#Cafe Resto-Seputaran Jalan Bhayangkara- 1 Km dari Balai Kota#
"Untuk apa kau mengajakku ngongkrong di sini?!" teriak Godel.
"Slurrpp…" Aswa menyeruput kopi susu yang dipesannya. "Kau yakin tidak mau pesan apapun?"
Godel menjawab, "Kenapa kita malah ke mari? Bukankah kita berencana pergi ke Balai Kota?!"
"Kita harus bersabar, Del… Pergantian shift jaga di Balai Kota memang sebentar lagi. Tapi kita harus keluar dari kebiasaan pencuri pada umumnya," balas Aswa.
Godel mengernyitkan dahi dan berkata, "Pergantian shift itu saat yang tepat! Kebanyakan pencuri akan memaksimalkan kesempatan itu!"
"Kebanyakan, bukan? Umumnya memang seperti itu. Mulai dari sekarang kau harus berasumsi, pemerintah kota tidak mungkin memberikan kesempatan kepada pencuri untuk masuk, barang sedetik! Kita anggap mereka sudah menutup kemungkinan pembobolan Balai Kota…" terang Aswa.
"Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, kampret!" Godel mulai menghardik.
"Slurpp…" Aswa kembali menyeruput kopi susu. "Kau cukup mengikutiku nanti. Aku jamin kita akan berhasil. 100 persen berhasil."
"Bagaimana bisa berhasil kalau kita bersantai-santai seperti ini? Perkataan itu bukan jaminan, Goblok!" kata Godel mengutarakan keraguannya.
"Kau ingin mengambil kembali harta orang tuamu, bukan? Motivasimu itu sudah memberikan jaminan 20 persen. Peta lengkap Balai Kota menambah jaminan menjadi 25 persen. Dengan hanya 25 persen itu sudah cukup bagiku meningkatkan kemungkinan berhasil menjadi 100 persen! Hahaha… Kau lupa kalau pengetahuanku adalah senjataku?" terang Aswa.
Godel mulai melembek. "Baik… Kita buktikan apakah keyakinanmu akan membawa kita kepada keberhasilan atau tidak!"
"Jangan ragu, Del! Jaminan 20 persen motivasimu akan mengurangi tingkat keberhasilan kita," ledek Aswa. Ia pun melanjutkan, "Biar kau lebih semangat lagi, aku akan berkata jujur. Aku telah mengetahui seluk beluk Balai Kota dengan bantuan petamu itu. Bahkan segala sandi dan jebakan yang ada di dalamnya aku hafal mati!"
Aswa lalu menyerahkan belati yang berisi peta Balai Kota kepada Godel.
"I-ini..!!! bagaimana mungkin peta ini bisa bersamamu, bajing?" Godel gelagapan meraih belati itu dan menyimpannya di ranah jiwanya.
Akan sangat berbahaya jika peta itu jatuh ke tangan orang lain.
"Jangan menuduh aku bajing! Belati itu tercecer saat kau bertarung… Kau jelas belum bisa membedakan mana pisau untuk bertarung dan mana yang bukan. Kau benar-benar ceroboh!" tandas Aswa.
"Itu… Ah… Kapan kita berangkat?" Tanya Godel mengalihkan pembicaraan.
"Aku harus makan untuk memberi otakku nutrisi. Setelah makan kita berangkat…" jawab Aswa.
Godel mengurut dahinya sembari melambaikan tangan kepada pelayan. "Kau mau makan apa?"
"Aku butuh makanan berprotein tinggi. Kalau bukan daging sapi atau kambing, ya ikan." Pinta Aswa.
Setelah pelayan datang Godel langsung memesan makanan, "Dua porsi sate kambing! Tidak perlu terlalu matang biar cepat!"
"Mantaaaaaap…! Daging kambing baik buat kejantanan kita. Hahaha…" seru Aswa sembari tertawa. Tawa Aswa menarik perhatian pengunjung lain.
Godel membentak, "Jangan menarik perhatian orang, goblok! Ada yang ingin ku ketahui darimu."
"Hahaha… Apa itu?" kata Aswa.
"Mengenai si Tukang Sela. Kenapa progres pengembangan ranah jiwanya hampir mengejarku? Padahal ia baru kelas 10!" Tanya Godel.
Aswa menghentikan tawanya. Tidak berapa lama Aswa menjawab pertanyaan Godel, "Aku memberikan Jeon buku karanganku. Buku tentang praktik pengembangan ranah jiwa, khusus bagi mereka yang berelemen api. Rencananya buku itu inginku patenkan, lalu menjualnya ke pasaran, tentu saja bekerja sama dengan penerbit. Melihat situasi saat ini, hal itu tidak memungkinkan lagi. Jadi ku berikan saja buku itu kepada Jeon. Gayung bersambut, ranah jiwa Jeon cukup cocok dengan praktik dalam buku itu. Sekarang kau ingin menanyakan buku milik ibumu, bukan?"
"Anjeeerrrr…! Iya, bagaimana dengan buku ibuku itu, brengsek? Aku juga ingin cepat-cepat menjadi kuat biar bisa meraih apa yang ku impikan!" tandas Godel. Ia kesal karena pikirannya dibaca Aswa.
Aswa menjawab, "Tentu saja aku sudah mendapat arti dari 'bakepor' dalam buku yang ditulis ibumu itu. Hahaha… sebelum aku menjelaskannya, kau harus memanggilku 'Master Aswa'! hahaha…"
"Kau ini temanku atau bukan?! Sudahlah! Beritahu aku makna yang terkandung di dalamnya!" desak Godel.
Sambil menyipitkan mata Aswa menyeruput Kopi Susu hingga tetes terakhir. "Baru sekarang kau menganggapku teman. Setelah kau ada kepentingan denganku…" ketus Aswa.
"Alamak, Waaa… Hanya kau yang paling dekat denganku sekarang. Bahkan kau seperti saudaraku sendiri. Jadi tolonglah… Kita saling bantu. Tapi jangan minta aku memanggilmu 'master'…" pinta Godel.
"Baiklah… Dengarkan baik-baik, arti dari istilah 'bakepor' itu ku dapat dari Kakeknya Neng Mawar, Nata Prahara. Istilah itu berasal dari bahasa Kutai yaitu 'kepor', yang artinya dalam bahasa Antarnusasia adalah 'putar'. Bakepor artinya berputar. Sekarang sudah jelas, kan?" terang Aswa.
Mendengar penjelasan Aswa dengan seksama membuat Godel tidak menyadari jika alisnya berkerut. "Walau aku tau arti dari istilah bakepor itu, aku masih belum bisa menginterpretasikan makna dari resep itu. Ancriiiittt…!!!" bentak Godel dalam hati.
Melihat Godel kebingungan, Aswa memberikan penawaran, "Serahkan saja buku itu padaku, Del… Setelah aku memahaminya, akan ku ajarkan kepadamu. Bagaimana? Setuju?"
Godel berkilah, "Bukan itu masalahnya… Kita jelas-jelas harus…"
Aswa langsung menyela, "Lihatlah ini!" dengan perlahan Aswa meletakkan telapak tangannya di atas cangkir. Hawa dingin keluar di pergelangan tangan Aswa hingga menimbulkan sedikit kepulan uap air.
*Pluukk…!* Cangkir kosong bekas Kopi Susu Aswa tiba-tiba terbelah.
"Tenaga dalam? Apa menariknya?!" ledek Godel. Di dalam hatinya ia berkata, "Ranah jiwa Aswa berelemen racun. Tidak mungkin ia bisa memicu hawa sejuk ini!"
"ini cuma contoh. Dengan ranah jiwaku yang saat ini masih hijau, aku bahkan bisa saja membelah café ini menjadi dua. Itu berkat pemahanku tentang makna 'bakepor'!" tandas Aswa.
"Jangan membual!" ujar Godel, ragu.
"Ya… Aku sedikit membual tadi. Bagaimana dengan ini?" Aswa memperlihatkan garis hitam di telapak tangannya kepada Godel. Lagi-lagi hawa dingin menyeruak muncul di seputaran telapak tangannya. Sejurus kemudian Aswa meletakkan tisu di atas telapak tangannya.
Tiba-tiba tisu terbelah begitu saja kala bersentuhan garis hitam. "Kalau garis hitam ini menyentuh lehermu, sudah tentu kepalamu akan terpisah dari tubuhmu. Hehehe…"
"Garis apa itu?" Tanya Godel. Kali ini ia penasaran.
Sambil menguap Aswa menjawab, "Ah… Aku sudah malas menjelaskannya padamu…"
"Untuk apa kau memperlihatkannya kepadaku, bodoh?" hardik Godel.
"Tuh… pesanan kita sudah datang… seusai makan kita langsung berangkat," ujar Aswa.
Godel berpikir, "Garis di telapak tangan Aswa seperti teori lubang hitam. Seolah menelan apapun yang bersentuhan dengannya."
Setelah pengantar pesanan pergi, lagi-lagi Godel mengajukan suatu pertanyaan, "Bagaimana kau melakukannya hanya dengan sedikit informasi tentang 'bakepor'?"
"Hehehe… Kau penasaran, kan? Hanya dengan sedikit informasi itu, aku mengolah tenaga dalamku berdasarkan konsep memasak nasi bakepor. Putar, putar, putar dan putar. Lalu aku fokuskan pada satu garis kecil di telapak tangan. Dalam beberapa menit garis akan muncul, seperti yang kau lihat sekarang ini," jawab Aswa sambil memperlihatkan garis hitam di telapak tangannya.
Tanpa sadar Godel memuji kekuatan baru Aswa, "Ini jelas over power! Kau bisa membelah apapun yang kau mau! Ajarkan itu padaku!"
"Tentu saja! Kau sudah mengakui sebagai master dengan kata-kata itu! Hahaha…" ledek Aswa.
Merasa diledek, Godel mengumpat, "Brengsek! Manusia jahanam! Kau harus menepati janjimu itu!"
........................…
Di saat Godel dan Aswa bersantai dan Neo sibuk dengan mainan barunya, si Monster Cicak, Jeon dan seluruh squad yang hadir duluan tiba-tiba mendapat serangan mendadak.
*Booooommm…!!!* Gelombang besar memporak-porandakan anggota squad FirstAidKiss, Available4U, Almond dan Neo Squad. Membuat debu pasir bertebaran.
"Aaaaaarrrrggghh…!!!" semua berteriak kesakitan.
Setelah debu pasir memudar, sosok wanita ternama muncul di hadapan squad-squad ini dengan gagah berani. Dia adalah Eel Erika. Anggota Squad Pedang Hitam.
Di belakangnya ada Kapten Squad, Bagong dengan didampingi empat anggota lain dari Squad Pedang Hitam II.
Inta Titania dari Squad Available4U berkomentar, "Ku pikir bukan kalian yang mewakili Squad Pedang Hitam. Sekarang, tidak ada yang pantas menekan squad lain selain kalian tentunya."
"Bagus kalau kalian sudah sudar!" balas Eel.
Charis dari FirstAidKiss Squad menambahkan, "Yeah… Dengan kehadiran kalian, ada jaminan quest ini akan berhasil!"
Bagong berjalan mendekati Jeon dan membantunya berdiri. "Tidak perlu ada sekat-sekat di antara kita. Toh, kita akan berjuang bersama nanti. Kalau ada yang berpikir aku dan Eel tidak mungkin ikut dalam quest kelas 'C' ini, maka pikiran itu sebenarnya tidak salah. Hanya saja perlu kalian ketahui, ada kemungkinan quest ini naik kelas menjadi kelas 'A', bahkan kelas 'S'. Informasi terbaru yang kami dapat, ada squad dari lingkaran gerakan iblis yang menginginkan Bekantan Bulu Emas. Aku sendiripun belum tentu bisa menghadapinya. Jadi, siapapun kalian dan dari squad manapun, kita harus saling bekerja sama. Pemerintah telah menyiapkan hadiah sebesar 100 ribu rupiah untuk masing-masing squad kita, di luar dari 10 ribu rupiah yang dijanjikan. Jujur, motivasi kami sebenarnya bukan hanya uang, tetapi juga menjadi squad pertama dari Benua Etam yang masuk ke dalam kuadron 3." Terang Bagong.
"Senior Bagong!" teriak Udil.
Bagong menatap Udil seraya berkata, "Ya, Dil! Ada yang ingin kau tanyakan?"
"Tidak ada. Cuma tolong tegur Kak Eel. Pilih-pilih kalau memukul. Kita dari Guild yang sama, kan? Serius, tubuhku jadi pegal semua sekarang," keluh Udil.
Eel langsung mengklarifikasi, "Hahaha… Sorry, Dil… Lain kali kau yang harus jauh-jauh dari masalah seperti tadi, ya…"
"Hahaha… Eel sudah minta maaf. Kawan-kawan… Mari kita sama-sama masuk ke rumah. Seorang yang mengajukan permohonan quest ini pasti sedang menunggu kita," pungkas Bagong.
.......................
Aswa dan Godel sudah berada pada jarak 200 meter Balai Kota yang berada di kawasan Jalan Kesuma Bangsa.
Godel mencoba mendeskripsikan bangunan Balai Kota Samareand, "Ornament Rumah Lamin yang dibuat untuk bangunan Balai Kota memberikan kesan tradisional, seolah terbuat dari kayu. Padahal bangunan seluas satu setengah hektare dengan empat lantai ini dibuat dari rangka baja terkokoh dan beton padat terbaik. Kolong bangunan setinggi 5 meter dengan puluhan penjaga terlatih menutup kemungkinan ada pencuri yang menyusup dari tanah."
"Sisi-sisi bangunan yang dijaga ketat juga menutup kemungkinan ada pencuri yang nekat menerobos tembok, pintu dan jendela. Lebih-lebih kalau lewat atap," terang Aswa, menambahkan.
Godel menatap sinis Aswa seraya berkata, "Makanya, pergantian shift adalah satu-satunya cara untuk masuk dengan cara menyamar. Biarpun sulit, tapi masih ada peluang. Dasar bego!"
Aswa melanjutkan penjelasan, "Walaupun seandainya kau berhasil masuk dengan memanfaatkan pergantian shift penjaga yang bergelombang, kau tetap akan kesulitan menghadapi ilusi nyata yang diciptakan di lantai dua dan tiga. Bahkan tidak ada seorangpun aparat Balai Kota yang bisa lolos dari ilusi ini, kecuali Walikota dan Sekretaris Kota. Makanya pegawai hanya bisa ditempatkan di lantai satu dan empat. Pola ini menutup kemungkinan pencuri yang berhasil masuk dengan cara menyamar."
"Itu sama saja kau berkata, 'mustahil untuk masuk', bukan?!" Godel mulai kesal dengan Aswa.
Aswa meletakkan jari telunjuknya ke bibiri. "Jangan nyaring-nyaring kalau ngegas! Bukan itu maksudku," bisik Aswa. Kemudian ia menerangkan, "Aku tidak berkata mustahil untuk masuk. Buktinya ada yang berhasil membuat peta, meski orang itu tidak dapat menyebutkan dengan pasti di mana lokasi gudang penyimpanannya. Aku pun yakin ada beberapa pencuri sebelumnya yang juga berhasil masuk dan membuat peta namun tidak tau di mana lokasi gudangnya."
"Jadi bagaimana caranya? Katakan cepat!" Godel menekan Aswa dengan suara berbisik.
"Kita tinggal habisi satu per satu penjaganya, mulai dari pintu depan sampai gudang penyimpanan kita temukan…" kata Aswa.
Mendengar jawaban Aswa, Godel semakin kesal, "Itu bukan mencuri! Itu merampok namanya! Kalau kau ingin bunuh diri, jangan bawa-bawa aku!"
"Hihihi… Aku bercanda, Del… Jangan diambil hati! Hihihi…" ujar Aswa. Ia lu melanjutkan penjelasan, "Ada kelemahan pada formasi penjagaan. Kita hanya perlu membunuh beberapa orang penjaga dan pengawas CCTV, lalu bergerak dengan cepat ke pintu gudang penyimpanan di antara realita dan ilusi. Memecahkan kunci gudang, lalu masuk ke dalamnya. Kita tinggal memasukan setiap harta ke dalam ranah jiwamu. Setelah itu kita kembali mengikuti jalur masuk kita dan berhasil, berhasil, berhasil, oyeee…!"
"Setengah merampok?! Apa kau yakin?" ujar Godel yang lagi-lagi masih ragu.
"Kau yang harus yakin!" balas Aswa. "Aku memiliki jaringan yang punya metode untuk masuk ke sana beberapa kali tanpa ketahuan. Tapi jaringanku itu tidak dapat membawa harta. Jadi harus kita yang masuk. Kemungkinan terburuk sudah ku antisipasi. Yang penting, kau jangan jauh-jauh dari aku jika tidak ingin tertangkap!"
"Siapa orang itu?" Tanya Godel.
Dengan nada kesal Aswa menjawab, "Kau ini banyak tanya. Itu kartu rahasiaku! Orang itu yang jelas tidak akan pernah mengkhianatiku. Jadi, untuk saat ini, jangan pernah kau ragu saat kita sudah melangkah… Itu bisa jadi boomerang untuk kita. Aku tidak mau tertangkap hanya karena keraguanmu ini,"
Godel lalu teringat dengan perkataan mendiang ibunya saat ia menangis kala anak-anak seusianya mengejek Ayah Godel yang menderita gangguan jiwa. Ibu Godel berkata kepada Godel kecil, "Ayahmu memang gila. Itu karena ia sudah tidak memiliki keraguan dengan keyakinan yang ia jalani. Dia akan terus melangkah pada satu titik, di mana titik itu ia yakini sebagai tempat akhir dari hakikat hidup yang seharusnya ia jalani. Walaupun melalui jalan orang gila. Bukan karena tiada jalan lain. Tapi karena harus saja ia jalani. Ingat perkataan ibu ini. Bukan wajib, tapi harus… Suatu saat kau akan memahami…"
"Del… Del… Kau melamun? Hihihi… Kau seperti bukan Godel saja!" goda Aswa.
"Apa?!" ujar Godel, singkat, padat, dan kesal.
"Orang seperti apa Ketua Guild Cahaya itu?" Tanya Aswa.
Godel menjawab seadanya, "Kebalikan dari si bajingan Encore. Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?"
Dengan santai Aswa berkata, "Bukan apa-apa. Aku tadi sempat membaca berita tentang pengunduran dirinya."
"Itu tidak penting. Kapan kita masuk?" Tanya Godel.
Aswa sejenak menatap langit, lalu memandang ke Balai Kota Samareand yang berada di puncak gunung kecil. "Sekarang…" jawab Aswa.
***