Mei Xin kembali untuk membuat makan siang untuk Xiao Jing. Adiknya ini suka rewel kalau lagi lapar. Ia tidak membuat hidangan yang rumit. Pertama karena ia lelah. Kedua, jaga-jaga jika ada zombie menyatroni dapurnya lagi, meskipun ia baru saja membersihkan sekeliling rumahnya tadi pagi.
Empat puluh lima menit kemudian menu makan siang berupa sayur sop tahu mapo, fu yung hai, dan cap cay sudah siap. Untuk menghemat waktu, makan malam sekalian dibuat. Terlalu membuang waktu jika tiap mau makan harus masak lagi. Di masa damai masih mungkin, tapi di saat kiamat datang, itu betul-betul pemborosan.
Mei Xin makan siang bareng adiknya di ruang rahasia. Setelahnya menemani sang adik belajar. Maksudnya Xiao Jing mengeksplor seluruh ruangan dan menjungkir balikkan isinya, sedangkan Mei Xin mempelajari catatan kakeknya. Ia mempelajari hal yang termudah yakni belajar tanaman herbal, kandungan, manfaat, serta habitatnya. Ia mempelajarinya dengan tekun, seolah-olah sedang mempelajari bahan ujian kelulusan Nasional.
Pengetahuan dasar tanaman herbal khususnya sifat-sifatnya sangat penting untuk dipelajari sebelum mempelajari cara membuat ramuan obat. Tanpa tahu sifat dari tanaman mustahil bisa mengkonfigurasi formula obat dengan baik. Salah-salah malah jadi racun.
Untuk memperkuat pengetahuannya, usai membaca jenis tanamsan obat, ia langsung mencari bentuk tanamannya secara real. Untungnya, kakeknya memiliki sebagian besar jenis tanaman herbal. Khususnya yang langka dan berharga kakek memilikinya.
Mei Xin menjalani hari-hari awal kiamat dengan riang dan santai. Ia menghabiskan waktunya untuk belajar, memasak, dan menemani adiknya di ruang rahasia. Sesekali ia keluar dari ruang rahasia untuk mengecek rumah kacanya.
Ia memilih patuh diam di rumah alih-alih berkeliaran di luar sana untuk mencari pasokan sumber daya atau mencari orang kuat untuk dipeluk.
Ini bukan karena ia takut pada zombie. Setelah mengalami hidup di neraka zombie, ia tidak lagi takut pada zombie khususnya zombie level nol. Zombie level nol geraknya lambat dan tulangnya tidak keras. Pisau dapur sudah cukup untuk menghancurkan tengkoraknya.
Alasannya karena Mei Xin malas. Antara biaya dan hasilnya tidak cucok. Lebih mahal biayanya daripada hasilnya.
Logikanya, orang-orang di masa awal pecahnya kiamat meski tahu di luar sana para zombie berkeliaran, akan tetapi mereka masih berpegang pada konsep di masa damai. Jika Mei Xin mengambil barang, maka ia harus membayar. Jika tidak mau membayar itu namanya mencuri dan nasib pencuri yang tertangkap warga selalu berakhir menyedihkan.
Lebih penting lagi, jika ia mencari pasokan makanan dan lain-lain, pilihan pertama pasti pusat kota. Masalahnya, ia tinggal di desa diantara pegunungan dan bukannya di tengah-lingkup perkotaan yang padat. Jarak antara desanya dengan kota tidaklah pendek. Tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sedangkan ia tidak memiliki dan tidak bisa menyetir kendaraan. Ditambah dengan ancaman gelombang zombie. Mustahil ia melakukannya.
Mei Xin mengerutkan dahinya bingung. Ada yang aneh dengan rumah kacanya. Bukan tentang tanamannya yang bermutasi. Lebih dari itu, tanamannya hilang. Ia yakin sebelumnya di baris kanan depan ada sederetan tanaman lobak tumbuh dengan sehat. Tapi, sekarang deretan itu kosong. Hilang.
Jangan-jangan.... ada tanaman mutan berbahaya yang... yang mencuri sayur lobaknya?
Mei Xin segera meneliti baris tempat dimana tanaman menghilang. Tidak ada yang aneh. Tidak ada lubang abnormal. Semuanyahhlobak sambil berfikir keras. Tiba-tiba tanaman strowberry yang dipegangnya lenyap tepat di depan mata.
Mei Xin membelalakkan matanya. Kok bisa? Lenyap begitu saja. Ini aneh. Sangat aneh. Mungkinkah?
Jantung Mei Xin berdesir bahagia. Mungkinkah setelah kelahirannya kembali, ia berhasil membangkitkan kemampuannya?
Di kehidupan sebelumnya, ia hanyalah manusia biasa yang tanpa kemampuan. Tanpa kemampuan dan paha emas, hidupnya sebelumnya sangatlah menyedihkan. Siapa yang menduga jika selain kelahirannya kembali, ia memiliki kompensasi lain berupa ruang angkasa? Ini yang disebutnya rejeki anak sholeh.
Mei Xin memejamkan mata untuk memeriksa ruang angkasanya. Dari cerita-cerita orang yang kemampuannya bangkit, seperti itulah caranya. Kebahagiaannya mengempis seketika melihat betapa kecilnya ruangnya. Hanya seluas empat ubin keramik seluas 40 x 40 cm. Ia hampir muntah darah karenanya. Keberuntungannya sungguh busuk. Dari semua kemungkinan, kemampuannya yang bangkit tipe kemampuan sampah. Sudahlah tidak offensif, mini pula.
Ah sudahlah. Kemampuan tetaplah kemampuan. Tak perduli seberapa tidak bergunanya kemampuannya, itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali. Minimal ia punya tempat penyimpanan tersembunyi. Jadi ia tidak harus takut pada para pencuri yang spesialisasinya mencuri aset orang lain.
Setelahnya ia lupa dengan ruang angkasanya. Ia baru ingat nanti ketika ia akhirnya memutuskan untuk pindah bareng tetangganya yang selamat ke pangkalan manusia yang didirikan pihak militer plus guardian kota di pusat kota V.
...*******...
Berbeda halnya dengan Mei Xin yang hidupnya damai, tiga hari pasca kiamat, Desa Hongchow dilempar dalam kekacauan. Sunyi mencekam menyelimuti seluruh desa. Tidak ada yang berani beraktivitas di luar rumah. Semuanya memilih bersembunyi di dalam rumah dan mengunci semua pintu dan jendela. Mereka takut menjadi korban keganasan zombie yang berkeliaran di luar rumah. Mereka belajar dari pengalaman pahit sebelumnya betapa berbahayanya zombie.
Manusia yang sudah jadi zombie kehilangan sisi manusiawinya. Mereka tidak memiliki detak jantung. Tidak butuh tidur. Tidak bisa merasa sakit. Tidak butuh udara segar. Tidak butuh minum. Tidak takut cuaca. Dari sudut medis, mereka sudah mati. Tapi mereka bisa bergerak, meski kaku dan lamban. Tujuan mereka bergerak satu-satunya dikarenakan hasrat mereka akan makan. Permasalahannya menu makan utama mereka adalah daging manusia. Sebagai mangsa, jelas manusia yang selamat perlu takut.
Selama tiga hari ini para zombie memburu manusia hidup. Mereka mengejar, menggaruk, dan menggigiti daging manusia. Sesudah kena garuk atau gigit, korban yang berhasil mempertahankan tubuh aslinya nantinya akan bergabung dalam barisan zombie. Akibatnya jumlah penduduk desa menyusut dengan signifikan. Dari seribu penduduk menjadi hanya seratus.
Mereka bertahan dan terus bertahan di dalam rumah berharap datangnya bantuan dari pihak pemangku kekuasaan negara untuk menyetabilkan keadaan. Lebih baik lagi jika pemerintah menemukan obat untuk virus zombie.
Dari tiga hari berkembang menjadi seminggu. Namun, tidak ada satu pun tentara yang kelihatan batang hidungnya. Perasaan cemas tumbuh dan bersarang di hati para penduduk desa yang tersisa seolah ada lubang hitam di dada mereka yang dengan rakus menelan mereka bulat-bulat.
Sampai kapan mereka harus bersembunyi seperti ini? Jumlah cadangan makanan terus menerus berkurang karena terus dikonsumsi.
Beberapa penduduk desa yang berani pergi ke kota untuk meminta bantuan. Dari tujuh orang yang berangkat, hanya satu yang kembali ke desa dengan selamat.
Orang yang selamat tersebut kondisi mentalnya agak terganggu. Ia mengalami depresi setelah berhasil meloloskan diri dari kepungan para zombie. "Selesai. Semuanya sudah selesai." Racaunya dengan mata yang tidak fokus.
"Apa maksudmu, Ren Jing? Bicara yang jelas!" Desak Wang Jiao, sesepuh desa.
"Ada z-zombie. Dimana-mana. Celakalah kita. Tidak ada tempat yang bebas dari zombie." Ren Jing ketakutan. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana jalanan semrawut dipenuhi mobil yang tidak beraturan. Ada mobil yang ringsek, kaca depannya pecah, dan ada pula yang terbakar. Orang-orang sial yang terjebak dalam mobil hanya bisa pasrah saat para zombie datang untuk mengunyah mereka hidup-hidup.
Jeritan keputus asaan para korban masih terngiang jelas di telinganya. Bau kematian dan hangus menyeruak tebal. Dan, yang membuat tambah horor, tidak ada polisi atau tentara yang hadir yang membantu mengatasi kondisi yang kacau balau. Penduduk kota dipaksa untuk berjuang sendiri-sendiri. Melawan atau menunggu mati. Perasaan menunggu tanpa kepastian inilah yang membuat suasananya lebih horor dari film horor.
Para sesepuh desa terhenyak. Gelembung sabun harapan mereka tertusuk duri. Kempes seketika. Mereka pikir hanya desa mereka saja yang bermasalah. Ternyata semua tempat mengalami hal yang serupa dan pemerintah tidak berdaya menanganinya. Mungkin bahkan para pejabat kota pun sudah turut serta menjadi pasukan zombie itu sendiri. Atau bisa jadi mereka sudah melarikan diri ke tempat dimana militernya paling kuat yakni B city.
Perasaan putus asa karena ditinggalkan dan diterlantarkan oleh induk semangnya mendera tiap penduduk desa. Mereka tenggelam dalam duka dan putus asa. Entah sampai kapan mereka bisa bertahan dan entah kapan bencana ini bisa diatasi?
Jauh di pusat kota, kondisinya lebih menyeramkan daripada yang digambarkan oleh Ren Jing. Jalanan semrawut dipenuhi mobil-mobil yang hancur atau hangus tabrakan. Diantara mobil-mobil yang menumpuk tak beraturan terdapat ceceran darah, daging, dan organ-organ dalam manusia.
Daging dan organ manusia yang baru saja terburai dikerumuni oleh belasan orang-orang bermata kelabu yang kerus dan menonjol keluar dengan tubuh yang tidak lagi mirip tubuh manusia secara utuh. Ada yang tanpa lengan. Ada yang tanpai kaki. Ada pula yang kedua-duanya. Bahu berlubang memperlihatkan tulang dan daging berwarna hitam yang busuk.
Secara logika, manusia yang kondisinya seperti itu pasti sudah mati. Tapi mereka bisa bergerak seperti orang hidup. Mereka juga makan seperti halnya manusia normal makan. Bedanya makanan mereka adalah daging manusia yang hidup. Itulah yang disebut zombie.
Para zombie mengerumuni orang-orang hidup yang terjebak di mobil dalam kecelakaan lalu lintas. Sebagian lagi menggaruk dan mengejar orang-orang hidup yang berkeliaran di jalan. Suasana ramai penuh kehidupan dalsm waktu singkat dilempar dalam kekacauan parah.
Banyak yang berteriak sambil berlarian melarikan diri mencari tempat sembunyi yang aman. Ada yang berhasil menyelamatkan diri, tapi tak sedikit pula yang tertangkap pasukan zombie. Nasib yang menunggu mereka hanya ada dua, berakhir di perut zombie atau bergabung untuk memperkuat pasukan zombie.
Di kota V yang penduduknya mencapai lebih dari satu juta jiwa, dalam seminggu jumlah berkurang banyak karena banyak yang tidak siap. Kepanikan membuat banyak pihak lengah hingga akhirnya digaruk zombie. Kondisi serupa dialami oleh penduduk dikota-kota besar lainnya. Bahkan kondisinya lebih parah dan lebih ganas. Mereka dipaksa untuk bertahan hidup dari serangan zombie yang tidak mengenal istirahat ataupun sakit.
Diantara penduduk kota G, ada Ye Bai yang berdiri dengan wajah dingin memandang jalanan kota yang semrawut dari balik kaca penthousenya yang ada di pusat kota. Tidak ada riak emosi di wajah tampannya. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
Sebulan yang lalu Ye Bai terbangun dengan wajah yang ketakutan. Sama halnya dengan Mei Xin, ia juga mengalami rebirth. Bedanya, ia terbangun lebih awal sehingga ia punya waktu untuk mempersiapkannya.
Di kehidupan sebelumnya, ia termasuk orang yang kemampuannya terbangun. Ia memiliki kemampuan kayu. Bukan kemampuan yang offensif dan galak, tapi sangat berguna untuk memelihara dan menumbuhkan tanaman hijau. Di masa apocalypse sebagian besar tanaman bermutasi sehingga tidak bisa dimakan. Dari semua bibit yang ditanam ulang hanya sedikit berhasil tumbuh secara sehat. Di sinilah peran orang dengan kemampuan kayu. Mereka bisa setidaknya menjamin 50% tanaman yang dibudidayakan tumbuh secara sehat.
Dua tahun kemudian, kemampuannya berevolusi menjadi mampu menyembuhkan luka. Saat ia sudah mencapai tingkat 7, ia bahkan bisa mengobati orang yang terinfeksi virus zombie dengan catatan baru terinfeksi. Gara-gara kemampuannya ini, ia diculik dan dijadikan hewan percobaan dalam penelitian illegal ilmuan gila.
Tangan Ye Bai mengepal kuat menahan kebenciannya yang mendalam. Rasa sakit yang ia alami di penelitian tersebut sangatlah tidak manusiawi. Ia mengalami serangkaian uji coba yang brutal. Tulangnya seperti dicerabut dari tubuhnya satu per satu. Kulitnya terasa seperti sedang dikupas layaknya penjagal mengupas kulit sapi.
Ye Bai bisa jatuh ke dalam cengkeraman ilmuan gila tersebut karena pengkhianatan orang terdekatnya. Yang satu ketua kelompok pemburunya dan satunya lagi tunangannya. Begitu ia terbangun, ia langsung berhenti dari pekerjaannya sebagai manager personalia perusahaan konveksi milik keluarga besar Ye.
Ye Bai menghancurkan tabungannya dan menjual mayoritas asetnya untuk digunakan belanja sembako secara gila-gilaan. Ia lari ke kota V yang jadi pusat pertanian di daratan Huaxia. Ia membeli biji-bijian dan sayuran dalam pesta besar. Sehari sebelum kabut merah turun, ia bersembunyi di penthousenya di lantai teratas di lantai 10 di kota G.
Kenapa ia memilih kota G bukannya kembali ke kota S?
Karena ia tak ingin bertemu dua orang pengkhianat tersebut. Dalam kehidupan sebelumnya, sehari sebelum kiamat, tunangannya datang meminta gelang gioknya sebagai harga pengantin. Ia dengan bodohnya memberikannya. Ia tidak tahu jika gelang giok tersebut adalah sebuah artefak kuno yang memilik dimensi ruang. Ia baru tahu saat ia sekarat di salah satu sudut ruang penelitian yang kumuh.
Mantan tunangannya itu sendiri yang mengatakannya. Bahwa selama ini ia sudah ditipu mentah-mentah. Tunangannya sudah lama menjalin hubungan dengan mantan ketuanya jauh sebelum kiamat. Ia yang menyarankan mantan tunangannya untuk mencuri gelang gioknya. Keduanya bekerja sama untuk terus menipunya dengan tujuan memeras semua manfaatnya hingga tak bersisa.
Pasangan iblis itu, Ye Bai berjanji akan membalas mereka. Tapi, itu nanti. Ada saatnya untuk membalasnya.
"Hidup penuh misteri. Tak pernah bisa diduga. Tak tahu lawan. Tak tahu kawan. Semua penuh dendam." Suara alunan merdu penyanyi favoritnya terdengar.
Ye Bai melihat nomor yang memanggilnya di HPnya. Jika itu mantan tunangannya, ia akan membiarkannya saja tak terjawab. Sekedar info, Ye Bai tidak secara impulsif memutuskan pertunangan. Ia berpura-pura tetap baik padanya hanya agar dia tidak curiga. Ia bilang ia pindah ke kota G karena ditawari posisi yang lebih baik oleh Ji Fei Yang, seorang calon pewaris klan Ji, klan yang berpengaruh di B City setara dengan klan Li di S City. Ia sudah lama bersahabat baik dengan Ji Fei Yang dari bangku SMU. Jadi wajar jika keduanya saling membantu.
Ye Bai menyentuh tombol hijau. "Hallo!"
"Ye Bai! Kau dimana?" Tanya suara seorang pria diiringi deru nafas yang memburu cemas.
"Ada apa Fei Yang? Ada yang salah?" tanya Ye Bai ikutan cemas. Setelah dikhianati, ia jadi lebih hati-hati dan waspada. Ia tidak lagi mudah mempercayai orang lain. Hatinya hampir beku. Ji Fei Yang adalah salah satu dari sedikit orang yang diterimanya di sisinya. Itu karena di kehidupan sebelumnya Fei Yang telah membantunya mengeluarkannya dari kepungan zombie dalam salah satu perburuan yang dibayarnya dengan kematian Ji Fei Yang.
TBC
Jika suka dengan bab ini, silakan kasih bintang dan beri komentar ya. Love you full.
Update tiap hari Kamis.