Mei Xin tenang di luar, tapi berantakan di dalam usai membaca tulisan tangan kakeknya. Era Apocalyptik yang mengerikan akan d-datang dan i-itu akan terjadi... Mei Xin menghitung dalam hati waktunya. Bertolak dari mimpinya, era apocalyptik akan dimulai akhir musim panas usai panen padi. Artinya... "Satu, du, ... Oh Ya Tuhan!" Pekik Mei Xin panik. Syok yang dirasakannya usai mengetahui jika ia akan memasuki peradaban zombie kian bertambah setelah tahu waktu damainya tersisa tinggal sehari. Besok dunia akan dilempar dalam kekacauan akhir dunia.
Tubuh Mei Xin menggigil hebat karena rasa takut yang mencengkeram kuat otaknya. Kilasan berbagai peristiwa buruk, mengerikan dan tragedi berdarah dalam mimpinya menari-nari di pelupuk matanya. "Tidakkk..." Jeritnya disertai sedu-sedan. Derai air mata jatuh bercucuran bak hujan membasahi pipinya.
"Mmm...?" Gumam Xiao Jing tidak jelas. Matanya memandang kakaknya yang sedang menangis cemas. Ia berusaha menghibur kakak tersayangnya semampunya dengan memberinya tepukan lembut di punggung kakaknya menggunakan tangan gemuknya yang mungil.
Bukannya berhenti, isak tangis Mei Xin justru kian menjadi-jadi. Tubuhnya gemetaran karena tangisannya yang tidak memiliki tanda-tanda akan mereda dalam waktu dekat.
Tangan Xiao Jing pindah ke depan. Ia mengusap air mata di pipi kakaknya dan berceloteh, "Aahh... Mmm..." Xiao Jing belum menguasai banyak kata. Ia hanya tahu kata Mamam (makan) dan Tutu (susu). Sisanya hanya kata-kata abstrak yang tidak bisa didefinisikan menurut kamus bahasa normal sehari-hari. Namun, itu tidak menghalangi niat Xiao Jing untuk berbagi suka duka dengan kakaknya. Usia boleh dini, tapi kemampuan empatinya tidak kalah dengan orang dewasa yang berpengalaman.
Mei Xin memandang saudara laki-lakinya dibalik tirai air mata yang menatapnya balik. Suara Mei Xin sengau seperti suara dengungan tawon memanggil adiknya, "Xiao Jing..." lirih. Mei Xin menatap sendu adiknya. Ia teringat kenangan pada hari itu, hari dimana Xiao Jing tewas dengan cara yang mengenaskan.
Hari itu, Mei Xin sedang melarikan diri bersama dengan orang-orang yang berhasil selamat ke pangkalan manusia yang didirikan oleh militer di kota G. Di tengah perjalanan rombongan mereka disergap oleh ribuan zombie. Mei Xin yang berada di truk terakhir berjuang melawan zombie dengan senjata seadanya. Ia tidak menyangka di waktu yang sesingkat itu manusia dengan cepat jatuh ke degradasi moral. Ada yang dengan tega mengorbankan Mei Xin untuk keselamatan dirinya sendiri.
Mei Xin didorong oleh seseorang yang berada di belakangnya ke kerumunan zombie. Ia bisa selamat dari serangan zombie, akan tetapi sebagai akibat dorongan itu Xiao Jing terjatuh dari gendongannya. Xiao Jing tewas dengan tubuh tercabik-cabik di bawah cakar para zombie. Darah mudanya membasahi tanah yang kotor. Mengingatnya kembali telah meremukkan hati Mei Xin.
"Mmm... Aaah..." Xiao Jing membuka mulutnya lagi. Ia membuat tawa lebar dengan mulutnya yang baru ditumbuhi dua pasang gigi imut seperti gigi kelinci.
Senyuman lugu Xiao Jing melembutkan hati Mei Xin. Dadanya berdesir halus. Tangannya terangkat membelai punggung Xiao Jing dan mencium puncak kepalanya untuk mencari penghiburan. Kehangatan tubuh Xiao Jing yang dirasakanya membuat beban yang begitu berat yang menggelayuti pundaknya beberapa menit sebelumnya seakan menghilang.
Kenapa ia harus dicekam ketakutan? Hari ini, ia masih hidup. Begitu pula dengan Xiao Jing. Hal-hal buruk di masa depan pun belum terjadi. Dengan kata lain bisa dihindari. Lalu, apa yang harus ia takuti?
Mei Xin merenung. Otaknya berfikir keras untuk mencerna potongan demi potongan informasi yang berada dalam genggaman tangannya. Ingatannya pada mimpinya begitu realitis dan detail tiap gambaran waktunya. Ia masih bisa mencium bau busuk tubuh zombie yang mengepungnya. Jeritan adiknya terdengar jelas di telinganya. Sensasi di tubuhnya waktu ia dilecehkan dan ditelanjangi masih terasa. Terlalu realitis untuk disebut bunga tidur. Ia jadi berfikir. Jangan-jangan itu bukan hanya sekedar mimpi, melainkan kenangan hidupnya di kehidupan sebelumnya.
Mei Xin entah dengan mekanis apa jiwanya ditolak oleh penguasa alam bawah dan dilempar ke jalan rebirth alias kelahiran kembali seperti dalam cerita-cerita novel online. Mungkin Dewa yang di atas sana bersimpati akan nasibnya yang malang sehingga Dia memberinya kesempatan kedua untuk memformat ulang jalan hidupnya.
Mei Xin mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dengan lembut, ia mengecup pipi Xiao Jing dan memberinya pelukan hangat. Ia menempelkan pipinya pada puncak kepala Xiao Jing. Dengan rakus, ia menghirup aroma bau manis susu bercampur wangi bedak dan shampo adiknya.
Jujur, jika ia teringat kembali pada mimpinya, hatinya dipenuhi amarah. Hatinya disesaki dendam kesumat pada orang-orang egois yang telah mendorongnya ke kerumunan zombie nan ganas yang akhirnya menyebabkan Xiao Jing mati. Kebenciannya amat besar pada orang-orang yang telah mengkhianatinya, sibuk melakukan skema untuk menyakitinya, melecehkannya, dan menjualnya ke laboratorium illegal yang dikuasai oleh para serigala ganas berbaju ilmuan. Itu adalah neraka dunia. Untungnya sebelum ia dikotori, ia sudah keburu mati karena serangan jantung mendadak. Ia
tidak bisa berpura-pura itu tidak terjadi. Sampai mati pun ia tidak akan memaafkan mereka. Akan tetapi, ia tidak berniat menyusun rencana balas dendamnya pada mereka.
Ada dua hal yang jadi pertimbangan. Pertama, itu belum terjadi saat ini. Mereka belum melakukan hal-hal buruk tersebut pada Mei Xin. Jadi, ia tidak punya alasan untuk membalas dendam. Selama mereka tidak menyeberangi jalannya, membuat skema licik untuk menjebaknya di masa depan, ia tidak akan mengambil inisiatif untuk menyerang mereka.
Kedua, ia tidak memiliki sarana dan prasarana untuk melakukannya. Ia hanya orang biasa. Kemampuannya lemah yang bahkan tidak bisa menjerat ayam baik sebelum maupun sesudah episode apocalypse. Ia tidak memiliki kekuasaan ataupun harta kekayaan di tangannya yang bisa ia jadikan jalan untuk membalas dendam. Sebaliknya, musuhnya di masa lalu sangat kuat. Mereka punya uang, prestise, dan juga kemampuan super. Balas dendam sekarang sama halnya dengan bunuh diri. Ia mungkin bisa acuh dengan hidupnya sendiri, tetapi bagaimana dengan Xiao Jing?
Mei Xin menghela nafas panjang untuk menenangkan badai amarah di dadanya. Ia harus memilih opsi terbaik kali ini. Kesempatan kedua yang diberikan Tuhan padanya dengan kelahirannya kembali tidak akan ia sia-siakan. Ia akan memanfaatkannya sebaik mungkin untuk mengubah akhir hidupnya yang sebelumnya menyedihkan menjadi lebih baik. Bukan hanya untuknya sendiri, tapi juga untuk bagian Xiao Jing. Dan, opsi itu sudah pasti bukan opsi untuk balas dendam pada orang-orang dengan niat jahat padanya, melainkan untuk melindungi Xiao Jing yang dia sayangi dan ia perdulikan.
Setelah pikirannya jernih tidak tertutupi oleh kabut, Mei Xin segera menyusun langkah-langkah strategis untuk memanfaatkan setiap detik yang berharga. Langkah awal mencari tempat yang aman dan kuat dari serangan zombie acak sampai ia pindah kepangkalan manusia.
Pilihannya jatuh pada ruang rahasia yang dibangun oleh kakeknya. Ruang rahasia ini dibangun di bawah tanah dan tersembunyi dari pandangan manusia. Pintu masuknya berupa dinding yang dibangun dengan bahan yang serupa dengan dinding luar perbatasan pangkalan. Bahkan lebih baik. Mekanisme untuk membukanya canggih. Zombie yang tidak memiliki otak canggih tidak mungkin bisa menembus sistem keamanannya. Jadi selama ia tidak memperlihatkan batang hidungnya di luar ruang rahasia, ia aman.
Permasalahannya sekarang pada ujung lorong. Menuju kemanakah ujung lorong ruang rahasia ini? Apakah itu akan muncul ke atas permukaan tanah? Jika iya, maka bersembunyi di sini hanya akan membuatnya terjebak. Ia akan berubah menjadi mangsa empuk siap santap tanpa jalan keluar.
Mei Xin menarik bibirnya, tersenyum pada Xiao Jing. "Kita lanjutkan lagi, yuk, petualangan kita?" ajaknya penuh semangat.
Xiao Jing menelangkan kepalanya ke kanan. Tampak meng yang menggoda iman untuk memeluk dan membawanya pulang. Ia bingung dengan kakaknya. Tadi menangis meraung-raung seolah tidak ada hari esok. Eh sekarang sudah tertawa-tawa. Cepat sekali perubahan emosinya. Tapi.... Xiao Jing tak ambil pusing. Yang penting sekarang kakaknya tidak sedih lagi dan mereka bisa melanjutkan petualangan mereka.
"Ah!" balas Xiao Jing menyetujui. Kedua tangan dan kakinya bergerak-gerak antusias untuk lebih menekankan persetujuannya.
Keduanya -remaja dan balita- melanjutkan penjelajahan mereka. Mei Xin pindah ke ruangan ketiga. Dengan hati-hati, ia membuka pintu. Ruangan terakhir ternyata berupa gudang penyimpanan bibit. Sebagian besar diisi bibit herbal dan tanaman herbal yang sudah diolah siap konsumsi. Sisanya bibit tanaman pertanian, sayuran, dan beberapa bibit buah.
Mei Xin dalam dua kehidupannya tidak pernah melihat jenis herbal yang disimpan oleh kakeknya di ruangan ini. Akan tetapi, secara naluri ia tahu jika semua herbal yang disimpan kakeknya sangatlah berharga. Beberapa diantaranya mungkin bahkan tidak bisa dinilai dengan uang.
"Great!" Seru Mei Xin dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Sempurna. Ternyata ia tidaklah semiskin yang disangkanya. Dengan semua simpanan rahasia kakeknya, Mei Xin memiliki kepercayaan diri untuk menjalani hidup dengan baik di hari apocalyptik nanti.
Mei Xin menutup pintu ruang ketiga dan menguncinya kembali. Ia kini berjalan menyusuri lorong yang berliku-liku seperti liukan ular melata hingga sampai ujung terowongan. Lorong itu berakhir di sebuah gua batu dengan mulut yang menghadap ke atas permukaan tanah. Di mulut gua, ada semacam kaca bening ditanam dengan tujuan sebagai alat penerang dan pengatur suhu secara alami. Di tanah, gua ditanami beberapa tanaman hias, pohon, dan herbal yang diatur sedemikian rupa membentuk alur formasi tertentu. Dinding gua seluruhnya hingga mulut gua ditanami tanaman merambat yang membuat orang luar susah mengintip isi lubang. Di tengah-tengah gua ada sebuah cekungan sedalam 30 cm berdiameter 25 cm berisi mata air yang jernih tak berwarna.
"Aah.. Ahhh...!" Seru Xiao Jing bahagia. Adik bayinya paling suka bermain air khususnya yang ditampung. Ia merosot minta diturunkan. Dengan merangkak, ia menghampiri cekungan. Tangan mungilnya menceduk-ceduk air hingga air terciprat kemana-mana. Ia meraup beberapa dan meminumnya.
"Xiao Jing!" tegur Mei Xin buru-buru mencegah adiknya minum air mentah. Kalau sakit perut bagaimana? Tapi, gagal. Xiao Jing sudah meneguk beberapa suapan. Ia lalu memberi kakaknya beberapa teguk dengan tangannya. Mei Xin mencecap rasa airnya. "Mmm manis. Sejuk." pujinya. Pantas Xiao Jing suka.
Mengikuti contoh adiknya, Mei Xin menceduk air di cekungan dengan tangan untuk memuaskan dahaganya. Selain dahaga, rasa lelah yang dirasakan menggelayuti tubuhnya turut hilang. Badanyanya terasa enteng dan staminanya dipulihkan.
Mei Xin merenung. Mata air ini sangat lezat. Sayang jika dibiarkan mubazir. Buru-buru, ia meraihkan kami adiknya yang ingin turun ke cekungan. Ia menggendong adiknya kembali ke rumah untuk mengambil wadah untuk menyimpan air. Ia mengosongkan seluruh cekungan tanpa menyisakan satu pun tetesan.
Air bersih di masa apocalypse sangatlah berharga dinilai beberapa kristal zombie sebab seluruh air sungai, waduk, maupun sumur terbuka semuanya tercemar. Untuk memdapatkan air bersih, mereka harus membuat seperangkat alat penjernih air yang harganya mahal. Tidak semua orang memilikinya. Bagi yang tidak punya mereka harus membelinya pada yang punya atau orang dengan kemampuan super air.
Mei Xin berfikir. Ruang rahasia buatan kakeknya memang sempurna untuk persembunyian. Dengan catatan, semua tanaman ini tidak bermutasi menjadi mutan tanaman yang ganas. Di masa apocalypse, tanaman mutan dengan rank yang sama bisa jadi lebih ganas dari gabungan hewan mutan dan zombie yang berevolusi. Ia membuat catatan mental. Segera begitu ada tanaman yang bermutasi, ia akan langsung memusnahkannya. Karena ia berniat berlindung di tempat ini selama masa apicalypse. Setidaknya sampai setahun. Pada masa itu pangkalan sudah lebih stabil dan manusia yang selamat sudah lebih mampu beradaptasi.
Tugas selanjutnya, Mei Xin memindahkan sumber daya penting yang dimilikinya ke ruang rahasia. Biji-bijian yang masih ada di tangan, tepung, susu, pakaian, dan beberapa cemilan ia pindahkan. Itu adalah hal pertama yang jadi sasaran penjarahan. Untuk kain dan lain-lain yang sulit dipindah ia biarkan tetap di dalam rumah. Nanti setelah lebih stabil baru ia pindahkan. Sementara itu dulu.
Ia juga menyimpan air sebanyak-banyaknya dalam wadah tertutup. Dalam kehidupan sebelumnya ia tahu jikalau hanya air yang disimpan dalam wadah tertutup yang aman dari kontaminasi. Air ledeng bisa berubah menjadi tercemar oleh virus zombie karena air ledeng berasal dari air waduk atau sungai yang sudah diolah. Itu sebabnya, ia bekerja keras menyelamatkan air bersih sebanyak-banyaknya.
Hingga larut baru Mei Xin bisa istirahat. Semua sudah dipersiapkan. Kini ia tidak lagi tertangkap lengah saat periode apocalyptik tiba. Ia tidak akan dihantui ketakutan seperti sebelumnya.
Author Note:
Maaf aku tidak bisa menyelesaikan cerita ini hingga waktu lomba berakhir karens mendadak aku sakit mata. Mataku sulit dibuka karena tertutupi cairan lengket. Jika aku gunakan untuk melihat layar HP, mataku perih dan juga gatal. hiks. (T_T) Sekali lagi maaf.
Aku ucapkan minal aidzin wal faidzin bagi yang merayakan hari raya idul fitri. See you next time.