaha...".
"Kenapa tertawa?".
"Ku rasa, aku tidak salah menilai, kau memang gadis yang unik. Kalau wanita lain pasti sudah suka diberi kemewahan, kejutan, makan di tempat elit dan jalan jaln romantis ke luar negara. Tapi kamu berbeda.." Putra tidak henti hentinya menatap Naya.
"Stop..kamu terlalu berlebihan. Berhenti di depan pak Joni, tepikan mobilnya"
"Ayo kita turun".
Setelah sate yang Naya pesan siap, dia segera melahapnya dengan semangat.
"Tunggu, mulutmu kotor". Putra segera mengelap mulut Naya yang belepotan.
Untuk kesekian detik mereka saling pandang, ini kesempatan Putra untuk melihat semakin dekat wajah Naya.
"Terima kasih".