LINE!
Melvin A: love, korannya udah kamu baca?
Naura s : belum sempet, lg nyusun produk di web
Melvin A: kurasa kamu perlu baca skrg
Naura s : ada apa? apa ada berita yg bagus?
Naura s : apa toko kita masuk front page lg?
Melvin A: Regan... beritanya ada di koran itu
Melvin A: kumohon jangan kaget love
Melvin A: aku on the way pulang skrg
Keningku seketika berkerut ketika membaca rentetan chat dari suamiku, Melvin. Kami menikah sejak tiga bulan yang lalu, dan tentunya setelah aku mengalami dilema yang cukup panjang. Saat Melvin melamarku tiga tahun yang lalu, aku tak langsung menjawabnya. Aku masih bimbang lantaran perasaanku sendiri. Aku tidak mencintainya. Saat itu usiaku 24 tahun.
Tapi, tekadnya ternyata mengalahkanku. Bukan karena aku yang sudah bisa mencintainya, tetapi karena aku meyakinkan diri, mungkin memang tidak ada orang lain yang bisa menjagaku sebaik Melvin. Dan ironisnya, meskipun pada akhirnya aku menerimanya, aku masih tetap belum bisa memberikan hatiku untuknya. Tapi Melvin tetaplah Melvin. Dia selalu bilang akan menungguku sampai kapanpun.
Kembali pada chat yang kubaca, Melvin memberitahu sesuatu yang belum kuketahui pagi ini. Saat ini aku berada di balkon kamarku dengan ditemani laptop dan milkshake oreo minuman favoritku. Di samping laptopku sudah tersedia koran yang dalam keadaan terlipat, namun masih belum kubaca.
Akhirnya, kuletakkan ponselku tanpa membalas chat suamiku. Kuraih koran yang nampaknya akan memberikan berita yang menarik untuk kubaca. Tapi, tunggu. Tadi Melvin mengatakan tentang Regan. Kenapa juga Regan masuk koran? Karena penasaran langsung kubuka saja lipatan koran itu dan nampaklah berita utama. Ternyata di berita utama hanyalah ulasan tentang seorang pengusaha sukses yang mendirikan panti sosial di masing-masing kota. Kulanjutkan pada halaman selanjutnya, tak ada yang menarik perhatianku tentang Regan. Dan barulah pada halaman yang ketiga kulihat nama Regan jelas terpampang di atas artikel itu sebagai judul. Kubulatkan mataku. Aku tak bisa lagi menutupi keterkejutanku. Kini kurasakan airmata sudah menggenang di pelupuk mataku.
Sontak aku berdiri dan berlari keluar kamar, kemudian menuruni tangga. Aku tak percaya pada berita yang kubaca. Aku berlari sambil menyeka airmataku. Aku harus bertanya padanya, pada perempuan yang mengakibatkan Regan jadi seperti ini.
"Nyonya, anda mau ke mana? Sebentar lagi Tuan Melvin pulang."
Suara Bibi Mari terdengar di telingaku ketika aku membuka pintu rumahku. Dia menahanku tetapi aku bisa dengan mudah menepisnya. Aku harus ke sana. Ke tempat Regan berada.
"Nyonya, ada apa? Mau pergi ke mana?" tanya Bibi Mari khawatir.
Aku terus menangis sambil berlari. Bibi Mari mengejarku. Kini aku berhasil keluar dari rumah besar itu.
"Jangan ikuti aku, Bi. Aku mau ketemu Regan!" teriakku sambil berlari di jalanan komplek perumahanku.
"Nyonya, tunggu...!"
"Regan..." ucapku dalam pelarianku. Meskipun mustahil dia akan datang ke hadapanku.
"Nyonya, kembali!" teriak Bibi Mari yang masih berusaha mengejarku.
Aku sampai di jalan besar. Aku perlu taksi. Namun akal sehatku sudah tidak bisa kukontrol lagi. Aku hanya ingin secepatnya sampai padanya. Aku yang terus berlari tanpa sadar telah menjauh dari jangkauan Bibi Mari. Hingga suara klakson yang nyaring dan memekakkan telinga tak kuhiraukan. Hingga teriakan orang lain serasa tak kudengar. Hingga akhirnya yang dapat kurasakan hanyalah rasa sakit yang luar biasa hebatnya. Yang seketika mampu membuatku membisu, membuta, bahkan menuli.
Kegelapan yang ada di hadapanku saat ini seolah mengantarkan rasa sakitku pada sesuatu yang tak bisa kuartikan. Apakah ini akhir dari hidupku? Apakah ini takdir yang harus kuterima? Yang bahkan sampai pada saat ini aku tak bisa mendapatkan apa yang seharusnya dulu menjadi milikku. Meskipun hanya di dalam mimpi sekalipun.
Lalu tulisan itu muncul lagi. Kali ini dengan warna putih dan melayang di kegelapan yang melingkupiku saat ini.
Pebasket profesional, Regan Arya Winata, tewas bunuh diri di apartemennya.
Seketika hatiku sakit, sesakit yang membelengguku saat ini. Tubuhku tak lagi bisa kurasakan. Suara klakson, teriakan, riuhnya suasana tak lagi kudengar. Jika memang ini akhir dari hidupku, maka aku tidak punya jalan lagi untuk meminta maaf pada Melvin yang kukecewakan. Selama ini dia yang menguatkanku, dia yang membantuku bangkit, dia yang selalu sabar menungguku. Dan dia pun tahu bahwa sampai pada detik ini... aku masih mencintai Regan. Dan penyesalan terbesarku adalah melepaskan Regan untuk seorang perempuan yang justru ingin menghancurkannya.
Andaikan bisa kudapatkan kembali kesempatanku, keajaibanku. Satu kali. Hanya satu kali saja. Akan kuselamatkan Regan, dan kupastikan Melvin tidak akan pernah kecewa lantaran cintanya bertepuk sebelah tangan.
Namaku Naura. Inilah kisahku, kisah di luar logikamu.