Seminggu berlalu. Waktu sebentar itu dihabiskan untuk latihan keras bersama Emile. Masih cukup lumayan, aku yang sekarang sudah punya kekuatan untuk melindungi diri.
Sampai saat ini, aku masih belum tahu alasan kenapa Rogue menyerangku di tempo hari setelah mengetahui ada seseorang lagi yang mengincarku. Maka itu, kusempatkan hari ini, aku harus bertemu dengan Rogue walaupun dia sesibuk apapun.
Aku mencarinya di setiap penjuru tempat yang selalu dikunjungi kelas S. Hasilnya pasti selalu seperti ini, hanya Rogue yang selalu tidak pernah ada. Ketika aku mencarinya di tempat lain, hasilnya juga sama.
--Apa yang sedang dia pikirkan ya? Padahal ini sudah bulan Januari awal, mendekat ujian kenaikan kelas... Benar juga, Rogue kan sudah kelas S.
Sepertinya memang percuma, pencarian di dalam gedung. Akan lebih baik mengistirahatkan diri di bangku taman depan gedung markas pelatihan. Gedung markas pelatihan adalah gedung utama. Maka jalur masuk terhubung jalur utama yang menuju gedung markas pelatihan.
Disana ada dua bangku taman. Kuperhatikan salah satu bangku taman tersebut, telah diduduki seseorang. Orang itu tidak asing bagiku. Seseorang yang daritadi kucari, berambut pirang ikal dan mata dingin berwarna biru...
"Rogue?!"
Aku sangat terkejut hingga tak sadar bahwa aku telah mengeraskan suara. Ternyata daritadi pencarianku sangatlah sia-sia.
"Huh, baru sadar ya?" Ucapan dan tatapannya sama-sama dingin, seakan matanya tidak ingin menatapku.
Tanpa bertanya banyak hal, aku langsung duduk di sebelah Rogue. Banyak sekali yang ingin kutanyakan kepadanya, sehingga aku bingung harus memulai darimana aku menanyai semuanya.
"Ng... Kenapa kau selalu bolos latihan? Aku jadi bingung mencarimu tahu."
--Bodohnya. Ini bukan yang ingin kutanyakan. Apa Rogue menyadarinya?
"Bertanyalah yang penting, Alice. Kalau tidak, aku akan segera angkat kaki dari sini." Bukan jawaban dan suaranya masih terdengar dingin. Tak sesuai dugaan, dia cepat menyadarinya.
Ternyata aku belum siap untuk bertanya tentang hal 'itu'. Rogue menghisap darahku tiba-tiba, seperti kehilangan kendali dan rosario di pedangku. Aku perlu menelan ludah dahulu, kemudian menarik dan membuang napas berkali-kali hingga perasaanku mulai tenang. Melihat sikapku yang tak biasa, Rogue sedikit muak karena aku tidak segera bertanya.
Aku mengakhirinya di hembusan napasku yang kelima. "Itu... Waktu itu, kenapa kau menghisap darahku?"
Aku sempat bergidik ketika Rogue mendelik dari ekor mata kepadaku sebentar. Beberapa saat kemudian, dia membuang napas sambil menepuk dahi.
"Oh iya. Aku lupa menjelaskannya kepadamu." Rogue menengadahkan kepala. "Waktu itu, segel sihir di dalam dirimu menghilang dan akan susah jika dipasang lagi, karena kau sudah mengeluarkan darah. Hampir saja aku kehilangan kendali dan aku baru sadar ketika bola mataku menjadi warna merah. Satu-satunya cara segel sihirmu aktif kembali adalah menghisap darahmu hingga tinggal sedikit. Setelah itu, kau pingsan dan langsung kubawakan ke ruang kesehatan sebelum bel masuk."
Aku ternganga, tercengang setelah mengetahui alasannya sesingkat itu. Kukira Rogue ingin memanfaatkanku, nyatanya dia malah melindungiku. Aku penasaran, apa yang terjadi jika Rogue tidak menghisap darahku?
"Itu saja?", tanyaku sekali lagi untuk meyakinkannya.
"Ya. Lagipula..." Rogue menoleh kepadaku. "Lagipula waktu itu kau benar-benar aman. Trax Vans sedang pergi ke ibukota."
"Trax Vans itu..."
"Pemimpin Kaum Vampir. Dia selalu bekerjasama dengan Leluhur Terbesar dan keluarga bangsawan kelas atas. Dulu aku hampir pernah menerima tawarannya." Rogue pun kembali terdiam dengan posisi semula.
Posisiku juga kembali menghadap ke depan. Aku memandang ke langit, ada sesuatu yang terlintas di benakku. Bukankah Rogue juga dari keluarga bangsawan kelas atas?
"Rogue, apakah kau bahagia di keluarga bangsawan kelas atas?"
Tak ada suara setelah pertanyaanku yang konyol itu. Kuanggap konyol karena bertanya tentang keluarga itu kekanakan. Aku begitu penasaran dengan reaksi Rogue, dia benci atau tidak. Maka itu, aku menoleh ke sebelahku. Sekarang aku baru yakin bahwa semua orang tidak suka ditanya hal konyol itu.
Rasa kebencian tak hanya terlihat dari wajahnya, hati dan aura di sekitarnya pun juga. Kebencian dan kemarahan bercampur aduk menjadi satu. Aku sendiri pun tidak berani memanggilnya.
Tanganku di sebelah paha bergemetaran dan terasa dingin. Suhu tanganku naik drastis ketika tangan berukuran besar dariku menyelimuti tanganku. Tangan besar itu... terasa hangat.
"Maaf, lagi-lagi aku tidak terkendali." Wajah Rogue kembali datar. "Hubunganku dengan keluargaku buruk. Terutam kakakku, meski sekarang aku tidak ingin menganggapnya."
"Kakakmu itu... apa dia leluhur juga?"
"Ya. Leluhur Keempat, hanya beda satu."
Tiba-tiba saja Rogue memegang daun telinganya, untuk mendengar lebih jelas sesuatu yang mendekat. Itu wajar, karena vampir memiliki pendengaran yang tajam. Kalau aku, hanya bisa mendengar suara angin yang kencang berlalu lalang.
Waktu berlalu agak lama, aku merasa kesal harus terdiam terus. Makin kesal ketika aku ingin bersuara, Rogue menaruh jari telunjuknya di depan mulut, isyarat untuk menyuruhku tetap diam.
Aku tak tahu apa yang sedang didengarnya. Tak sengaja, mataku tertuju ke gerbang masuk yang cukup jauh. Disana muncul tiga vampir berjalan berdampingan menuju ke arah gedung ini, markas pelatihan. Mereka juga memakai seragam putih khas militer vampir khusus kelas atas. Kelas atas itu kelas istimewa, bukan kelas S. Seperti pemegang kuasa di sekolah ini...
Satu laki-laki di tengah berjalan mendahului, satu lelaki dan satu perempuan seperti sebagai pengawal dengan jarak hanya beberapa senti ke belakang.
Mataku tidak bisa teralihkan dari mereka.
Mereka berjalan makin mendekat. Akhirnya aku bisa melihat mereka dengan jelas dan secepatnya aku sadar bahwa laki-laki berambut biru yang berada di tengah menatap tajam kepadaku daritadi. Apa aku salah lihat?
Aku dan Rogue bagaikan patung, mereka melangkah tanpa henti meski kami benar-benar tampak sedang duduk di bangku taman yang terbuka. Kalau boleh berpendapat, mereka tidak sopan sama sekali. Mereka hanyalah pemegang kuasa, sedangkan Rogue adalah Leluhur Kelima yang memiliki kekuatan yang luar biasa.
"Berhentilah kalian."
Suara keras berupa perintah tepat berasal dari vampir sebelahku. Dia sudah menyilangkan tangan, siap untuk memberi hukuman ataupun perintah.
Tiga vampir berseragam putih itu baru berhenti sesaat. Dua vampir berdiri di belakang langsung membalikkan badan secara bersamaan. Hanya satu vampir saja tepat di tengah masih membelakangi kami.
"Kami sudah berhenti, Rogue Luc-sama, sang Leluhur Kelima. Apa anda ingin menyampaikan sesuatu?" Si vampir tengah memulai pembicaraan. Dia masih belum menunjukkan wajahnya.
"Tunjukkan dulu wajahmu."
Vampir berambut biru itu bukan hanya menunjukkan wajah, ia melangkah sampai di depan kami. Wajah itu... sepertinya aku pernah bertemu dengannya baru-baru ini saja. Tetapi, dimana ya? Aku merasa bukan di kota ini. Kepalaku makin pusing memikirkan hal seperti itu.
"Kenapa anda memanggil saya, Rogue-sama?" Vampir itu sedikit membungkukkan badan dengan menggenggam tangan di atas dada.
"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Tidak biasanya kalian, Dewan Kemiliteran Sterlen datang kesini. Kalian selalu sibuk di luar kota. Jadi, jelaskan alasanmu, Zeke Milles, sang Kepala Dewan Kemiliteran Sterlen."
Mengejutkan sekali. Vampir di depanku ini dipanggil Zeke Milles yang merupakan Dewan Kemiliteran Sterlen. Lagipula, apa itu Dewan Kemiliteran Sterlen?
Zeke pun tersenyum kecil. "Jika anda benar-benar ingin mengetahui alasan saya, saya harap anda tidak terkejut." Diam-diam Zeke melirik tajam kepadaku. ... Apa yang terjadi?
"Saya baru mengetahui informasi ini dari dua minggu yang lalu. Satu-satunya manusia yang paling diincar kaum vampir, 'Darah Suci' telah ditangkap, namun beliau kabur dari sel. Pendapat saya, ' Darah Suci' kabur kesini, Sterlen Boarding School."
Aku merasakan firasat buruk. Aku tetap terdiam, namun jantungku berdetak lebih cepat. Dugaanku mungkin tidak salah, aku pernah bertemu vampir ini bernama Zeke Milles.
Firasat burukku ini harus tersampaikan kepada Rogue. Aku sudah menarik lengan bajunya dan memanggilnya dengan pelan, tetap saja Rogue fokus dengan kalimat Zeke selanjutnya.
"Darimana kau tahu 'Darah Suci' ada disini?"
Zeke masih menatap tajam kepadaku ditambah senyum miring penuh misteri. "Saya hanya menebak saja dan ternyata tebakanku benar, 'Darah Suci' ada disini!" Zeke meninggikan suara di akhir kalimat.
Tubuhku makin merinding hingga mengeluarkan keringat dingin. Ini bertanda aku mulai ketakutan. Di sebelahku, Rogue tetap bersikap tenang.
"Rogue-sama, anda jangan terlalu terkejut. Sebenarnya saya lah yang menangkap 'Darah Suci'. Maka itu, saya tahu keberadaan 'Darah Suci'."
... Sekarang aku baru ingat. Zeke Milles adalah vampir yang menangkapku. Saat itu dia tidak membawa senjata. Dia bukan hanya mengetahui keberadaan 'Darah Suci', dia juga mengetahui karakteristik 'Darah Suci'. 'Darah Suci' tepat di depan matanya. Berarti laki-laki yang disana adalah vampir yang menyerang Rei...
Tatapan Zeke kembali normal kepada Rogue. "Nah, sudah selesai kan? Kalau begitu, saya pergi dulu bersama bawahan saya. Jika anda membutuhkan kami, anda bisa memanggil kami." Setelah membungkukkan badan tanda kehormatan, dia mulai menyerong badan.
Sebelum menyusul bawahannya, dia mengucapkan beberapa kata yang membuatku lebih terkejut. "Mungkin saja, 'Darah Suci' berada di dekat anda sekarang."
Dua vampir yang sedaritadi menunggu atasannya pun mengikuti langkah Zeke dari belakang. Sosok para vampir dari Dewan Kemiliteran Sterlen menghilang setelah mencapai pintu masuk gedung markas pelatihan hingga masuk ke dalam.
Beberapa saat kemudian setelah kepergian Dewan Kemiliteran Sterlen, Rogue benranjak dari tempat dengan tergesa-gesa. Seperti ada sesuatu yang harus dikejar dari kata-kata Zeke tadi.
"Alice, jika seperti ini, aku harus berurusan dengan Dewan Kemiliteran Sterlen. Mereka itu berada di bawahnya Trax Vans. Jadi, pasti kau tahu apa yang terjadi jika kau sampai tertangkap Dewan Kemiliteran Sterlen kan?"
Aku menundukkan kepala, menyembunyikan rasa takutku. "Aku tahu. Tapi lebih baik kau tidak melakukannya demi aku..."
Aku makin menunduk sambil memejamkan mata. Waktu itu, Dewan Kemiliteran Sterlen menangkapku atas perintah vampir di atas mereka, Trax Vans. Setelah itu, Trax juga berusaha menangkapku dan yang pasti perintah itu bukan berasal dari dirinya sendiri. Dugaanku adalah... Leluhur Terbesar. Dan masalahnya adalah Rogue juga salah satu dari Leluhur Terbesar, Leluhur Kelima.
Bukan, itu bukan suatu masalah. Meski Rogue termasuk Leluhur Terbesar, dia tidak akan pernah mengingkari janjinya kepadaku. Aku yakin itu.
Aku mengangkat kepala ketika Rogue sudah berada di depanku sambil mengusap kepalaku. Mataku yang mengeluarkan air mata sedikit langsung beradu pandang dengannya. Seperti biasanya, wajahnya tidak memiliki ekspresi, namun sebagai gantinya, bola mata birunya menunjukkan ekspresinya sekarang.
"Ini bukan demi kau juga. Aku harus menyelesaikan masalahku dengan mereka dan kau tidak berhak untuk mengetahuinya. Kau mengerti kan, Alice?"
Aku terdiam mematung.
--Lagi-lagi aku tidak boleh mengetahui rahasia Rogue. Apa masalahnya sudah dari lama? Atau dari hari kedatanganku?
Sudah daritadi Rogue melepaskan tangannya dari kepalaku tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia telah meninggalkanku sendirian di halaman depan gedung markas pelatihan yang luas ini.
*****
Waktu memasuki jam 12 siang, waktu untuk makan siang. Tak ada rasa semangat untuk makan, padahal menu makan siang hari ini adalah beef dengan sayur-mayur. Aku melamun terus, belum memegang sendok sama sekali. Tatapanku jatuh ke bawah, dimana jatah makan siangku masih utuh.
Aku membuang napas berkali-kali. Pikiranku penuh dengan Rogue. Bukan sosoknya, namun rahasianya yang selama ini disembunyikan dariku. Aku lemas, tak ada tanda-tanda rasa ingin melakukan suatu hal. Sikapku yang jarang begini, membuat Emile khawatir.
Aku dan Emile menempati satu meja makan yang memiliki dua kursi yang saling berhadapan. Wajar saja Emile melihatku dengan khawatir, sambil memasukkan satu suapan makanan ke mulut satu demi satu.
"Alice, kenapa kau tidak makan? Setelah ini kita masih ada latihan lho", tanya Emile kepadaku setelah menelan makanan dengan sempurna. Lalu dia meletakkan sendok di piring, berhenti makan sementara untuk berbicara sebentar denganku.
"Aku makan..." Suaraku terdengar lirih, menambahkan rasa kekhawatiran Emile terhadapku.
Tak ada suara lagi dariku. Emile pun lebih baik melanjutkan makan siang yang tinggal seperempat piring. Tanganku juga sudah mengambil sendok dan siap mengambil sesuap makanan menuju mulutku. Setelah melahap satu suap makanan itu, aku bertanya kepada Emile.
"Emile, apa kau tahu Dewan Kemiliteran Sterlen?" Giliranku bertanya sambil meletakkan sendok di piring, isyarat selesai makan. Selera makanku hilang di saat itu juga.
Bersamaan itu, Emile juga sudah selesai makan. Tak ada bekas makanan yang menodai piring sedikitpun seolah piring itu telah dicuci hingga bersih. Dia melanjutkan meminum segelas minuman berwarna merah segar.
Ya, minuman yang disediakan disini hanyalah mminuman merah itu yang merupakan darah manusia. Aku yakin, beberapa vampir di sekolah ini seperti Unit Pemburu Vampir, menangkap musuh mereka hidup-hidup. Namun cara memanfaatkannya berbeda, para manusia yang telah ditangkap akan diambil darahnya untuk kebutuhan kaum vampir.
Emile meneguk darah itu dengan cepat. Benar-benar kehausan darah. Minuman darah memang dijatahi dua kali sehari. Satu teguk lagi, gelas itu segera kosong dan langsung diletakkan di atas meja. Posisi Emile siap menjawab pertanyaanku.
"Benar juga, kau bukan asli dari sini. Mungkin aku hanya tahu sedikit informasi tentang mereka. Dewan Kemiliteran Sterlen adalah pemegang kuasa di sekolah ini ataupun organisasi militer di kota Sterlen. Kedudukan mereka berada di bawah Trax Vans-sama. Hanya vampir-vampir yang kuat lah yang bisa masuk organisasi itu. Aku tahu itu, karena mereka pernah ingin merekrutku, namun kutolak."
Aku menyimaknya dengan seksama. Ada satu hal yang tidak kuketahui dari setiap kata yang diucapkannya, yang membuatku merasa tidak cocok menjadi partnernya.
"Eh? Kau direkrut oleh Dewan Kemiliteran Sterlen? Artinya kau kuat... Benar juga, waktu itu kau bisa menahan serangan dari Unit Pemburu Vampir.." Aku makin tidak percaya ketika mengingat kejadian di kawasan manusia.
Emile hanya tertawa kecil melihatku yang sangat kebingungan. "Sebenarnya aku tidak mau menyombongi diri seberapa kekuatanku. Akhir-akhir ini aku jarang menggunakan kekuatan rahasiaku, jadi belum bisa dibilang kuat. Karena itu, aku ingin mengukur kekuatanku besok lusa."
--Besok lusa? Aku baru tahu hal ini juga. Dengan apa dia ingin mengukur kekuatannya?
Tak lama, Emile menjawab semua pertanyaan di kepalaku.
"Besok lusa, aku akan duel dengan vampir terkuat dari kelas A. Vampir perempuan yang belum pernah terkalahkan oleh vampir-vampir dari kelas S dan berasal dari keluarga bangsawan kelas tengah. Dia dijuluki 'Kartu As' di bagian pertahanan. Beberapa waktu yang lalu, aku pernah menunjukkannya kepadamu bukan?"
Aku mengingat beberapa hari yang lalu agak lama. Seingatku di tiga hari yang lalu, kami berdua kebetulan melewati lapangan untuk latihan duel yang sedang digunakan kelas A. Disana terdapat sosok perempuan yang tampak mencolok diantara yang lain karena rambut panjangnya tergerai berwarna coklat dan aksi pertarungan yang telah dimenangkannya tiga kali berturut-turut. Aku penasaran dengan perempuan itu, maka kutanyakan kepada Emile. Emile menyebut nama vampir tersebut pada saat itu...
"Kalau tidak salah, namanya Micha Liliane... ya?"
Emile langsung menjetikkan jari kepadaku, isyarat bahwa jawabanku benar.
"Bukti aku kuat jika aku bisa mengalahkannya. Ingat itu di kepalamu, Alice." Emile melemparkan senyum yang siap menghadapi sesuatu.
Begitu pun denganku. Aku juga harus membalas dengan senyuman yang sama. "Ingat atau tidak, aku pasti selalu menganggapmu kuat, Emile."
Senyuman di wajah Emile memudar. Bukan marah atau kesal, tiba-tiba wajahnya memerah. Aku tidak begitu mengerti. Apa ada yang salah dari kata-kata yang barusan kukatakan?
Wajah memerahnya tidak berlangsung lama, ketika terdengar suara berdering dari speaker di setiap sudut ruangan. Seperti suara mikrofon yang sedang dicek, ditepuk tiga kali.
Kami memutuskan tutup mulut sebentar, mendengarkan pengumuman dari speaker dengan seksama. Lagi-lagi aku merasakan firasat buruk. Sejak bertemu dengan Kepala Dewan Kemiliteran Sterlen, Zeke Milles, aku tidak bisa merasa tenang, seakan dia ingin menyebarkan tentang keberadaan 'Darah Suci'.
"Selamat siang, para militer kota Sterlen. Hari ini, Dewan Kemiliteran Sterlen memutuskan untuk kembali ke kota ini. Jadi mulai hari ini, kami kembali mengambil kekuasaan sekolah militer ini agar kalian semua semakin kuat."
Sudah kuduga, pengumuman yang kudengar sekarang berasal dari Dewan Kemiliteran Sterlen, lebih tepatnya Zeke Milles.
*****
Ruang radio berada di lantai dua. Saat ini, Zeke sedang menyalakan seluruh speaker di seluruh gedung. Dia akan mengumumkan kembalinya Dewan Kemiliteran Sterlen dan satu lagi...
"Tepat jam setengah satu siang, seluruh militer wajib berkumpul ke auditorium. Acara penyambutan kedatangan Dewan Kemiliteran Sterlen akan dimulai."
Perintah Zeke penuh dengan arti, terlihat dari wajah yang memiliki motif tersembunyi. Motif tersembunyi yang bisa membahayakan keberadaan Alice...