Tuk, tuk, tuk.
Terdegar suara pintu yang diketuk. Sepertinya ada orang yang akan masuk ke sini. "Silakan masuk," kataku.
Pintu terbuka dan seseorang yang kukenal masuk ke ruangan ini. Seorang murid laki-laki yang termasuk murid populer di sekolah ini, dengan tampang ikemen dan bekacamata.
"Yo Ryuki… Ah, halo semua."
"Yo, Taka."
"Ah, halo, Hiroaki-kun."
"Halo, Hiroaki-kun."
"Halo…"
"…"
Aku beranjak dari kursiku untuk mengambil kursi untuk Taka duduk. Sudah menjadi tugasku yang memberikan kursi bagi tamu yang datang ke ruangan ini.
"Hee… sedang rame, ya…"
"Ya, begitulah. Ini, duduklah!" kuletakkan kursi ini tepat di depan tempatku duduk.
"Makasih."
"Jadi, ada apa datang ke sini?"
"Memangnya aku ngga boleh datang ke sini?"
"Mungkin."
"Apa-apaan itu, Ryuki?"
"Jadi, ada perlu dengan kami, klub bantuan?"
"Ah, ngga juga. Aku cuma mau mampir ke sini aja. Lagian ini kan pertama kalinya aku ke sini."
"Um, ya, benar juga. Kalau ngga ada urusan, mending jangan ke sini."
"Eh…? Kenapa memangnya?"
"Kehadiranmu mungkin bisa mengganggu seseorang."
Tanpa sadar aku mulai melihat ke arah Shiraishi-san. Dia sama sekali tidak terganggu dengan kegiatan membacanya. Mungkin aku sedikit berlebihan.
"Kayaknya ngga ada yang terganggu, deh."
"Ah, um, kamu benar. Mau teh, Taka?"
"Boleh…"
Kuambil teh untuk Taka dan kuberikan untuknya.
"Ini tehnya."
"Makasih, Ryuki."
Taka langsung meminum teh itu dan tangan kanannya mulai mengambil kue kering Taniguchi-san yang belum habis ini.
"Kue kering ini enak. Ya, ngga, Ryuki?"
"Um, ya. Itu buatan Taniguchi-san."
"Eh, beneran?"
"I-iya. Itu aku yang buat."
"Wah, kamu hebat ya, Taniguchi."
"Ah, ngga juga, kok."
Satu per satu kue kering itu masuk ke mulutnya Taka. Dari tadi aku sudah memakan lumayan banyak kue kering itu, jadi sudah sedikit kenyang. Setidaknya dengan datangnya Taka bisa membuat kue ini cepat habis.
Taka terus memakan kue kering itu hingga akhirnya habis.
"Makasih ya atas kue keringnya."
"Um, iya…"
"Hiroaki-kun, kue itu sebenarnya untuk Amamiya-kun, lho… ya, kan, Hitoka?"
"Eh, beneran? Maaf, Ryuki. Udah kuabisin."
"Bukan gitu juga, Sumire, Hiroaki-kun…"
Aku jadi tidak tahu harus bersikap seperti apa sekarang. Kehadiran Taka di ruangan ini membuat ruangan ini semakin hidup. Nazuka-san, Shimizu-san, dan Taniguchi-san mulai berbicara dengan Taka. Aku hanya menjawab jika ada sesuatu yang mereka tanyakan kepadaku.
Saat kucoba untuk kembali membaca buku, konsentrasiku terganggu. Jadi, kuurungkan niatku untuk melanjutkan bacaanku tadi.
"Oh iya, Taka. Kamu ngga ada kegiatan klub hari ini?"
"Ada."
"Jadi kenapa di sini?"
"Hanya mampir. Sekalian untuk lihat-lihat seperti apa klubmu."
"Oh begitu ya…"
"Dan juga…" Taka mendekat ke arah telingaku dan berbisik, "aku penasaran dengan hubunganmu dengan Shiraishi."
"Hah?"
"Aku kembali dulu. Makasih atas teh dan kuenya."
Taka keluar dari ruangan ini dengan ekspresi senang dan penuh senyum. Entah apa yang dipikirkannya tentang diriku dan Shiraishi-san.
"Kalau begitu, kami pulang dulu."
"Ah, um. Lagian besok turnamennya, kan? Semangat ya untuk besok."
"Makasih, Amamiya-kun."
"Ano, Amamiya-kun!"
Tiba-tiba Taniguchi-san berbicara dengan suara yang keras, tegas, dan jelas. Jujur saja, aku terkejut mendengar suaranya yang berubah itu saat memanggil namaku.
"Apa kamu punya pacar? Atau apa ada gadis yang kamu sukai sekarang?"
Ada apa dengan pertanyaan ini, Taniguchi-san? Oh iya, pertanyaan seperti ini sebelumnya sudah pernah ditanyakan kepadaku.
"Saat ini ngga ada."
"Ano, kalau besok kami menang, mau ngga kamu berkencan denganku?"
"Ha?"
"Eh?"
"Eh?"
Aku, Nazuka-san, dan Shimizu-san terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Taniguchi-san. Tiba-tiba aku seperti berada di situasi komedi cinta.
"Hitoka, kamu serius?"
"Serius, Hitoka?"
"Ah, eh, etto, maksudku... bukan kencan seperti itu. Ah, iya, nemanin aku belanja misalnya. Seperti itulah."
Ah, aku mengerti. Taniguchi-san sedikit aneh dari tadi karena dia berusaha untuk mengumpulkan keberanian dan melawan rasa malunya untuk mengatakan itu kepadaku. Mungkin seperti itu. Mungkin.
Jujur saja, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan saat ini. Tiba-tiba mengatakan hal seperti itu membuatku terkejut. Pertama kalinya ada yang mengatakan hal itu dan orang yang mengatakan itu merupakan seorang gadis cantik yang merupakan manajer klub bola voli putri. Apa yang harus kukatakan sekarang?
"Gimana, Amamiya-kun?"
"Etto… gimana ya…"
"Ngga mau, ya?"
"Bukan begitu…"
"Ayo, Amamiya-kun… berikan jawabanmu. Hitoka udah beranikan dirinya untuk nanya ke kamu. Masa' kamu ngga kasih jawaban."
"Seperti yang Sumire bilang. Berikan jawabanmu, Amamiya-kun."
Wah… Shimizu-san dan Nazuka-san mulai mendesak diriku ini untuk menjawab permintaan dari Taniguchi-san.
Tunggu sebentar. Kalau kuanggap ini sebagai permintaan untuk klub bantuan, mungkin aku bisa menerimanya. Tapi, apa itu sesuatu yang tepat yaitu menggunakan kegiatan klub sebagai alasan? Tentu saja itu bukan sesuatu yang tepat.
Ah, tidak. Tunggu sebentar. Ini bukan kencan, hanya menemani Taniguchi-san berbelanja. Kalau itu maka tidak masalah. Ya, tidak masalah.
"Baiklah, Taniguchi-san."
"Eh? Kamu mau?"
"Iya, kalau menang, kan?"
"Iya!"
Tiba-tiba tatapan mata Taniguchi-san berubah seperti terpancarkan api yang menandakan semangat dalam dirinya telah menyala.
"Syukurlah, Hitoka."
"Bagus, Hitoka."
"Kalau begitu, kami pulang dulu. Sampai jumpa, Amamiya-kun."
"Sampai jumpa, Amamiya-kun, Shiraishi-san."
"Sampai jumpa."
"Um, sampai besok."
"Sampai jumpa."
Mereka bertiga telah keluar dari ruangan ini. Sekarang yang berada di ruangan ini hanyalah aku dan Shiraishi-san. Karena hanya ada kami berdua, ruangan ini menjadi sunyi tanpa suara sedikit pun. Ya memang seperti inilah keadaan sebenarnya ruangan ini, ruang klub bantuan.
Mengenai jawabanku tadi terhadap perminataannya Taniguchi-san, apakah itu sudah tepat? Aku sama sekali tidak tahu jawaban yang tepat di situasi seperti itu tadi. Wajar saja itu yang pertama kalinya. Kalau hanya menemaninya belanja, kurasa jawaban tadi itu sudah tepat. Lagipula, aku bisa mengisi waktu luang juga dengan berjalan-jalan di kota. Hm, seperti tidak buruk.
Rasanya tubuhku menjadi lelah karena memikirkan hal tadi itu. Kulihat jam di ponselku yang sudah menunjukkan pukul 17:40. Sepertinya kegiatan klub untuk hari ini bisa dicukupkan. Tidak ada tanda-tanda orang yang akan datang ke ruang klub ini. Tidak, memang pasti tidak ada orang yang akan datang ke sini lagi untuk hari ini karena sudah hampir waktu tutup sekolah.
Kumasukkan buku bacaanku ke dalam tas dan meletakkan tas itu di pundakku seakan-akan bersiap untuk pulang. Kulihat ke arah Shiraishi-san, dia juga melakukan hal yang sama.
"Karena sepertinya sudah tidak ada yang datang, mungkin kita cukupkan kegiatan kita untuk hari ini."
"Um, iya."
Hari ini untuk pertama kalinya teh yang dibuat oleh Shiraishi-san telah habis diminum. Kami membersihkan ruangan ini sebelum kami pulang. Aku membuang gelas kertas ini ke tong sampah dan meletakkan kembali kursi yang kuambil untuk para tamu tadi, sedangkan Shiraishi-san mencuci teko dan cangkir teh di keran air yang terdapat di lorong gedung lantai tiga ini.
Setelah semuanya selesai, Shiraishi-san mengunci pintu ruangan ini, dan kami pun berjalan meninggalkan Gedung Khusus ini.
Hari yang panjang tapi tidak seperti hari yang panjang saat berada di sekolah akhirnya berakhir. Kulangkahkan kakiku untuk meninggalkan sekolah ini. Berjalan di trotoar ditemani dengan cahaya senja yang sudah memberikan warna pada sore hari kota ini.