Chereads / Kesempatan Kedua di Kehidupan SMA-ku / Chapter 23 - Akhir Pekan Pertama di Tokyo (2)

Chapter 23 - Akhir Pekan Pertama di Tokyo (2)

Pergi ke kawasan belanja saat malam hari merupakan hal yang sangat bagus karena para penjual memberikan diskon untuk barang-barang yang dijualnya. Walaupun tidak semua toko di sana, yang penting setidaknya aku bisa mendapatkan barang diskon, sehingga pengeluaran uang tidak terlalu banyak. Lagian, aku berencana pergi dengan Hiroaki besok.

Aku berjalan kaki ke kawasan belanja yang pernah kukunjungi itu, berada di kota sebelah. Tidak terlalu jauh menurutku. Mungkin hanya sekitar 20 menit dengan berjalan kaki, sekalian dengan menikmati suasana malam. Suhu di malam hari ini sedikit sejuk. Maklum saja masih bulan April. Terus berjalan dengan ditemani cahaya lampu di trotoar hingga akhirnya tiba juga di kawasan belanja. Uwaaa, ternyata sangat ramai. Sepertinya tempat akan menjadi tempat pertempuran memburu diskonan.

Aku melangkah masuk ke kawasan belanja ini. Ternyata toko-toko mulai memberika diskon dari pukul 9 malam, di saat akan tutup. Sedangkan sekarang masih pukul 8:25 malam. Harus menunggu kalau begitu. Karena masih ada waktu, mengelilingi tempat ini mungkin lebih baik. Ya, sekalian mencari toko yang menjual peralatan rumah tangga. Aku perlu membeli cairan pembersih. Pembersih lantai, dapur, dan kaca. Sangat bagus kalau ada cairan pembersih 3 in 1,jadi tidak perlu mengeluarkan uang lebih.

Terdapat suatu toko yang menjual alat-alat rumah tangga. Aku langsung masuk ke dalam dan mencari cairan pembersih. Beruntungnya, cairan pembersih 3 in 1 yang kupikirkan tadi ada di sini. Tinggal satu botol saja. Sepertinya lumayan beruntung malam ini. Setelah bayar, kumasukkan ke kantung kain yang kubawa tadi.

Oh tidak. Semakin banyak orang yang datang ke kawasan belanja ini yang didominasi oleh ibu-ibu. Sudah pasti tempat ini akan menjadi kawasan pertempuran untuk berburu diskonan.

Aku kembali ke jalan utama kawasan belanja untuk menunggu jam diskonnya dimulai. Saat aku sedang berjalan, tiba-tiba ada orang yang memanggilku dari arah belakang. "Amamiya-kun?" Suara itu berasal dari seorang gadis. Aku berbalik ke arah suara itu berasal dan mendapati kalau suara itu dari Fuyukawa-san.

"Fuyukawa-san?"

"Selamat malam, Amamiya-kun. Sedang belanja?"

"Selamat malam. Iya. Fuyukawa-san sendiri sedang apa?"

"Tentu saja mau belanja juga."

"Begitu ya. Sama dong."

"Iya, sama."

"…"

"…"

Kami terdiam, membuat keadaan kami menjadi canggung untuk berbicara lebih dalam. Kami tidak tahu mau membicarakan tentang apa. Tentu saja, aku masih canggung berbicara dengan Fuyukawa-san. Walaupun kami telah memutuskan untuk berteman. Meskipun begitu, keputusan kami untuk berteman menjadi sedikit masalah di mata teman-temannya Fuyukawa-san. Mungkin aku harus minta maaf kepadanya.

Saat kuingin berkata sesuatu untuk menghilangkan diamnya kami ini, terdengar suara orang yang berteriak, "Diskon! Diskon untuk semua jenis sayur dan buah," dari arah toko sayur dan buah. Karena aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini, aku harus segera ke sana untuk membeli apa yang kubutuhkan.

"Fuyukawa-san, ayo kita belanja dulu," kataku kepada Fuyukawa-san.

"Ah, iya. Ayo kita pergi."

Aku dan Fuyukawa-san pergi ke toko itu dan mulai berebut sayur dan buah. Kami merasa kewalahan dengan ibu-ibu yang ada di sini. Seperti yang diharapkan dari ibu-ibu, tenaga mereka sangat kuat. Kulihat Fuyukawa-san terdorong karena gerakan dari badan ibu-ibu ini sungguh liar.

"Fuyukawa-san, Baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja."

"Hati-hati, Fuyukawa-san."

"Amamiya-kun juga."

Fuyukawa-san anggota klub bola basket, sudah pasti dia memiliki fisik yang kuat. Tapi, tidak sekuat ibu-ibu rumah tangga di sini. Wajar kalau ada sebutan "Ibu adalah makhluk terkuat di bumi." Kami tidak ingin pulang dengan tangan kosong, oleh karena itu kami menerobos sedikit demi sedikit hingga dapat mengambil sayuran atau buah yang kami inginkan.

Aku mendapatkan 3 wortel, 3 kentang, 4 bawang bombai, 2 bawang perai, 1 kubis, dan 2 tangkai selada. Um, setidaknya ini sudah cukup untuk orang yang hidup sendiri. Maklum saja, lawanku adalah ibu-ibu. Aku segera keluar dari medan pertempuran dan menuju ke arah kasir untuk membayar. Fuyukawa-san masih berusaha mengambil beberapa sayur dan buah. Fuyukawa-san, fight…!

Tidak lama kemudian semua sayur dan buah telah habis. Fuyukawa-san menuju ke kasir dan mengantre untuk membayar. Kutunggu Fuyukawa-san di depan toko.

Fuyukawa-san keluar dari toko itu dengan memegang kantung plastik berisi buah dan sayur yang dibelinya, sedangkan aku hanya memasukkannya ke dalam kantung dari kain ini. Menghemat pemakaian plastik salah satu satu cara untuk menjaga planet ini. Mengingat sampah plastik masih menjadi salah satu hal serius yang harus ditangani.

"Amamiya-kun, masih di sini?"

"Ah, iya, aku menunggumu, Fuyukawa-san."

"Eh, ke-kenapa?"

"Ada yang ingin kubicarakan sambil pulang."

"Oh, begitu ya..."

Aku dan Fuyukawa-san meninggalkan kawasan belanja karena tidak ada yang akan kami beli lagi. Arah pulang kami searah, jadi ini kesempatan yang bagus untukku untuk bicara dengannya. Kulihat ke arah Fuyukawa-san, dia sedikit menundukkan pandangannya. Baiklah, kuhilangkan rasa canggungku saat berbicara dengannya. Ini juga demi kebaikannya.

"Fuyukawa-san, tentang kemarin, sepertinya kita memang tidak usah berteman. Maksudku, kita cukup jadi teman sekelas saja."

"Kenapa jadi begitu, Amamiya-kun?"

Suara Fuyukawa-san sedikit lebih rendah daripada biasanya. Suara ini sama seperti kemarin saat dia merasa sedikit sedih.

"Begini, temanmu yang namanya Atsuko-san dan Misa-san itu, mereka tidak ingin melihatmu berteman denganku. Dan juga, sepertinya hubungan kalian di hari itu sedikit berbeda daripada biasanya. Aku tidak mau hubungan kalian hancur karena kamu berteman baik denganku. Aku juga tidak ingin mereka memandangiku dengan tatapan seperti merendahkanku selalu. Mungkin ini jalan terbaik."

"Bukan! Itu bukan jalan terbaik." Fuyukawa-san menjawabnya dengan suara yang sedikit lantang. Nada suara dari suatu penolakan. Dia berhenti berjalan, aku pun melakukan hal yang sama.

"Tapi…" Saat aku hendak bicara, Fuyukawa-san memotongnya.

"Amamiya-kun, mereka hanya belum mengenalmu saja."

"Bukannya Fuyukawa-san juga belum mengenalku?"

"Karena itulah aku ingin mengenalmu."

Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu berdengung dengan kencang di telingaku. Sampai saat ini yang sudah mengetahui beberapa hal tentangku hanya Namikawa-san, Kayano-san, dan Hiroaki. Aku belum memberitahu Fuyukawa-san semuanya tentangku, bahkan tentang kenapa aku bisa dipindahkan ke Keiyou-kou.

"Tapi tetap saja, ada orang yang tidak senang dengan itu, Fuyukawa-san. Dari awal seharusnya kamu tidak berbicara denganku dan juga tidak merekomendasikanku menjadi perwakilan kelas."

"Bukannya Amamiya-kun juga ingin berteman denganku?"

"Tentu saja. Tentu saja aku ingin berteman deganmu, Fuyukawa-san. Kamu orang pertama yang menyapaku dengan senyum indahmu itu. Tapi, kalau begini jadinya, lebih baik aku…"

"Itu keinginanmu kan, Amamiya-kun?" Fuyukawa-san memotong kata-kataku lagi.

"Ah, iya."

"Kalau begitu, ya sudah. Bukannya kita memiliki keinginan yang sama? Ngga perlu menanggapi pemikiran orang lain."

"Tapi tetap saja, hubunganmu dengan mereka akan…"

"Itu ngga akan terjadi. Saat mereka tahu Amamiya-kun orangnya seperti apa." Fuyukawa-san mengatakannya dengan nada suara biasanya, ceria dan positif.

Sedikit terpikir olehku cara untuk bisa membuat mereka mengubah pandangan mereka terhadap diriku.

"Mm… mungkin aku menemukan cara untuk mengubah pandangan mereka terhadap diriku."

"Beneran? Gimana?" Fuyukawa-san terlihat penasaran.

"Ujian tengah semester."

"Mm? Kenapa dengan ujian tengah semester?"

"Tunggu saja saat itu"

"Eh, aku penasaran."

"Tunggu saja, Fuyukawa-san. Jalan terbaik itu tidak hanya satu ternyata."

"Hey Amamiya-kun. Hey…"

Aku hanya tersenyum melihatnya penasaran seperti itu. Kami pun melanjutkan perjalanan kami untuk pulang.

Tujuanku nanti itu semuanya untuk Fuyukawa-san. Bagaimana mungkin aku membiarkan orang-orang menjadi tidak menyukai dirinya lagi karena dia berteman denganku. Cukup aneh bila aku tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu di saat ujian semester nanti, akan kuubah cara mereka memandangiku dengan menunjukkan siapa diriku yang sebenarnya. Walaupun mungkin akan terjadi sedikit rasa curiga nantinya. Ah, tidak. Setidaknya aku sekarang sudah mendapatkan caranya. Apa yang terjadi nanti, akan kuselesaikan nanti.

"Terima kasih ya, Fuyukawa-san."

"Eh, kenapa?"

"Eh, kenapa ya?"

"Eeeh…"

Aku tidak bisa bilang terima kasih karena tidak menyerah tentangku. Memangnya aku ini siapanya Fuyukawa-san? Bisa-bisa terjadi kesalahpahaman.

"Ngomong-ngomong, bulannya indah ya, Amamiya-kun?" Fuyukawa-san mengatakannya sambil melihat ke arah bulan.

"Iya, indah," kataku sambil melihat ke arah bulan juga.

Aku tidak sadar kalau ada bulan purnama malam ini. Mangetsu. Bulan penuh bersinar terang. Bulan purnama pertamaku di Tokyo. Bulan purnama yang dikelilingi suasana kota yang ramai.

Karena sudah malam, aku tidak bisa membiarkan Fuyukawa-san pulang sendirian. Jadi kucoba menawarkan untuk mengantarnya pulang ke rumah. Lagi pula jarak tempatku dengan tempatnya sepertinya tidak jauh.

"Fuyukawa-san?"

"Ya, Amamiya-kun?"

"Karena sudah malam, aku antar sampai ke rumahmu."

"Eh, apa ngga apa-apa?"

"Tidak apa-apa kok."

"Um, baiklah."

Aku berjalan di samping Fuyukawa-san, mengikutinya sampai tiba di rumahnya. Aku terkejut saat tiba di depan rumahnya. Apa ini? Rumahnya sangat besar dan halamannya juga luas.

"Makasih, Amamiya-kun, sudah mengantarkanku."

"Ah, bukan apa-apa. Kalau begitu, aku pulang dulu."

Saat aku hendak pergi, tiba-tiba seorang pria keluar dari dalam rumah menuju depan rumah tempat Fuyukawa-san dan diriku berada. Sepertinya orang ini ayahnya Fuyukawa-san.

"Yukina, ke mana saja sampai jam segini baru pulang? Papa khawatir, tahu!"

"Yukina cuma pergi belanja. Lagian Papa juga tidak bisa belanja karena sibuk dengan kerjaannya Papa, kan? Makanya biar Yukina saja yang pergi belanja."

"Tetap saja kabarin ke Papa dong. Papa kan gak bisa biarin kamu keluar malam-malam begini sendirian."

"Ah, um. Maaf Pa..."

"Iya, iya. Dan, siapa laki-laki ini, Yukina?"

"Ini Amamiya Ryuki-kun. Teman sekelasku."

"Ah, selamat malam." Aku membungkukkan badanku ke arah ayahnya Fuyukawa-san.

"Kenapa dia ada di sini?"

"Amamiya-kun mengantarkan Yukina pulang."

"Begitu ya. Terima kasih Amamiya-kun."

"Ah, ini bukan apa-apa. Tempat saya juga tidak jauh dari sini. Kalau begitu, saya pamit. Oyasumi."

"Oyasumi."

"Oyasumi."

Setelah Fuyukawa-san dan Ayahnya mengatakan itu, mereka masuk ke dalam rumah dan aku terus berjalan menuju arah apartemenku. Aku belum terlalu hafal jalan di tempat ini, tapi aku masih ingat jalan yang kulalui tadi hingga sampai ke rumah Fuyukawa-san. Terus berjalan hingga akhirnya aku sampai ke jalan yang terbagi dua yang memisahkan arah rumah Fuyukawa-san dan apartemenku.

"Tadaima," kataku saat tiba di kamar apartemen. Huah, rasanya melelahkan melawan ibu-ibu yang memperebutkan diskonan. Sayuran yang kubeli tadi langsung kutaruh di kulkas. Setelah itu, mengganti pakaianku dengan pakaian tidur dan langsung berbaring di tempat tidur.

Kulihat ponselku yang dari tadi tidak kusentuh saat terkahir kali di kawasan belanja hanya untuk melihat jam. Ternyata ada beberapa miss-call dan pesan masuk di LINE. Ternyata dari Hiroaki. Lebih baik aku simpan dulu kontaknya.

Hiroaki memberitahuku tempat berkumpul untuk besok di patung Hachiko yang letaknnya di depan Stasiun Shibuya, pukul 11 siang. Kubalas dengan "Baiklah. Sampai jumpa besok."

Pukul 11 ya? Kupikir dia akan mengajakku pukul 10. Menurutku waktunya sudah pas karena aku hidup sendirian di Tokyo. Dia sangat perhatian ternyata. Sungguh orang yang baik. Katanya dia akan mentraktirku makan siang. Di jam itu sangat pas karena hampir jam makan siang.

Tiba-tiba ponselku bergetar. Sepertinya ada pesan masuk lewat LINE. Apa dari Hiroaki lagi?

Kulihat nama pengirimnya, Fuyukawa Yukina. Eh, ada angin apa yang membuatnya mengirimiku pesan? Kubuka LINE dan kubaca pesannya.

Amamiya-kun, terima kasih sudah mengantarkanku pulang.

Selamat beristirahat.

Sampai jumpa di sekolah.

Akupun membalas pesannya.

Sama-sama.

Selamat beristirahat, Fuyukawa-san.

Pesan pertama dari Fuyukawa-san. Walaupun hari ini melelahkan, tapi ada hal baik yang membuatku tidak merasakan terlalu lelah.

Tentang mengubah cara pandagan murid kelas terhadapku nanti, kulakukan itu bukan demi diriku seorang, tapi sebagian besar demi Fuyukawa-san. Hubungan antara diriku dan dirinya membuat murid-murid di sekolah, khususnya kelas 2-D, mulai mengubah cara pandang mereka terhadap Fuyukawa-san. Aku yakin cara ini akan berhasil. Tidak, pasti berhasil. Semua demi Fuyukawa-san.

Aku bangun dari tempat tidurku untuk mematikan lampu kamar.

Saatnya tidur.

Oyasumi.