"Sekarang…!" Ujar Aswa yang langsung berlari menuju Balai Kota.
Godel mengikuti Aswa dari belakang, sembari berseru rendah, "Yeeehaaaa…! Sensasi ini…! Hehehe…"
"Ceeekkkaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk…!!! Monster Cicak mendahului Aswa dan Godel.
"Kenapa cicak ini malah ke mari?!" Tanya Godel kepada Aswa, heran.
Sambil berlari Aswa menjawab, "Mana aku tau! Aku bukan Tuhan yang tau segalanya! Lihat! Di atas Monster Cicak, ada Neo dan beberapa orang lain sedang berpegangan. Sedangkan di belakang Monster CIcak ada sekelompok orang lain. Hindari kelompok ini! Ikuti aku…"
....................................
Di saat Aswa dan Godel berupaya masuk ke Balai Kota melalui jalur lain, Monster Cicak merengsek menuju pintu utama. Di atas Monster seberat satu ton ini, Neo bertengkar dengan orang lain.
"Sebaiknya kau pulang saja bocah! Cicak ini punya kami sekarang!"perintah seseorang lelaki paruh baya yang berpegangan di celana Neo.
Pegangan lelaki paruh baya membuat celana Neo melorot hingga memperlihatkan belahan dua buah roti anak SMP. "Tanyakan kepada Cicak ini, apakah dia punya kalian?"
*Plok…!**Plok…!* Lelaki paruh baya memukul pantat Neo karena kesal. "Pantat apa ini?! Keras seperti batu!!!" ujarnya.
"Kau ini menjijikan, Paman! Pedolif! Lepaskan celanaku…!!!" seru Neo.
Lelaki paruh baya tidak mau melepaskan pegangannya di celana Neo. "Ayo… Bocah, menyerahlah!" perintahnya.
*Teess…* tali celana Neo putus. Wal hasil lelaki paruh baya terjatuh dari tubuh Monster Cicak bersamaan dengan celana Neo.
"Booocaaaahhh seeetaaaan…!!!" teriak lelaki paruh baya yang kemudian menabrak beberapa orang yang mengiringi Monster Cicak.
"Fuuhh… Maaf, paman!" teriak Neo. Merasakan hawa dingin di bagian bawah tubuhnya, Neo menatap kakinya, "Jadi vulgar nih… Sialan itu paman!"
Kecepatan Monster Cicak berkurang saat mendaki gunung. Kesempatan ini tidak disia-siakan orang-orang yang berada di belakangnya. Belasan orang melompat ke atas tubuh Monster Cicak.
Melihat sekumpulan orang yang mengejar Monster Cicak, seseorang yang sedang nongkrong membuka gadget. "Karena tingkat keresahan meningkat, misi Menangkap Monster Cicak naik kelas dari 'D' ke 'C' dan hadiahnya ikut naik!" ujarnya
"Ajib itu bro!! Squad kita sudah mendaftar, belum?!" balas temannya.
"Ta-da… Sudah! Ayo kita rebut cicaknya!"
Jumlah squad yang mendaftar untuk menangkap Monster Cicak bertambah hingga 12 Squad. Bahkan bisa terus bertambah jika kelasnya terus naik dengan diiringi kenaikan hadiah quest.
........................................
Di saat yang bersamaan, Jeon dan kawan-kawan berserta anggota Squad Pedang Hitam, Available4U Squad, FirstAidKiss Squad, dan Almond Squad sudah berkumpul di aula rumah orang yang mengajukan quest. Sambil menunggu mereka diberi sajian makanan dan minuman mewah.
Di aula ini hanya Squad Pedang Hitam, Almond dan Available4U yang asyik berinteraksi dengan hebohnya. Neo Squad dan FirstAidKiss Squad hanya berdiam diri saja.
*Tak…**Tak…**Tak…**Tak…* Suara langkah kaki yang seirama terdengar hingga ke telinga seluruh anggota Squad yang hadir. Semakin lama suara langkah itu semakin jelas.
Tidak berapa lama, sosok tinggi tegap hadir di tengah-tengah Aula. Sosok ini berucap, "Selamat malam, Anak-anakku…"
Melihat sosok yang hadir di hadapan mereka, hampir seluruh anggota Squad yang hadir tidak bisa berkata apapun. Jeon membatin kaget, "Hah? Dia kan…"
........................................
*Bam…!**Bam…!**Wooosshh…!**Bam…!*
Neo terlihat tidak begitu peduli dengan tubuhnya yang hanya mengenakan baju SMP dan celana dalam. Menghindar dan menangkis setiap serangan. Sesekali ia berhasil melontarkan pukulan membuat beberapa penyerang terpental. Situasi saat ini terlihat seolah para penyerang lebih peduli dengan Neo dan orang-orang yang berada di atas Monster Cicak dibanding Monster Cicak itu sendiri.
Di belakang Monster Cicak, setiap squad sudah saling bertarung secara intens.
Melihat setiap anggota squad saling bertarung untuk berebut Monster Cicak, Godel menghentikan langkahnya. "Ada apa, Del? Tidak seperti biasanya kau peduli dengan Neo," Tanya Aswa. Godel menjawab, "Bukan itu, ancrit! Tidakkah mereka itu bodoh?! Mereka lebih memilih mengalahkan pesaing, ketimbang melumpuhkan Monster Cicak terlebih dahulu. Padahal, setelah mereka saling mengalahkan, pemenangnya harus berhadapan dengan Monster Cicak. Belum lagi mereka harus bertarung dengan squad yang belum masuk petarungan saat ini. Squad yang terakhir bertarunglah ini yang memiliki peluang besar untuk mengambil keuntungannya di sini. Seharusnya mereka hajar dulu si Cicak baru adu jotos."
Aswa menggelengkan kepala lalu menjelaskan, "Pada dasarnya, menangkap Monster Cicak tidaklah sulit. Walaupun memang Monster Cicak terbilang sebagai binatang spiritual tingkat tinggi, yaitu kelas A. Dengan tenaga dalam berelemen air, Monster Cicak dapat dengan mudah dilumpuhkan. Makanya ini quest cupu, cuma grade D. Paling tinggi nantinya naik peringkat C. Sebagian besar squad lebih memilih mengeliminasi pesaing itu wajar, dong. Toh, mereka belum tentu kalah dengan squad yang masih fresh karena belum bertarung."
"Aku tidak ingin berdebat denganmu saat ini. Secara umum, memang alasan cukup banyaknya squad dari Kuadran I dan II yang mendaftar tidak lain untuk menambah jumlah quest yang berhasil mereka selesaikan. Mereka harus mengejar kuantitas untuk mendapat pengakuan kualitas dengan masuk ke jajaran Kuadran yang lebih tinggi," tambah Godel.
"Memang yang paling dihindari oleh squad-squad ini adalah perebutan hasil tangkapan." Ujar seorang perempuan bertopeng dengan lima parang yang tiba-tiba hadir di antara Aswa dan Godel.
Baik Godel maupun Aswa sebenarnya bisa merasakan kehadiran sosok ini. Mereka tentu saja tidak kaget. Walaupun mereka tidak tau persis siapa orang itu.
Aswa langsung pura-pura waspada dengan memasang kuda-kuda bertarung. "Cewek ini adalah cewek yang sama saat kami ke rumah Ningtyas. Sejak kapan dia di sini?" Aswa membatin.
"Siapa kau?!" Tanya Godel, santai. Berbeda dengan Aswa, Godel berupaya bersikap tenang, memberikan kesan kepada perempuan bertopeng agar tidak memprovokasi dirinya.
Tidak menjawab pertanyaan Godel, perempuan itu melanjutkan komentarnya, "Setiap squad sering kali mengambil keuntungan dari usaha orang lain. Makanya, sejak quest menangkap Monster Cicak dipublish, tidak ada satupun squad yang terdaftar dalam quest ini mencoba menangkapnya. Logikanya, mereka harus menyingkirkan squad yang ada, membunuh Monster Cicak dan menjaganya agar tidak direbut squad lain. Kondisi seper…"
"Perempuan ini tidak waras. Kita pergi, Del!" gerutu Aswa sembari berjalan menuju Balai Kota. Godel mengikuti Aswa dari belakang. "Perempuan ini sok keren memang. Jangan buang-buang waktu kita," timpal Godel. Dua iblis ini sepakat memilih menghindari konflik.
"Heiii…!!! Dengarkan orang lain yang sedang bicara! Kalian punya rasa hormat, kan?!" bentak perempuan bertopeng.
Godel menunjuk wajah perempuan bertopeng dengan mimik marah. "Kau siapa? Teman bukan, keluarga bukan. Jangan seenaknya membuang waktu kami!" balas Godel.
"Apa hakmu menanyakan siapa aku?! Cukup aku yang tau siapa kalian!" perempuan bertopeng berkata dengan ketus.
Godel memegang kepalanya sendiri. "Perempuan ini aneh, Wa… Ayo kita pergi! Kepalaku mulai pusing," ujar Godel dengan lirih.
"Hahaha… ayo kita pergi." Aswa kembali berjalan menuju Balai Kota.
"Tunggu!" seru perempuan bertopeng. "Apa lagi?! Aku bisa stroke kalau sering bertemu orang seperti ini!" Godel menggaruk kepalanya dengan cepat. Padahal tidak gatal.
"Kalian lebih memilih harta dibanding persahabatan? Teman kalian yang bernama Neo itu sedang mempertaruhnya nyawanya sekarang," lanjut perempuan bertopeng.
"Ya… Kami lebih memilih dia mati dan mendapat harta! Puas?" balas Godel.
*Grrrttkk…!* Perempuan bertopeng menggretekkan gigi. "Aku juga termasuk orang yang beridiologi iblis seperti kalian. Tapi aku tidak pernah melihat iblis yang mengorbankannya temannya, seperti kalian ini! Kalain lebih hina dari sampaaah…!!!"
Godel terus naik pitam. "Ini bukan dunia Shinobi, ancrut!" bentaknya. Ia lalu berbisik ke telinga Aswa, "Sekarang situasinya jadi sulit! Bagaimana kau mengatasinya?"
"Sulit?" ejek Aswa dengan nada rendah. "Sulit itu tergantung dari tempat mana kau melihatnya. Sekarang akan lebih mudah, percaya saja padaku."
Mendengar perkataan Aswa, Godel tambah sakit kepala. Dari perspektif manapun Godel melihat, situasi sekarang ini benar-benar sulit. Menyingkirkan perempuan bertopeng bisa saja dilakukan dengan cara membunuhnya. Tapi tetap ada resiko yang bakal mereka ambil.
Aswa mendekati perempuan bertopeng. "Tante… Kami…"
"Aku tidak setua itu!!! Dasar, jelek! Aku ini seumuran dengan kalian!" protes perempuan bertopeng.
Mata Aswa menyipit. "Masalahnya Kau pakai topeng. Wajarlah aku tidak tau." Sejurus kemudian Aswa melirik ke arah dada perempuan bertopeng. "Lagi pula… dadamu itu bukan ukuran anak SMA, lhoo…"
*Plok…!**Plok…!**Plok…!**Plok…!**Plok…!**Plok…!* Aswa terkena pukulan bertubi-tubi di kepala dari perempuan bertopeng. Begitu cepat hingga Aswa tidak dapat menghindar walaupun sambil berlari. Bahkan Godel tidak bisa melakukan apapun.
"Buseeeettt… Pukulannya cepat amaaat…!" seru Godel.
Pukulan perempuan bertopeng cukup sakit. Tapi tidak menimbulkan luka di kepala Aswa berkat item Rantai Babi. Aswa berlari menuju tempat dimana Neo berada. "Ayo, Deeel… Kita bantu, Neo!" teriak Aswa.
Godel mengikuti Aswa sambil mengeluh, "Astagaaa… Lagi-lagi gagaaaal…!"
"Bagus kalau kalian mengerti arti persahabatan! Hahaha…" ujar perempuan bertopeng yang dibarengi dengan gelak tawa. Ia lalu berseru di dalam batin, "Sekarang kesempatanku masuk ke Balai Kota. Akan ku curi semua logam yang ada di sana!"
"Wa..! Bagaimana sekarang? Kau bilang akan lebih mudah, kan?" Tanya Godel.
Aswa tersenyum. "Hehehe… Tadi aku sedikit acting. Jangan jauh-jauh dariku. Kita pura-pura bantu Neo, pura-pura kalah, lalu masuk ke Balai Kota, Oke?!" terang Aswa, menginstruksikan.
"Ide apa itu?! Kenapa tidak kita bunuh si bodoh, pura-pura kalah, lalu pergi membobol Balai Kota? Hehehe…" pungkas Godel.
....................................................
*Bliiing…* sebuah belati Kristal keluar dari saku perempuan bertopeng. Belati itu hampir sama dengan belati berisi peta Balai Kota milik Godel.
"Hmmm… Saatnya beraksi!" Perempuan bertopeng bergerak dengan cepat. Begitu cepat hingga ia berhasil menghindari para penjaga yang berada di sudut-sudut lorong lantai pertama.
Kesuksesan perempuan bertopeng tidak berlanjut. Seorang penjaga melihatnya berlari. "Hei…! Ber…" *Bless…!**Praaakk…!* "Aaaaghh…!" penjaga tersebut terkena lima sabetan pedang perempuan bertopeng secara beruntun. Artefak jubah sutra sintetis antipeluru dan senjata tajam milik penjaga ini sobek menganga. Sabetan pedang kelima bahkan berhasil melukai punggungnya dengan luka dalam.
Perempuan bertopeng segera meninggalkan penjaga yang terluka parah.
Penjaga kedua muncul. Namun perempuan bertopeng lebih memilih untuk menghindar. *Woosshh…!* perempuan bertopeng tiba-tiba menghilang. "Ancruutt…! Boleh juga nih orang," kutuk penjaga kedua.
*Teeeeettt…!**Teeeeettt…!**Teeeeettt…!* Alarm tanda adanya penyusup berbunyi.
"Sialan! Alarmnya berbunyi!" kutuk perempuan bertopeng. Ia terus berlari berpedoman peta Balai Kota.
Tidak berapa lama perempuan bertopeng tiba di sebuah lift selebar delapan meter. Lift ini dibiarkan begitu saja tanpa penjagaan. "Ini dia!" Perempuan bertopeng dengan cekatan meletakkan hacking tools sebesar kelereng pada 17 titik kamera pengintai.
Perempuan bertopeng lalu menerobos masuk ke dalam lift. Tanpa menekan tombol bersimbol panah ke atas yang berada di tengah-tengah pintu lift atau menekan sejumlah kode yang ada di bawah tombol lift. Ia tahu dengan pasti tombol-tombol ini hanyalah pengecoh. Menekan tombol sama dengan memanggil roh penjaga yang sulit ditangani.
............................
*Teeeeettt…!**Teeeeettt…!**Teeeeettt…!* sayup-sayup suara alarm terdengar sampai keluar Balai Kota.
"Ahaaa… Alarm sudah berbunyi. Ayo kita masuk!" ajak Aswa kepada Godel. "Siipp..!" balas Godel.
Dua orang perempuan menghampiri Aswa dan Godel. "Kalian lengah! Hiiiaaaatt…!" seru salah satu perempuan tersebut sembari mengambil posisi untuk melancarkan tinjuan. Perempuan berikutnya menyusul.
*Bam…!**Bam…!* Aswa dan Godel terkena pukulan hingga terlempar beberapa meter. "Agh..!" Mereka berdua langsung pura-pura mati.
"Aku tidak berharap kalian selemah ini!" satu perempuan melompat dengan niat menginjak Godel. "Jangan pedulikan! Mereka sudah mati!" teriak perempuan yang lain mencoba menghentikan. Namun gerakan serangan seperti ini tidak mudah untuk dihentikan. Bahkan bagi orang yang melakkan serangan.
"Aswaaa…! Godeeeel…! Hiaaa…!!!" Neo berteriak sambil berlari ke arah Aswa dan Godel.
*Baaaaaaaaammmm…!!!* tendangan perempuan penyerang dan pukulan Neo bersentuhan. Menimbulkan gelombang energi yang melemparkan siapa saja yang ada di dekatnya.
Perempuan penyerang salto ke belakang untuk terkena momentum gelombang energi. "Boleh juga nih bocah! Seraaang…!" perempuan penyerang berseru hingga anggota squadnya beralih menyerang Neo.
"Sekarang saatnya!" Aswa bergegas bangkit, dilanjutkan dengan gerakan menghindari pertarungan untuk menuju pintu samping Balai Kota. Godel mengikutinya dari belakang.
"Kau harus di sampingku, del! Kita habisi siapa saja penjaga yang menghalangi kita," pinta Aswa.
"Apa kau gila? Penjaga itu lebih kuat dari kita! Bagaimana bisa kita habisi?" protes Godel. Walau ia memprotes Aswa, tapi Godel tetap menuruti Aswa untuk berlari di samping Aswa.
.......................................…..
Neo terbaring kelelahan setelah dikeroyok satu squad penuh. Untungnya ada satu squad lain yang mencoba mengambil kesempatan untuk merobohkan Neo. Akhirnya dua squad ini saling melumpuhkan.
"Aduuhh… Kayaknya latihanku masih belum cukup!" Keluh Neo. Ia lalu melihat kesekeliling. "Kemana Aswa dan Godel? Kalau mereka mati, aku harus mencari anak buah baru!" ujar Neo seolah kebingungan.
Neo kembali berdiri. "Sekarang aku harus mengandalkan kecerdasanku. Daripada dikeroyok mulu mending ku hajar saja cicak itu sampai pingsan! Aku memang cerdas! Hahaha…" pungkasnya sembari tertawa. Tawa Neo ini terkesan terlalu dipaksakan.
..........................................
Aswa dan Godel sudah masuk ke lantai satu Balai Kota. Hadirnya penyusup tentu saja merubah pola penjagaan.
"Ancruuuutt…! Di depan ada belasan satuan penjaga! Tidak mungkin kita bisa lewat!" keluh Godel.
Aswa berkomentar, "Belum lagi satuan lain sebentar lagi datang kemari. Hahaha…!"
"Kau tertawa seolah semua ini masih dalam lingkup rencanamu! Brengsek, kau!" bentak Godel.
"Sudahlah… sekarang kenakan topeng dan penutup jubah. Terus berlari di dekatku. Kita lari sekencang-kencangnya…" perintah Aswa.
Godel lagi-lagi mengeluh, "Kenapa aku harus selalu menurutimu?! Sekali-sekali kau yang ikut caraku!"
..........................................….
Saat Aswa dan Godel berlari dengan kencang, Satuan Unit Pemberantasan Tindak Kriminal (PTK) sudah tiba di Balai Kota. Mereka tidak peduli dengan kekacauan yang terjadi pada squad-squad yang sedang berebut Monster Cicak. Tentu saja mereka fokus pada pencuri yang berhasil masuk ke lantai dua Balai Kota.
"Tangkap siapapun yang mencurigakan!" perintah Kepala Unit PTK. "Apakah seperti biasanya, pak?" Tanya seorang wanita. "seperti biasalah… Hilangkan kemampuan silatnya. Baru beri peringatan! Hahahaha…" jawab Kepala Unit PTK, sosok yang disegani di kalangan S.K.I.B.E (Satuan Keamanan Internal Benua Etam), Eko Darwaman.
***