Chereads / SIMALAKAMA / Chapter 27 - 27

Chapter 27 - 27

Dalam perjalanannya pulang, Mala benar-benar merasa buntuh. Dengan cara apa lagi agar ia bisa mengubah perilaku buruk Kama? Semua kekuatan telah ia kerahkan, namun tampaknya percuma saja. Kama sangat keras kepala.

Sesampainya di rumah, Mala melihat Jaya sedang duduk di kursi goyang yang berada di teras rumahnya. Jaya tampak sedang asyik membaca koran. Melihat Jaya, ia merasa kalau keharmonisan dirinya dengan Jaya cukup terganggu beberapa hari belakangan ini. Ia pun berinisiatif untuk memperbaiki keadaan. Ia pergi ke dapur membuatkan dua cangkir kopi untuk mereka.

"Ayah, diminum kopinya," ucap Mala sembari meletakkan segelas kopi di meja yang berada di samping Jaya.

"Tumben," jawab Jaya tersenyum.

Di terasnya terletak dua buah kursi goyang dan satu meja yang berada tepat di antara ke dua bangku tersebut. Mala pun duduk di kursi yang kosong dan memulai perbincangan.

"Ayah, sejak kecil Mala tidak pernah tahu kabar tentang Ibu. Sebenarnya ada apa, Ayah?"

"Hmm," jawab Jaya cuek.

"Ayah tidak pernah mau menjawabnya."

"Aku juga tidak tahu bagaimana kabar dirinya."

"Mengapa Ayah tidak pernah cari tahu? Mau bagaimanapun, ia adalah Ibuku."

"Kau tidak perlu mencari tahu kabar wanita yang sama sekali tidak peduli kepadamu, Mala."

"Mengapa Ayah bicara seperti itu?"

"Hmm."

"Ayah, tolong jelaskan."

Jaya menarik nafas dengan panjang, lalu kemudian membuka suara.

"Tampaknya kau sudah dewasa Mala, kau sudah pantas mengatahui semuanya."

"Memangnya ada apa, Ayah?"

"Aku pertama kali bertemu dengan Ibumu di salah satu tempat hiburan malam. Masa mudaku begitu kelam Mala, begitu juga dengan Ibumu. Aku sering mabuk-mabukan, bahkan sering menyewa para pelacur. Jadi, kala itu aku sedang berada di salah satu tempat hiburan malam. Aku sedang mabuk-mabukan dengan temanku, dan kebetulan Ibumu juga berada di tempat itu. Ia adalah seorang pelacur."

Belum sempat Jaya menceritakan semuanya, Mala telah memotong percakapan.

"Apa? Pelacur?"

"Iya Mala. Mungkin berat bagimu untuk menerima kenyataan. Kau adalah anak dari seorang pelacur. Ini alasannya mengapa aku tidak pernah mau untuk bercerita tentang Ibumu. Namun, tampaknya sudah saatnya kau untuk mengetahui semuanya."

"Aku masih tidak percaya, Ayah. Apakah Ayah menjelek-jelekkan Ibu di hadapanku?"

"Aku berkata yang sejujurnya Mala, biarkan aku melanjutkan ceritanya supaya kau paham."

Mala pun hanya mengangguk.

"Jadi, dalam keadaan mabuk, aku menghampiri Ibumu dan menawarnya. Ia dengan senang hati menerima tawaranku. Sepulang dari tempat hiburan malam itu, kami memesan kamar hotel dan bercinta di sana."

Mala terus mendengarkan cerita Jaya dengan serius.

"Setelah kejadian itu, aku mulai sering bertemu dengannya. Bahkan aku menyewanya sekali seminggu di akhir pekan. Dan itu rutin kulakukan dalam dua bulan. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa nyaman dengannya. Sampai suatu hari aku memutuskan untuk menikahinya. Ia cukup terkejut dengan keputusanku. Tetapi, aku coba meyakinkan, dan aku ingin ia berhenti dari pekerjaannya sebagai pelacur. Dengan pertimbangan yang matang, ia pun menerima keinginanku hingga akhirnya kami menikah. Awalnya hubungan kami berjalan baik-baik saja. Hubungan kami begitu harmonis. Namun, ketika kau masih berumur tiga tahun, aku mengetahui kalau ia telah mengkhianatiku. Aku kala itu sangat sibuk dengan pekerjaanku, mencari nafkah untuk menghidupi kalian. Aku hanya pulang sekali seminggu ke rumah di akhir pecan, dan setelah itu kembali pergi untuk bekerja lagi. Ternyata itu dimanfaatkan Ibumu untuk menjalin hubungan dengan lelaki lain. Bahkan ia sering tidur dengan lelaki lain di rumah tanpa memperdulikan dirimu."

Jaya terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan ceritanya.

"Kala itu di hari rabu, ada keperluan mendadak yang mengharuskanku kembali ke rumah untuk mengambil beberapa berkas. Dan betapa hacurnya hatiku melihat Ibumu yang tertangkap basah sedang bermesraan dengan lelaki lain di rumah. Di saat aku sibuk mencari nafkah, ia malah bermesraan dengan lelaki lain. Tanpa pikir panjang, aku menghajar lelaki tersebut dan mengusir mereka saaat itu juga. Setelah kejadian itu, aku tidak pernah lagi tahu bagaimana kabarnya. Dan aku pun mengurus dirimu seorang diri sampai sekarang."

"Ayah sedang mengarang cerita kan? Itu tidak mungkin!"

"Mala, kau harus menerima kenyataan ini. Aku sudah bicara yang sebenarnya. Kau sudah dewasa, umurmu sudah cukup untuk memahami semua ini. Seharusnya kau mengerti."

"Aku akan mencari tahu sendiri."

"Kalau kau memang ingin tahu, silahkan tanya saja pada Pamanmu."

Mendengar cerita Jaya, Mala masih tampak tidak percaya. Ia beranggapan kalau itu hanya cara Jaya agar ia membenci Ibunya. Ia pun duduk termenung di samping Jaya sembari memikirkan bagaimana cara agar ia dapat memperoleh info yang sebenarnya. Ia meraih secangkir kopi lalu meneguknya. Ia mencoba untuk terus berpikir keras.

Kilat yang menyilaukan itu mulai hadir. Jaya muemutuskan untuk masuk ke dalam rumah, sedangkan Mala masih berada di posisinya tadi menatap rintikan hujan yang mulai turun membasahi. Lama ia termenung, sampai akhirnya ia menemukan cara yang tepat. Kebetulan besok ia masih libur bekerja, ia bisa mengajak Kama untuk menemaninya mencari info tentang Ibunya.