Rendi menatap Yesi dengan lekat. Bibirnya mengerucut. Wajahnya memerah dadanya berdebar dengan kencang. Suasana menjadi gerah membuat Amora dan Andrea menyadari ada sesuatu antara Yesi dan Rendi. Yesi sendiri menatap Rendi dengan mata berkaca-kaca. Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya sedikit gemetar.
Pria yang selama ini ingin Ia lupakan di seumur hidupnya sekarang malah terpaku dihadapannya. Pria yang selalu hadir berdenyut bersama nadinya kini berdiri kaku dihadapannya. Mengapa hidup bagai suatu kebetulan. Ia berusaha menghindari Rendi tapi nasib mempertemukannya kembali. Ia sendiri sebenarnya masih sangat mencintai Rendi. Waktu itu..Ah.. Yesi tidak mau mengingatnya.
Sesaat Rendi dan Yesi saling berpandangan membuat Amora dan Andrea menjadi panas hati. Apalagi Amora langsung geram dengan wajah kelam. Tangannya mengepal. Ia ingin sekali menonjok wajah Yesi sampai mental jauh-jauh dari pujaan hatinya.
Andrea sendiri lebih menguasai perasaan. Ia hanya menghela nafas panjang lalu berkata untuk mengusir kekakuan yang terjadi antara Yesi dan Rendi. Juga agar mereka tidak terus saling berpandangan satu sama lain.
"Well.. agaknya Kalian sudah saling mengenal sebelumnya" Kata Andrea dengan ringan padahal hatinya panas membara. Rendi tersentak Ia langsung tergagap. "Eumm..ini Yesi teman kuliah ku di Universitas Buana." Rendi menyebutkan Universitas ternama di kotanya.
"Ow.. begitu. Mungkin Kalian dulu punya hubungan spesial kah? Sehingga kalian begitu terpukau satu sama lain. sampai-sampai Saya dan sekretaris mu tidak dianggap." Andrea sedikit mengeluh. Amora menganggukan kepalanya setuju dengan kata-kata Andrea.
Rendi tertawa kecil sambil menata deburan jantungnya yang tidak kunjung mereda. Ia berusaha menahan perasaannya untuk tidak menghambur ke arah Yesi dan memeluknya erat. Ingin rasanya Ia berbisik betapa Ia sangat merindukan wanita itu.
"Ah..ha...ha..ha..yah begitulah..Hanya saja Nyonya Yesi ini pasti sudah menikah. Sudah punya anak berapa Yes?" Tanya Rendi sambil mempersilahkan Andrea dan Yesi duduk di kursi tamu yang ada di ruangan itu.
"Menikah??? Setahu saya Yesi masih singel dan bahkan Ia belum punya pacar" Kata Andrea sambil duduk di kursi. Rendi tercekat Ia melirik Yesi dengan pandangan heran. Bagaimana bisa Yesi belum menikah. Bukankah ketika Yesi meminta putus dia bilang bahwa Dia akan segera menikah dengan pria itu. Atau apa mungkin mereka sudah bercerai.
Yesi menjadi gugup. "Ah sudahlah itu adalah masa lalu. Bagaimana kalau kita fokus dengan proposal yang akan diajukan saja" Kata Yesi mengalihkan pembicaraan.
"Oh ya benar juga. Nah Bu Andrea. silahkan dipresentasikan proposalnya" Kata Rendi sambil lalu melirik Amora lalu memberikan perintah.
"Coba kau bantu Nona Yesi menyiapkan laptopnya"
"Siap Pak" Kata Amora. Amora lalu melangkah mendekati meja disamping ruangan. Ia lalu menarik tali layar proyektor yang terpasang di dinding ke bawah sehingga layar sekarang terbuka. Kemudian Ia mengambil laptop ditangan Yesi. Menyambungkan kabel VGA antara laptop dan proyektor lalu berkata. "Silahkan Nona Yesi. Laptopnya sudah bisa digunakan"
"Terima Kasih.." Kata Yesi sambil menyalakan laptopnya dan mulai mencari file proposal untuk ditampilkan.
Amora duduk disamping Rendi sambil memegang kopian proposalnya. Rendi sedikit tidak konsen. Alih-alih memperhatikan isi presentasi yang disajikan oleh Yesi. Pikiran Rendi malah melayang-layang memperhatikan wajah Yesi. Dimatanya Yesi semakin mempesona dan memikat. Dulu saja waktu kuliah Yesi begitu Anggun dan dewasa. Sekarang Ia tambah dewasa. Di usianya yang sekarang sama dengan dirinya yaitu 27 tahun Yesi semakin meruntuhkan imannya.
Andrea dan Amora seakan lenyap dari hadapan Rendi. Tapi kemudian Rendi mencoba bersikap profesional Ia mencoba fokus terhadap isi presentasi yang dijelaskan Yesi. Tapi sama halnya dengan Rendi. Yesi pun sedikit terbata-bata membaca proposalnya. Ia sering tertegun diperhatikan dengan seksama oleh Rendi. Bahkan tangannya terlihat gemetar memegang pointer laser yang Ia gunakan untuk menunjuk layar proyektor.
Andrea lalu menarik nafas dalam-dalam. Ketika Yesi selesai mempresentasikan proposalnya. Maka Andrea berkata. "Agaknya presentasi ini tidak berjalan efektif."
Wajah Yesi dan Rendi menjadi merah. Apalagi Rendi yang kulitnya sangat putih Ia yang paling tidak bisa menyembunyikan perasaannya.
Andrea malah tersenyum. "Tidak apa-apa saya memakluminya. mungkin besok saya akan datang lagi untuk mempresentasikan ulang sendiri ke hadapan Pak Rendi."
"Kenapa tidak sekarang saja?" Kata Rendi.
"Tidak..Bapak Rendi terlihat sudah tidak konsentrasi untuk menerima penjelasan dari siapapun. Sekarang Saya permisi dulu. Yesi..Aku akan memberikan waktu untuk anda berbincang dengan Pak Rendi."
Yesi terkejut. "Ah..tidak Bu, Maafkan saya. Biarlah Saya ikut pergi bersama Ibu" Yesi mencoba menolak.
Andrea menjawab dengan tegas."Tidak..Aku tidak tega melihat Pak Rendi yang gelisah. Biarlah kalian selesaikan urusan kalian yang dulu tertunda. Aku malah khawatir kalau Pak Rendi tidak dapat menyelesaikan masalahnya dengan Anda. Nanti beliau tidak bisa menyelesaikan seluruh pekerjaannya dengan baik. Aku akan mempertaruhkan sejumlah uang yang nominalnya tidak sedikit. Kalau Kepala proyeknya gelisah Aku khawatir uangku jadi hangus."
Mendengar kata-kata Andrea yang begitu berterus terang membuat Rendi jadi tersipu malu walaupun sesungguhnya, diam-diam Rendi mengagumi pemikiran Andrea yang begitu akurat.
Ia sendiri sebenarnya hanya ingin mengetahui kabar Yesi. Ia sama sekali tidak berniat untuk menyambung hubungannya dengan Yesi walaupun Ia mencintai Yesi tapi hatinya terlanjur dilukai dan tidak mungkin bisa kembali. Lagipula Ia sudah berjanji akan menikahi Jasmine. Laki-laki sejati adalah laki-laki yang bisa di pegang kata-katanya. Ia juga tidak mau kena kutuk dua orang kakek-kakek karena mengingkari janji yang sudah Ia ucapkan.
"Antarkan Ibu Andrea keluar. Lalu kau minta pegawai cafetaria untuk mengantarkan dua gelas minuman. Jus Alpukat dan jus jeruk. Engkau masih suka Jus alpukat kan?" Tanya Rendi pada Yesi sambil tersenyum. Yesi terkejut Rendi masih mengingat minuman kesukaannya. Yesi menganggukan kepalanya.
Amora tambah cemberut. Si Boss Kho bisa-bisanya tau minuman kesukaan wanita ini. Apa si Boss tau makanan atau minuman favoritnya.
"Pak bagaimana kalau jus Alpukatnya habis? " Kata Amora lagi. Terus terang Ia tidak rela kalau harus menyediakan minuman untuk saingannya.
Rendi menatap wajah Amora dengan pandangan tidak suka. " Aku cuma minta jus Alpukat. Bukannya minta jus buah persik yang cuma ada di China. Atau minta Jus buah Gandaria yang sudah langka. Aku cuma minta Jus Alpukat. Aku tidak mau tahu. Kau carilah sampai dapat."
Amora jadi pucat. "Oh iya Pak..siap. "
Amora langsung melangkah pergi sambil diikuti Andrea yang tersenyum melihat tingkah Amora. Andrea langsung tahu kalau Amora sangat tertarik dengan Rendi.
Rendi menggelengkan kepalanya takjub melihat kelakuan Amora yang makin lama makin aneh.