"Oh iya Paman, tujuan utamaku ke sini adalah untuk menanyakan tentang Ibu kepada Paman."
"Memangnya ada apa, Mala?"
"Aku ingin tahu bagaimana kisah yang sebenarnya antara Ayah dan Ibu. Ayah menyuruhku untuk menanyakan langsung kepada Paman."
"Hmm, mungkin kau sudah mengetahuinya dari Ayahmu."
"Aku tidak percaya Paman. Aku tidak yakin Ibu seperti itu. Ayah mengatakan kalau Ibu adalah seorang pelacur."
"Itu memang benar adanya, Mala. Kau harus berbesar hati. Mau bagaimanapun, ia adalah orang yang melahirkanmu di dunia ini. Terimalah."
"Tetapi Paman, apa yang menyebabkan Ibu sampai seperti itu?"
"Mala, kami berasal dari keluarga yang serba kekurangan. Bahkan Ibumu rela berhenti sekolah asal aku bisa lanjut untuk bersekolah. Setelah tamat sekolah dasar, ia memutuskan untuk tidak lanjut sekolah karena kurangnya biaya. Ia bekerja bersama Kakek dan Nenekmu di pasar untuk berjualan. Itu dijalaninya selama bertahun-tahun. Setelah aku beranjak ke bangku sekolah menengah atas, ia memutuskan untuk merantau. Ia mencoba peruntungan di kota orang. Namun, bukannya untung, ia malah frustrasi hingga akhirnya terjun ke dunia gelap tersebut," ucap Tongku dan kemudian menarik nafas dengan panjang. "Kami sekeluarga sebenarnya terkejut ketika ia sering mengirim sejumlah uang yang cukup besar. Tetapi, kami tidak ingin berpikiran negatif. Kami hanya bersyukur atas kesuksesannya di rantau orang. Aku baru mengetahui pekerjaannya sebagai pelacur ketika aku kuliah dan sudah menjalani semester yang ke enam. Ia sendiri yang mengakui semuanya. Ia menangis di hadapanku sambil bercerita. Ia ingin aku berjanji agar tidak mengatakannya kepada Kakek dan Nenekmu. Ya, aku menurutinya. Jujur, aku sangat kecewa, dan aku juga bersedih melihat nasibnya. Aku kadang berpikir kalau akulah penyebab segalanya. Tentunya ia bekerja seperti itu juga demi kebutuhan keluarga, sekolahku dan kuliahku. Tetapi caranya itu salah. Sampai sekarang aku masih merasa bersalah Mala. Aku juga sudah sering menegurnya. Tetapi, ia telah memilih jalannya sendiri, aku tidak bisa menghadangnya lagi."
"Apakah Paman tahu di mana sekarang Ibu berada?"
"Ia sekarang tinggal di sebuah lokalisasi yang berada di Aloga. Tanyakan saja pada pemuda sekitar, mereka pasti mengenalnya. Selain pelacur, setahuku sekarang dia juga seorang muncikari, Mala."
"Apa? Muncikari? Astaga," tanya Mala panik mendengar penjelasan Tongku.
"Sudahlah Mala, kau harus berlapang dada. Temuilah Ibumu."
"Kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke sana, Paman?"
Tiba-Tiba Kama menjawab pertanyaan dari Mala, "Mala, apakah kau tidak melihat kehadiranku? Aku berasal dari Aloga, aku hafal betul dengan kota tersebut."
"Itu bagus, kau bisa menemani Mala menemui Ibunya," ucap Tongku.
"Maaf Paman, mungkin kali ini aku hanya bisa singgah sebentar. Aku harus bertemu dengan Ibu secepatnya. Lain waktu aku akan kembali," ucap Mala.
"Tidak apa-apa Mala. Kau mau datang ke sini saja aku sudah sangat senang."
Mala dan Kama pun bangkit dari tempat duduknya. Mereka sesegera mungkin akan berangkat menuju Aloga. Tongku pun mengantarkan mereka ke luar rumah melewati lautan bunga hingga sampai di depan pagar.
"Paman, kami pamit untuk pergi ke Aloga."
"Iya Mala, hati-hati untuk kalian, semoga sampai di tujuan dengan selamat. Untukmu Kama, aku tidak bercanda dengan perkataanku tadi," ucap Tongku kembali dengan senyum yang menakutkan.
"Kau tidak akan pernah membunuhku, Pak," jawab Kama tersenyum juga.