"Jangan main bunuh aja, bosku…" ujar Aswa. "Kita bisa berteman, bukan? Dengan kami berada di sisimu, kita bisa menghadapi Kaki Tangan Tuhan bersama-sama nanti. Kami yang masih muda butuh bimbingan senior sepertimu," lanjutnya.
"Hahaha… Aku ini Iblis! iblis yang nyata! Aku tidak ragu mengatakan kalau kalian cuma bermain-main saja dengan kata-kata itu. Hahaha… Kalian ingin berteman denganku? Apa kata Tuhan?!" Maraiaban masih meremehkan Aswa.
"Justru karena kau nyata makanya aku ingin berteman. Kalau toh kau tidak berkenan, setidaknya biarkan kami mengambil keuntungan di tempat ini. Keuntungan kami bukanlah kerugianmu," terang Aswa.
Mariaban memandang roh Master Syarhan seraya berkata kepada Aswa, "Hahaha… Kalau bukan karena dikeroyok master iblis dari tujuh benua, Aku tidak akan terkurung di sini 312 tahun yang lalu dan menjadi pelayan penguasa kota. Baiklah, ku biarkan kau bertindak semaumu di sini. Untuk keluar dari sini, kau harus pikirkan sendiri caranya! Hahaha…!"
"Semudah itu kau percaya dengan anak ini?" ujar Master Syarhan yang sedari tadi mendengar percakapan Mariaban dengan Aswa dan entitas misterius. "Selama aku menjadi Walikota, Kau tidak pernah mau berbincang denganku. Padahal dengan posisiku saat ini, aku lebih bisa membantumu dari pada bocah-bocah itu."
"….." Aswa dan Maraiaban sedikit terganggu dengan perkataan Master Syarhan. Sedetik kemudian mereka menganggap perkataan itu sebagai angin lalu. Tidak penting.
Aswa lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Maraiaban. Hal ini menambah panjang kebingungan Master Syarhan. Saat ini ia baru merasa benar-benar tidak berharga di mata orang lain.
Setelah berbisik, Aswa lalu berkomentar, "Walau sekarang aku tidak tau cara mengeluarkanmu, tapi aku sangat yakin bisa menyelamatkanmu kelak. Temanku yang tadi menguncimu akan menjengukmu dengan rutin. Kami akan mencari cara mengeluarkanmu."
"Kau ini… Hahaha… Ya, aku akan merindukan kedatanganmu. Hahaha…!" balas Maraiaban yang diiringi dengan ledakkan tubuh fisiknya. Ledakan ini membuat mayat-mayat ilusi terpendar oleh gelombangnya. Untuk beberapa menit, ilusi tidak berkerja sebagaimana mestinya.
Roh Master Syarhan langsung mendekati Aswa. "Hahaha… Boleh juga kau bocah. Ceritamu itu tadi menginspirasiku untuk mendekati Maraiaban itu lagi. Aku jadi bersemangat ikut pemilihan Walikota untuk periode berikutnya. Hahaha…"
"Ya… Kau bisa gunakan pendekatan sepertiku tadi. Tapi kau harus menggunakan hati untuk menyentuh hati," ujar Aswa.
Wajah roh Master Syarhan terlihat tidak begitu senang dengan perkataan Aswa yang benar adanya. "Sebentar lagi sekretaris kota akan masuk ke ruangan ini. Aku hanya ingin mengingatkan, orang ini sangat sulit ditangani." Roh Master Syarhan seketika memudar.
"Berarti aku harus cepat mengambil apa saja yang menarik di sini! Del, bangun del…!" Aswa menggerakkan tubuh Godel. "Oh… Iya… tubuhmu terluka seperti ini. [Kain Keramat] keluarlah…" ujar Aswa. Ia kemudian menyelimuti tubuh Godel dengan Kain Keramat.
Mata Aswa lalu tertuju pada tubuh perempuan bertopeng. "Orang itu… tubuhnya sampai terluka parah. Biarlah Godel yang nanti memastikan ia masih hidup atau tidak. Jika aku yang ke sana, hal-hal yang tidak diinginkan bisa terjadi."
"Uhuk…! Uhuk…! Ugh… Brengsek, Kau Aswa! Gara-gara Kau kita akhirnya berakhir di neraka!" kutuk Godel selepas siuman. Kepalanya masih cukup pusing saat itu.
"Ku anggap itu ucapan terima kasihmu. Untuk sementara, ilusinya sudah diatasi. Segera bertindak. Tapi sebelumnya kau pastikan dulu perempuan bertopeng itu sudah mati atau belum," balas Aswa.
Godel mencibir, "Untuk apa kau sok perhatian seperti itu? Cukup kita berdua saja yang seharusnya kau pikirkan!" Sambil membawa [Kain Keramat] Godel berjalan menuju perempuan bertopeng. Antara mulut dan perbuatannya tidak sesuai. Munafik.
.............................
#15 Kilo Meter dari Balai Kota#
Sebuah mobil sport berwarna hijau melaju dengan kecepatan tinggi. Tidak berapa lama dua mobil lain berwarna merah dan putih saling menyalip seolah sedang beradu kecepatan.
"Apa tidak masalah Bekantan Bulu Emas melaju dengan kecepatan seperti ini?" Tanya Eel sambil mengendarai mobil sport berwarna hijau.
"Makhluk itu sudah disuntik larutan Antimo, obat anti mabuk! Kau harus waspada, kalau-kalau ada penyergapan," ujar Bagong.
*Nguuuuuung…!* *Nguuuuuung…!* Mobil merah dan mobil putih menyalip mobil yang ditumpangi Squad Pedang Hitam.
"Squad-squad ini seperti anak-anak. Dasar brengsek! Haruskah kita tabrak saja mereka?" Eel kesal.
"Tidak perlu. Gerakan seperti itu bagus untuk mengaburkan pergerakkan kita. Bagaimana dengan mobil hitam? Sebentar lagi kita akan melewati Balai Kota. Penjaga di sana banyak orang-orang Aegis," jawab Bagong yang dilanjutkan dengan pertanyaan.
"Untungnya Bekantan sedang tertidur pulas. Mobil hitam yang membawanya melaju begitu cepat. Mereka sudah berada di depan kita," balas Eel.
Wajah Bagong tiba-tiba berubah mendengar berita dari Eel. "Kau harusnya kejar mobil itu setelah tau mereka melewati kita! Cepat kebut!" serunya.
*Nguuuung…!* Mobil yang dikendarai Eel langsung melaju dengan kencangnya.
Jauh di belakang mobil lain yang mengiringi Bekantan Bulu Emas, mini bus berwarna kuning yang dikendarai Neng Mawar hanya melaju dengan kecepatan 20 kilo meter per jam. Di atas jalan nan mulus, mobil ini bergerak bergelombang. Seolah sedang melalui polisi tidur di sepanjang jalan.
"Neng! Sini biar aku aja yang nyetir… Perutku sudah mulai mual, lho…" pinta Jeon. Yanda menambahkan, "Iya, kalau selambat ini, bisa-bisa kita ketinggalan jauh, Neng. Tentu saja karena Pukus dan aku yang sedari tadi muntah… huek…!"
"Please… Janganlah… Aku masih beradaptasi dengan mobil ini. kayaknya ada yang salah, deh!" ujar Neng Mawar.
"Hentikan mobilnya, Neng. Kayaknya, ban mobil ini ada yang bocor. Coba kau periksa, Yan!" titah Jeon.
Mini bus berhenti di tengah jalan sebelum bampernya menabrak taman.
"Cuma Neng Mawar yang parkir mobil di tengah jalan begini. Kalau ada mobil lain nabrak, tewas sudah kita!" ketus Yanda.
"Gimana, Yan?" Tanya Jeon.
Yanda menjawab, "Bannya gak bocor. Cuma rodanya aja ada yang pesok."
"Itu bukan cuma! Kau kira pesok itu bukan masalah besar?" tegas Jeon.
"Jadi, bagaimana? Perlu kita hubungi Aswa?" Yanda segera mengeluarkan gadget. Melihat tidak ada reaksi dari Jeon, ia memutuskan menghubungi Aswa.
"Loha, Wa! Kau dimana?" Tanya Yanda.
Aswa yang sedang mengitari ruang penyimpanan tidak merasa terganggu saat ditelpon Yanda. "Lagi nongkrong aja ini di Balai Kota. Ada apa?" jawab Aswa santai.
"Ngapain nongkrong?! Astaga…! Kami lagi dapat musibah, bus yang dikendarai Neng Mawar nabrak ini dan itu. Ban kami pada pesok, nih! Kau tunggu di bawah gunung Balai Kota, kami segera ke situ!" ujar Yanda.
Mata Aswa berbinar mendengar rekannya membawa kendaraan. Kondisi ini sangat sempurna untuknya untuk melarikan diri dari Balai Kota. "Mantap! Kalau kami belum keluar, kalian yang tunggu di sana! Sekarang kami carikan ban serep mini bus. Merek apa mobilnya?"
"Milky tujuh titik dua. Merek apaan sih ini mobil? Kami ke sana sekarang!" Yanda mematikan gadget lalu masuk ke dalam mini bus.
....................
"K-Kemana mayat-mayat tadi?" tanya perempuan bertopeng setelah sadarkan diri.
Bersama Godel, Aswa berjalan meninggalkan perempuan bertopeng seraya menjawab, "Sementara ilusi dan realita tidak akan bekerja. Cepat curi yang menurutmu berharga, waktu kita sangat sedikit."
"Akan sangat sulit jika Aegis datang ke mari. Hanya satu yang aku inginkan di sini," tambah Godel.
Ruang penyimpanan di Balai Kota Samareand berukuran 100 meter persegi. Lemari-lemari besar tersusun rapi selayaknya perpustakaan.
Godel berlari mencari suatu benda milik ibunya di antara berbagai macam kategori. Sedangkan Aswa lebih tertarik pada kitab-kitab usang yang berada di kategori Kitab Rahasia.
"Tombak Besi…! Kapak Bajaaa…!!! Banyak jenis logam di sini yang bahkan aku tidak tau namanya! Asiiikkk…!!!" Perempuan bertopeng bergerak dengan cepat memilih logam berkualitas terbaik. "Logam ini keras, tapi mudah karatan. Yang ini bersifat lentur, anti karat. Yang mana harus ku pilih? Tidak banyak materi yang bisa ku simpan di ranah jiwa."
"Oooh… Ya…" Aswa bergumam sembari membaca satu kitab dengan cepat. Sangat cepat hingga ia hampir selesai membaca semua kitab yang ada di ruang penyimpanan.
Perempuan bertopeng mendekati Aswa. "Aku sudah mengambil satu benda. Hanya satu. Kalau kau tidak keberatan, mau kah kau menyimpan beberapa benda lain di ranah jiwamu untukku?"
"Tidak masalah," ujar Aswa seraya menutup satu kitab. Itu kitab terakhir yang berhasil Aswa baca di ruangan penyimpanan. Ia pun segera mengikuti perempuan bertopeng.
"Sebanyak ini? Kau harusnya membawa dump truck ke sini! Aku hanya bisa menyimpan lima," ujar Aswa setelah melihat banyaknya senjata dari logam yang ingin dicuri perempuan bertopeng.
"Aduuhh… Sayang sekali… Aku ingin membawa semuanya!!!" perempuan bertopeng terduduk lesu.
Aswa menggeleng heran. "Kita tidak punya waktu lagi. Cepatlah pilih lima terbaik!"
"Aku ingin membawa semuanyaaaa… Usahakan laaaah…" rengek perempuan bertopeng.
Mata Aswa tiba-tiba melebar. "Aegis dan Walikota segera kemari. Cepat pilih lima atau tidak semesekali!!"
"Benarkah…?!" perempuan bertopeng terperanjat. "Dari pada tidak. Ini, ini, itu, itu dan… yang itu!" ia menunjuk senjata-senjata yang diinginkannya.
Aswa lalu mengelus sebuah Kapak dan sebuah Gada. Dua senjata ini lenyap begitu saja. Ia lalu menyimpan tiga pesanan perempuan bertopeng yang lain dengan segera di ranah pikirannya. Sebuah Katana, Pedang Mata Dua dan tameng yang terbuat dari logam.
"Del…!!! Sudah ketemu? Kita harus bersiap-siap untuk keluar!" seru Aswa.
Godel termenung setelah tidak berulang kali mengitari ruangan dengan cepat. "Dimana benda itu? Aku sudah mencarinya hingga ke sudut-sudut ruangan!"
"Benda seperti apa yang kau cari?" Tanya Aswa.
"Itu… Informasi yang ku dapat dari Guild Cahaya, benda milik ibuku adalah sebuah mixer untuk mencampurkan material senjata. Sayangnya aku tidak tau pasti bentuknya," ungkap Godel.
"Setelah tidak ketemu baru kau mau bercerita. Kau pikir mixer material senjata berbentuk seperti mixer ibu rumah tangga? Naïf memang." Aswa tidak menutupi kekesalannya kepada Godel.
Perempuan bertopeng ikut berkomentar, "Harusnya itu berbentuk bejana. Mari ku bantu cari!" ia pun bergegas mencara benda berbentuk bejana.
"Wa, Aku sudah berkeliling dengan seksama. Tapi tidak juga aku melihat bejana seperti yang kau sebutkan!" lanjut Godel.
"HUUUUAAAAAA….." "HUUUUUAAAAA…."
"Astaga, realita dan ilusi kembali aktif! Mari kita bersembunyi!" Aswa segera berlari ke salah satu sudut ruangan.
"Terserah siapapun yang akan datang! Aku sudah berada di sini, pantang bagiku untuk mundur!" tantang Godel.
"Jangan bodoh, Del! Kemari lah cepat…!" teriak Aswa. Ia lalu mengeluarkan sebuah benda seperti lidah dari ranah pikirannya lalu menyimpannya ke dalam saku celana.
"Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang!" pikir Godel. Segera ia berlari menuju Aswa.
"Bagus. Kita akan keluar setelah Aegis dan penjaganya masuk." Aswa memandang ke sekeliling mencari tempat untuk bersembunyi. "Woiii…! Ke sini kau kalau mau ikut keluar!" teriak Aswa kepada perempuan bertopeng.
"Waktu kita sudah habis untuk mencari benda milik ibumu," ujar Aswa sambil memandang Godel.
................
Saat Aswa mencari tempat bersembunyi, saat itu juga Aegis dan pengawalnya yang mengenakan jubah hitam dan masker anti asap berjalan menuju ruang penyimpanan. "Apa maksud bedebah Syarhan itu? Sampai-sampai mencoba menghambat pesonaku menebar ke dalam ruang penyimpanan. Memang cucok jika dia yang menjadi dalang pencurian ini! ahaiahaiahai…"
................
Roh Master Syarhan mendekati Aswa lalu berkata, "Aku sudah mencoba menghambat Aegis tapi tidak begitu lama. Hanya itu yang bisa ku bantu. Sekarang kau sudah pasti tertangkap! Hahaha…"
"Ulun tidak meminta bantuan Tuan! Jadi biarkan ulun berpikir…" balas Aswa.
"Kau berbicara dengan siapa di saat kritis seperti ini?" Tanya Godel.
Aswa tersenyum bodoh dan terlihat sedikit panik. "Aku sedang bingung! Mungkin kita akan tertangkap, atau menjadi seperti mayat-mayat di sini!"
"Bagaimana ini? Aku hanya dapat informasi untuk masuk, sedangkan untuk keluar tidak!" ujar perempuan bertopeng.
"Waaaa??!! Aku tidak mau mati di sini!" Godel pun gelisah mendengar informasi dari Aswa.
............…
"Mereka sudah mati seperti yang ku katakan tadi. Sampai kapan kau tidak bisa mempercayai aku?" ujar roh Master Syarhan kepada Aegis.
"Sudah berapa lama kau berada di ruang penyimpanan?! Gulir-gulirmu sangat mencurigakan!" Aegis lebih mempercepat gerakannya menuju ruang penyimpanan setelah bertemu Roh Master Syarhan.
Tidak berapa lama Aegis dan pengawalnya tiba di depan lift dan segera menembus ke dalamnya.
Melihat Aegis dan pengawalnya masuk ke ruang penyimpanan, mayat-mayat hidup bergegas menyergap mereka. Dengan sigap Aegis mengeluarkan sebuah botol dan membuka penutupnya. Cairan berwarna merah menyeruak ke luar botol bak air bah dan melumuri dinding-dinding ruang penyimpanan. Sekian detik kemudian mayat-mayat realita dan ilusi menghilang.
"Awasi setiap detil-detil ruangan sanubariku ini! Catat apa saja yang hilang! Sebutir debu sekalipun! Pastikan pencuri-pencuri itu masih hidup atau sudah mati!" titah Aegis.
Pengawal Aegis segera mengikuti perintah dan menyebar ke segala penjuru ruangan.
............…
Mata Godel terbelalak sesaat setelah realita dan ilusi menghilang. "Wa, ilusinya sudah hilang! Ini berarti…"
"Bagus! Akan ku coba keluar sendirian!" ujar perempuan bertopeng. Ia segera meninggalkan Aswa dan Godel.
"Biarkan saja dia… Ikuti Aku, Del…" Aswa berlari ke arah yang berlawanan dari perempuan bertopeng. Arah yang dituju Aswa rupanya
"Waaa…!" Godel terlempar saat seorang pengawal tiba-tiba melambaikan tangan kepadanya.
Melihat pengawal tersebut hendak mengirim informasi kepada Aegis, Aswa secepatnya berlari menghampiri, sejurus kemudian ia memperlihatkan telapak tangannya kepada pengawal itu. "BUNGKAM…!!!" seru Aswa. Seketika itu juga pengawal itu terdiam membisu.
"BUKA JUBAHMU!!!" perintah Aswa. Bak robot, pengawal itu membuka jubahnya. Di balik jubah ada zirah perunggu yang masih membalut. "ZIRAH DAN PAKAIAN DALAMNYA JUGA BUKA!" lanjut Aswa. Akhirnya pengawal itu hanya menyisakan tubuh berototnya tanpa sehelai benangpun.
"Bagaimana bisa kau melakukan itu?" Tanya Godel. "Bersihkan dirimu lalu tukar pakaianmu dengan semua yang dikenakan pengawal ini, Del! Cepat!!" Aswa sadar tidak banyak waktu yang ia miliki.
Seorang pengawal lain datang menghampiri. "BUNGKAM!!!" seru Aswa. Sebelum sempat pengawal ini bertindak, Aswa sudah membungkamnya dengan lagi-lagi memperlihatkan telapak tangan. Di telapak tangan Aswa menempel lidah kecil seperti lidah bayi yang kemudian meleleh menjadi darah. Ini item yang diberikan Nata Prahara kepadanya. [ITEM IBLIS: LIDAH PEMBUNGKAM] "BUKA JUBAH, ZIRAH DAN PAKAIAN DALAMMU!!!" lanjut Aswa.
Godel telah mengenakan zirah dan jubah lengkap. Tubuh Godel yang tinggi terlihat cocok mengenakan jubah dan zirah itu. "Bagaimana denganmu, Wa? Postur pendekmu tidak akan pas mengenakan zirah dan jubah itu. Hehehe… tawat sudah riwayatmu, Wa…"
"Tadi kau merengek seperti anak kecil. Sekarang kau menertawakan situasiku," ucap Aswa.
"Sekarang kau harus memohon kepadaku untuk membawamu keluar dari sini. Hahaha…" Godel berjalan perlahan meninggalkan Aswa.
"Seperti kau tidak tau Aegis. Tanpa aku, kau tidak akan bisa lolos, Del…" balas Aswa.
Godel menghentikan langkahnya. "Apa rencanamu sekarang? Asal kau tau, Aku sudah tidak ada keinginan lagi berlama-lama di sini. Toh, barang yang ku cari tidak ada!"
"Kenakan pakaian dan jubah ini ke tubuh dua pengawal itu dulu. Tak perlu kau pikirkan aku, cepat!" Aswa melepas jubah dan pakaiannya hingga menyisakan pakaian dalam. Setelah itu ia mengenakan jubahnya ke salah satu pengawal.
Godel menuruti Aswa dengan mengenakan jubah dan pakaian yang mirip dengan miliknya kepada pengawal yang lain. Aswa sudah mempersiapkan dua jubah ini untuk melarikan diri. Jubah dan pakaian milik godel pas dikenakan pengawal itu, namun tidak dengan Aswa. Jubah dan pakaian ukuran Aswa jelas kekecilan.
Aswa menempelkan tubuh pengawal yang sudah mengenakan jubah ke dinding. Berikutnya Godel melakukan hal yang sama.
Sebelum Godel melepaskan tangannya dari tubuh pengawal, Aswa segera menghampiri Godel. "Jangan lepas, Del! Letakkan telapak tanganmu di dadanya!"
"Apa kau ingin aku jadi seperti Aegis?!" bentak Godel. Tapi ia tetap menuruti Aswa.
Aswa memegang pundak Godel seraya berkata, "Sudahlah… fokuskan pikiranmu pada satu titik di telapak tanganmu. Ranah jiwa es milikmu lupakan! Puncak dingin sebenarnya adalah kesendirian… Sejak ditinggalkan ibumu, kau memang sendirian, bukan?"
*BLIIIITTTSSS…!* noda hitam menyeruak dari telapak tangan Godel membentuk bercak di tubuh pengawal itu. *Crrrrrkkkkk….!!* seketika tubuh pengawal itu hancur, meninggalkan bekas tulang, darah dan daging.
Mata Godel melotot kaget. "B-Bagaima…"
"Kagetnya di luar saja! Satu lagi!" titah Aswa.
.......................
Perempuan bertopeng bergerak dengan lincahnya, dari satu los penyimpanan, ke los yang lain.
Tiba-tiba seorang pengawal muncul di hadapan perempuan bertopeng. Belum sempat ia mengeluarkan pedang dari sarungnya, pengawal itu berhasil memukul perempuan bertopeng tepat di leher. Mata perempuan bertopeng menjadi kabur lalu ia tergeletak tak sadarkan diri.
***