Chereads / Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir] / Chapter 22 - Chapter 22 "Kotak Hitam Misterius"

Chapter 22 - Chapter 22 "Kotak Hitam Misterius"

Di saat aku menoleh ke arah sumber suara, mataku mendapati figur seseorang yang tidak asing. Siluet seorang pria yang melambaikan tangan dari seberang sungai. Di samping pagar yang membatasi jembatan besar. Sosok itu segera berlari-lari kecil di atas jembatan batu.

Setelah jarak di antara kami memendek, barulah aku mengenalinya. Pria itu berlari melewati beberapa saudagar dengan kargonya yang mungkin hendak menjual barang dagangan ke wilayah Elvian. Untuk sesaat, pria itu tampak menyerempet sebuah kargo. Wajar bila pemiliknya marah, pria itu pun segera meminta maaf.

Dasar pria yang tidak sabaran! Padahal dia bisa berlari dengan lebih hati-hati lagi. Memang seperti itulah Dimas, sahabatku satu-satunya.

Melihatnya yang menuju jemari dengan wajah yang bahagia membuatku tidak kuasa untuk berlari ke arahnya. Dimas langsung memelukku erat. Rasa cemas bercampur rindu yang ia tahan mengalir kencang lewat dekapannya. Seakan ia tidak ingin aku hilang dari depan matanya lagi. Setelah semua yang telah terjadi, aku mengerti jelas perasaanya. Aku pun demikian. Begitu bahagia bisa melihatnya lagi setelah beberapa lama. Tanpa sadar aku membalas pelukannya dengan lembut. Aku mulai merasa pipiku panas, air mata menetes dari sudut mataku.

"Ini sungguh kau, Anggi?" ucap Dimas dengan lirih, suaranya terdengar sedikit berat dari belakang telingaku. "Aku merindukanmu."

"Aku juga merindukanmu. Bagaimana bisa kau tahu aku kembali hari ini?" tanyaku yang penasaran. Dengan perlahan aku melepaskan diri dari pelukannya, sembari mengelap kedua pipi yang basah.

"Sejak hari itu aku selalu menunggumu di sini. Berharap kau akan kembali." Suara pria itu terdengar berat di telingaku. Napasnya menggelitik tengkuk milikkku yang terekspos. "Pikiranku sangat kacau sejak kejadian itu. Aku selalu berpikir untuk mengejarmu, tapi semua orang selalu menghentikanku. Aku hanya takut kau tidak akan pernah kembali."

"Tapi nyatanya aku kembali, kan?" jawabku dengan senyum tipis.

"Apa yang terjadi padamu setelah itu? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi padamu? Mengapa kau lama sekali kembali? Kau tidak apa-apa, kan?" Dimas tampak cemas dan memberikanku serbuan pertanyaan.

"Panjang ceritanya. Nanti akan kuceritakan saat kembali ke markas," jawabku dengan santai. Mencoba menenangkan sahabatku yang terlalu cemas. "Untuk keadaanku kau bisa lihat sendiri dengan mata kepalamu! Aku baik-baik saja."

"Begitu ... baguslah! Yang penting kau baik-baik saja." Setelah itu Dimas melirik ke belakangku, di mana Pangeran Keylan dan beberapa pasukan berkuda berada. "Lalu ... siapa orang-orang ini? Apa Elvian ini ada hubungannya denganmu?"

"Mereka adalah orang-orang yang membantuku saat berada di kota Elvian. Pria yang rambutnya berkuncir kuda adalah Pangeran Ketiga dari Kerajaan Elvian Barat, Keylan. Sementara wanita yang ada di sana adalah Airi, pelayan Pangeran Keylan," ujarku sembari memperkenalkan kedua orang yang telah membantuku.

Dimas tampak melongo dan tak bisa berkata apa-apa. Matanya menatapku dan kedua orang itu secara bergantian.

Melihat wajahnya yang seperti itu membuatku tak kuasa untuk menggodanya sedikit. "Aku tahu kau tidak akan percaya denganku yang sudah ke kota Elvian. Tapi terserah kau saja mau percaya atau tidak, yang—."

"Aku lebih terkejut dengan keberadaan pangeran Elvian di sini dari pada itu."

"Kau adalah Dimas, kan?" tanya Pangeran Keylan. "Anggi selalu bercerita tentang kau. Sepertinya kau yang merupakan sahabat terbaiknya adalah kebenaran."

Dimas hanya membalas dengan anggukan kecil. Ia masih menatap tidak percaya pada Elvian yang berada di depannya. Sementara itu, Pangeran Keylan memandangi Dimas dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan seksama. Pakaian sahabatku yang lusuh beserta pedangnya yang usang tak luput dari pemeriksaan pangeran ketiga.

Melihatnya membuatku merasa ngeri. Sebab tatapan yang ia buat saat ini terasa begitu tajam dan menyeramkan. Seakan penuh dengan hawa permusuhan yang mendalam. Berbeda dengan tatapan dan senyum hangat yang selalu ia beri kepadaku.

"K-Kalau begitu ... ini adalah perpisahan. Terima kasih atas kebaikan yang telah kau berikan padaku selama dua minggu terakhir, Pangeran Keylan!" ucapku yang merasa sedikit canggung dengan keadaan ini. Tidak lupa aku membungkukkan badan sebagai penghormatan kepadanya.

Terdengar suara sepatu yang berpijak ke atas tanah, menimbulkan suara yang jelas terdengar di antara bunyi serangga di semak-semak. Aku mengangkat kepala ketika suara langkah kakinya mendekat.

"Tidak perlu berterima kasih. Aku cuma memberi apa yang seharusnya kuberi pada orang yang kesusahan." Pangeran Keylan menepuk bahuku. "Mulai sekarang, berhati-hatilah di setiap tindakan yang kau buat. Apalagi kau nanti akan menjalani petualanganmu sendiri. Jangan sampai terlibat masalah yang seharusnya kau bisa hindari."

"Baik."

"Dan ... aku juga ingin memberimu sesuatu."

Pangeran Keylan merogoh sesuatu dari balik jubahnya. Benda yang diambil olehnya adalah sebuah kotak berwarna hitam yang panjangnya sekitar 30 sentimeter. Permukaan kotak itu mengilap seakan terbuat dari marmer. Ukiran emas yang tergurat memberi kesan yang elegan dan mewah. Entah apa yang ada di dalamnya, mungkin sesuatu yang lebih hebat dari kotaknya yang sanggup membuatku terpana.

Benar saja dugaanku! Ketika tangan pria itu membuka kotak tersebut. Mataku dibuat berbinar-binar dengan benda yang berada di sana. Sebuah viglet yang cukup tebal dengan warna gading bercorak hitam pada pangkalnya. Aku tidak tahu terbuat dari apa benda ini, namun sepertinya benda yang cukup langka. Karena teksturnya tampak halus, tidak kasar seperti viglet biasa.

"Tunggu! Itu, kan—." seru Airi tertahan. Wajahnya keheranan, begitu pula dengan para prajurit berkuda Elvian.

"Ini adalah viglet andalan milikku. Kalau kau ingin menghadapi petualangan besar, kau juga butuh peralatan yang hebat."

"Apakah itu tidak masalah, Pangeran!?" sergah Airi dengan sedikit panik.

"Tentu tidak," jawab Pangeran Keylan dengan lembut pada Airi. Kemudian beralih ke padaku. "Terimalah ini!"

"Ini sesuatu yang berharga, kan?" balasku dengan hati-hati.

"Ya, sangat berharga. Karena itulah aku ingin memberi benda ini untukmu. Anggap saja sebagai hadiah perpisahan kecil dariku."

Mulanya aku ragu-ragu. Tanganku seakan memiliki dua pikiran, antara menolaknya atau mengambilnya. Selain tempat tinggal dan makanan yang disediakan beberapa hari terakhir, aku merasa tidak enak bila harus menerima kebaikan lain darinya. Di saat yang sama aku juga menginginkan viglet baru setelah yang sebelumnya patah. Bohong jika aku berkata tidak menginginkan viglet yang terlihat kuat seperti ini.

Mataku memandangi kotak hitam berukiran emas itu dan wajah pangeran secara bergantian. Hanya senyum hangat yang ia tunjukkan padaku. Memang aku masih tidak percaya bila ia mau memberikan benda berharga seperti ini. Khawatir bila ada sesuatu yang terjadi di kemudian hari.

Namun ia adalah orang yang baik. Selama dua minggu di wilayah Elvian, ia selalu menunjukan kebaikan dan ketulusannya padaku.

Karena itulah aku mengambil kotak hitam ini walau masih ada keraguan tersisa.

"Terima kasih banyak!" Sekali lagi aku menundukan badan sedalam-dalamnya sebagai tanda penghormatan dan terima kasih.

"Sudah kubilang tidak perlu formal sampai harus menundukan kepala."

Mata kami saling berpandangan satu sama lain. Menatap dalam-dalam, sebelum akhirnya pria itu melempar senyum.

"Kalau begitu kita berpisah di sini. Semoga kau bisa menemukan apa yang kau cari."

Pangeran Keylan melambaikan tangannya, membalikan badan dan berniat kembali pada kelompoknya. Namun aku menghentikannya dengan memegang lengannya. Pria Elvian itu tampak sedikit terkejut melihatku.

"Terima kasih untuk semuanya, Pangeran! Aku takkan melupakan semua kebaikan ini," ujarku dengan antusias. "Dan juga, semoga kita bisa kembali bertemu suatu hari nanti."

Aku melempar sebuah senyum tipis. Kata-kata itu benar adanya. Aku ingin bertemu dengannya lagi untuk membalas semua kebaikannya.

Pangeran Keylan tidak berkata apa-apa lagi setelahnya dan langsung berbalik. Aku menatapi punggungnya yang perlahan menjauh dariku. Setelah ia dan pasukan berkudanya kembali ke dalam hutan, aku dan Dimas berjalan masuk ke dalam kota.

"Serius, bagaimana bisa kau berkenalan dengan seorang pangeran Elvian?" tanya Dimas saat kami menyeberangi jembatan.

"Ingin tahu aja atau ingin tahu banget?" godaku dengan senyum penuh keisengan.

"Hoi ... cepat beri tahu!"

"Nggak mau, ah."

Aku langsung tertawa dan berlari menjauhinya. Memasuki kota Glafelden di mana aku bisa mendapatkan kembali kehidupan yang tenang dan damai. Matahari pagi menyinari kota dan orang-orang di dalamnya. Menyegarkan pikiranku yang rindu dengan suasana kota ini.

Kupikir aku bisa hidup tenang untuk sementara, dan menunda pencarian Kristal Roh sampai aku setidaknya cukup kuat. Tetapi, aku tidak tahu jika petualangan besarku terpaksa harus dimulai beberapa jam ke depan.