Putra masih memandang wajah Naya dengan sedikit takjub. Gadis remaja yang sering dia ganggu masa SMA kini menjelma menjadi wanita yang sangat menarik sekarang. Dulu Putra mengagumi dia karena hatinya yang baik, namun kini tidak hanya hatinya yang cantik tapi parasnya sungguh mempesona.
"Ehm ... Nay, besok aku cari info tentang keberadaan Abi ya?biar kita bisa berkumpul lagi ..." Putra jadi penasaran reaksi Abi saat bertemu dengan Naya yang sekarang, apa mungkin dia akan menyesal karena pernah menolak Naya.
"Jangan dulu ya ... Aku masih belum siap untuk bertemu lagi dengannya" mendadak Naya menjadi gugup ketika mengingat Abi.
Ya dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sangat merindukan pemuda yang sedari dulu hingga saat ini masih menawan hatinya, membuatnya tidak nyenyak tidur dan tidak mampu mengusir bayang-bayang wajahnya yang selalu bersemayam di benaknya. Tapi ... Naya belum merasa siap untuk bertemu lagi dengan Abi setelah kejadian waktu itu, saat ia di tolak oleh Abi pada saat kelulusan sekolah.
"Ok, kalau itu mau kamu" kata Putra membuyarkan lamunan Naya.
"Terima kasih Putra" Naya menyantap satenya kembali.
"Ehm ... Besok kamu sibuk nggak?" kata Putra dibuat se- santai mungkin, meski debaran jantungnya tidak mau santai sejak tadi.
"Emang kenapa?" jawab Naya masih dengan melahap satenya.
"Ya ... tanya saja".
"Aku rasa tidak. Paling juga cuma tidur".
"Bagaimana kalau besok kita jalan jalan"
"Ok, mau jalan kemana?".
Naya merasa tidak ada salahnya untuk jalan- jalan. Lagi pula sudah lama ia tidak menjelajahi kota kelahirannya.
"Terserah, kamu yang tentukan" bagi Putra tidak masalah akan pergi ke mana saja, yang penting ia bisa jalan-jalan lagi dengan sahabatnya itu. Putra teringin mengulang kembali masa- masa sekolah dahulu.
"Uhm ... aku ngikut aja, sudah lama tidak pulang jadi nggak tau tempat yang bagus" kata Naya sambil menyesap es teh manisnya.
"Bagaimana kalau kita makan siang di cafe Story terus pergi nonton film baru makan malam, bagaimana menurutmu?"
"Ok, aku setuju"
"Besok mau aku jemput atau kita ketemu dimana?".
"Kita bertemu di cafe Story aja"
"Baiklah, aku akan menunggumu disana besok. Tapi apa kamu tau tempatnya di mana?" tanya Putra khawatir.
"Hello ... kita kan sudah tidak tinggal di jaman purba. Tenang saja, Aku bisa minta diantar oleh supir papa atau buka GPS dong. Aish ... kau ini, jaman sekarang kan sudah canggih" jawab Naya santai.
"Iya, aku tidak akan meragukanmu, kau ini kan termasuk siswa yang pintar juga, lumayan lah meski peringkatmu masih di bawah Abi dan diriku, hahaha" oceh Putra.
"Ugh dasar kau, masih saja seperti itu, memuji diawal dan diakhir pasti menjatuhkanku" keluh Naya menabok lengan Putra.
"Huft! Itu kan dulu, sekarang aku jauh lebih pintar dari dulu tau. Kalau saja ada ujian lagi aku pasti bisa mengalahkanmu dan peringkat ku pasti berada di atasmu" kata Naya sewot.
"Hahaha, iya Aku percaya, buktinya sekarang kau tampil begitu menggoda" kata Putra sambil mencolek hidung mancung Naya yang mungil.
"Iish jaga ucapanmu itu, aku ini bukan wanita penggoda" gerutu Naya.
"Hahaha jangan ngambek, karena kamu lebih manis kalau begitu. Nanti aku diabetes. Hahaha" Putra terhibur banget dengan adanya Naya disampingnya.
Putra tersenyum lega karena Naya kini sudah ada di depannya lagi, jadi sensasi masa masa indah waktu SMA bisa dia rasakan lagi. Hari hari kedepan akan kembali berwarna dan penuh rasa tidak seperti beberapa tahun belakangan yang terasa hampa. Ya semoga saja ...
"Dasar! Pria tukang gombal, nggak pernah berubah ya" cibir Naya.
"Aku ini bukan pemuda tukang gombal, tapi pemuda romantis, haha" kata Putra memuji dirinya sendiri.
"Tau ah, nggak akan ada habisnya jika ngeladenin ucapan mu" Naya bangkit dari kursinya karena telah selesai menghabiskan makanannya.
"Terima kasih pak" kata Naya kepada penjual sate sambil ngeloyor pergi.
Putra segera menyusul langkah Naya, tapi sebelum itu Putra terlebih dahulu membayar makanannya.
"Tunggu" teriak Putra sambil menyusul langkah elegan Naya.
Putra sempat berdecak kagum saat melihat cara berjalan Naya sekarang, sungguh berbeda jauh dengan caranya berjalan dulu sewaktu ia masih sekolah. dulu Naya itu sedikit tomboy makanya dia cepat akrab dengan siswa laki-laki, penampilannya yang cuek juga membuat para siswa laki-laki nyaman berada di dekatnya dulu.
'Ah Naya kamu selalu bisa membuatku tertarik, sekarang aku bertambah tidak bisa berpaling darimu. Ough kamu sangat menggoda jiwaku' pikir Putra sambil tersenyum jahil.
Putra akhirnya bisa menyesuaikan langkahnya dengan langkah kaki Naya, tangannya refleks meraih tangan Naya dan menggenggamnya mesra. Putra menyunggingkan senyum jahilnya ke Naya, Putra senang karena tidak ada penolakan dari Naya. Gadis ini sekarang jauh berbeda, ia telah berubah menjadi gadis yang mengagumkan.
"Kita mau kemana sekarang?" tanya Putra.
"Aku ingin pulang, badanku sudah lelah butuh asupan bantal dan kasur" kata Naya menggemaskan mempragakan ia yang sudah merebahkan kepala di lengan Putra yang seolah-olah di atas bantal.
"Baiklah, kita pulang sekarang".
Mereka berdua menuju ke mobil Putra yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka makan.
"Tunggu, ada yang mau aku tanyakan sejak tadi. Kau benar baru sampai ke tanah air hari ini?" tanya Naya sambil memicingkan matanya memandang Putra.
"Iya, kenapa?".
"Kok mobilmu ada di bandara?"
"Aiish kau ini, kita kan tidak tinggal di jaman purba. Tentu saja aku sudah mengaturnya sejak kemarin, sopirku bisa membawakan salah satu mobilku ke bandara. Aku kan cukup sering pulang ke Indonesia, tidak sepertimu" Putra mencubit gemas hidung Naya.
"Apaan sih, dari tadi main fisik Mulu" kata Naya kesal.
"Hahaha kalau main fisik itu kita buka baju, kalau yang barusan kan cuma main manis" kata Putra tersenyum mesum.
"Dasar Playboy KW, otak mesum. ini perlu di sapu dulu biar nggak ngeres" Naya mengacak rambut Putra dengan gemas.
Tidak butuh waktu lama bagi putra untuk sampai di rumah Naya, Putra ini salah satu pemuda yang suka ikut balapan liar pada malam hari jadi kecepatan mengendarai mobil sudah tidak asing baginya. sementara Naya juga tidak banyak protes, karena ia sudah terbiasa dengan jalanan luar negeri yang lapang dengan kualitas jalan yang bagus sehingga para pengendaranya selalu memacu kendaraannya dengan cepat.
"Tumben kau tidak protes jika aku bawa ngebut?" kata Putra yang tidak segera mendapatkan jawaban dari Naya.
Putra akhirnya menoleh ke samping untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Naya, Putra terkejut namun detik berikutnya ia tersenyum lalu perlahan tertawa, lawannya ditahan karena takut mengganggu Naya.
"Pantas saja kamu tidak protes, rupanya kau tertidur" Putra mengusap rambut kepala Naya, dengan tangan satunya yang terbebas dari kemudi.