Chereads / Mafia's Man / Chapter 10 - Menyerah

Chapter 10 - Menyerah

"Nona tidak membersihkan diri dan makan, huh?" tanya laki-laki tadi yang kembali masuk sesuai ucapannya.

Aku hanya mengatupkan mulut dan semakin memeluk lututku. Mataku mengawasi setiap geriknya di dekat meja rias.

Ia menghela napas. Tiba-tiba ia berbalik dan berjalan mendekatiku. Aku panik. Entah mengapa wajah Suho yang muncul di tengah kepanikanku.

Aku menejamkan mata. Berharap suatu keajaiban Suho datang dan membebaskanku dari tempat terkutuk ini.

"Mungkin, aku harus membantu Nona mandi!"

Aku membeliak. "Tidak! Tidak! Biar ... biarkan aku sendiri!" jeritku.

"Baiklah, aku akan menunggu sepuluh menit untuk Nona bersiap-siap." Usai mengatakan hal itu laki-laki itu pun pergi.

Aku tidak bisa bermimpi di sini. Tak akan ada keajaiban yang datang untuk membantuku. Tak ada pertolongan yang pantas untuk orang sepertiku. Aku hanyalah sampah yang hidup di atas dunia ini.

Tak terasa mataku berair. Air mataku jatuh bercampur dengan derasnya air yang jatuh membasahi seluruh tubuhku. Aku berjongkok, memeluk lutut dan membiarkan air dingin menyelimutiku. Tak mengapa, rasa ini tak seberapa.

Kedua tanganku terikat tatkala laki-laki itu mengantarkanku ke ruangan Chanyeol. Begitu ia berteriak mengabarkan diriku setelah mengetuk pintu, jantungku mulai bertalu. Perutku mulai terasa sakit.

Saat pintu terbuka aku didorong masuk pintu ditutup kembali. Detik berikutnya aku mencoba membuka pintu kembali, namun tidak bisa.

"Dia telah dikunci!"

Aku berbalik dan melihat sosok Chanyeol yang mengeringkan rambutnya dengan handuk. Beberapa bagian rambutnya masih basah, mungkin ia baru saja selesai mandi.

Aku menelan ludah. Perlahan aku menjatuhkan diri di dekat pintu itu lalu menunduk.

"Aku ... aku mohon. Jangan lakukan hal itu. Kumohon!"

Aku menangis. Terisak sambil terus mengulang kalimat-kalimat itu.

Tiba-tiba daguku dicengkram dan kepalaku terangkat, menatap Chanyeol yang sangat dekat.

"Bukankah hanya itu tujuanmu di sini?"

Aku berusaha menggeleng.

Chanyeol tersenyum miring. Sebelah tangannya yang lain mencengkam bagian leher baju gaun berwarna hitam ini.

"Aku janji! Aku janji tidak akan mencoba kabur! Aku janji akan patuh padamu! Tapi kumohon, jangan lakukan hal itu kepadaku!" pintu sambil menatap tepat di maniknya.

"Tidak akan kabur? Patuh kepadaku?" ulangnya. Aku bisa merasakan cengkraman di bajuku semakin kuat.

Ah, sepertinya dunia sudah berakhir untukku. Ya sudah, sekalian saja aku mengakhiri hidupku juga setelah ini.

Beberapa saat kemudian aku tidak merasakan dagu dan bajuku dicengkram. Aku melihat ke tubuhku lalu kembali ke wajah Chanyeol. Untuk beberapa saat kami hening. Diam dalam pandangan masing-masing.

Aneh!

Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Kenapa laki-laki ini hanya diam membeku dengan sorot mata yang tak bisa dibaca?

Berikutnya kedua lengan atasku dicengkam. Aku dipaksa untuk berdiri. Lalu tanganku ditarik menuju tempat tidur.

Aku menjerit dan meronta. Aku juga menarik diriku berlawanan arah. Namun sepertinya tenagaku tidak sekuat biasanya. Jika sebelumnya aku bisa membuatnya berhenti sebentar namun tetap kalah oleh tarikannya, maka sekarang aku bagaikan benda beroda yang sangat patuh untuk ditarik.

"Aku tak akan melakukan hal-hal seperti itu," ucap Chanyeol.

Tidak!

Untuk apa dia menarikku ke tempat tidur jika bukan melakukan hubungan intim?

Aku kembali menjerit dan meronta.

"Sudah aku katakan bukan?" Tanganmu dihentakkan ke tempat tidur. Membuat tubuhku terseret dan terhempas di atas tempat tidur. "Sebagai gantinya," Chanyeol memelukku, "kamu menjadi anjing kecil yang patuh kepada tuannya. Anjing kecil yang setia dan tidak berkhianat kepada tuannya."

Aku diam sejenak. Mencerna apa yang baru saja diucapkan Chanyeol.

Perlahan Chanyeol bergerak ke sisi kananku. Ia berbaring di sana. Kemudian memelukku lagi.

Aku bisa merasakan hawa panas di pucuk kepalaku, hembusan napasnya.

"Kamu--"

"Tuan dan anjing kecil. Itu panggilannya," ucapnya memotong ucapanku.

"Tuan tidak akan melakukannya kan?" tanyaku mengikuti perintahnya.

"Jika kamu patuh sebagai anjing kecilku, aku tidak akan melakukan hal lebih dari ini."

Aku melirik dengan ekor mataku. Chanyeol sudah memejamkan matanya. Dia berkata tidak akan melakukan hal lebih dari ini. Apakah maksudnya aku di sini untuk menemaninya seperti ini? Seolah benar-benar menjadi anjing kecil yang tidur di samping tuannya?

Aku tidak bisa tidur. Takut jika yang aku pikirkan tidak sesuai dengan kenyataannya. Bagaimana kalau tiba-tiba Chanyeol menyerangku? Bagaimana kalau tiba-tiba Chanyeol sudah merobek semua pakaianku sekarang?

.

.

.

.

*** MAFIA ***

.

.

.

.

Entah kapan aku tertidur setelah semalam ribut dengan berbagai macam pertanyaan. Lalu entah bagaimana sekarang posisiku berbeda.

Kedua tanganku sudah tidak terikat. Seingatku semalam aku berbaring menatap langit-langit. Namun sekarang tubuhku menghadap ke samping, dipeluk oleh Chanyeol yang tangannya melingkar di pinggangku.

Aku bersyukur. Karena bagaimanapun bajuku tetap melekat seperti biasanya. Yah, setidaknya aku di sini sebagai anjing kecil yang begitu sangat-sangat patuh kepada tuannya.

Aku memejamkan mata. Menarik napas dan menghempuskannya pelan.

Tiba-tiba aku merasakan tangan Chanyeol bergerak ke atas. Jantungku yang semula berdetak normal kini bertalu-talu. Bukan berdebar karena perasaan malu atau sebagainya. Namun karena takut akan apa yang dilakukannya setelah ini.

Beberapa detik kemudian aku sedikit bernapas lega. Tangannya bergerak ke atas kepalaku dan memainkan beberapa helai rambutku.

"Kami sudah bangun kan? Kembalilah ke kamarmu dan jangan pernah keluar sampai aku memerintahkanmu." Chanyeol berbalik. Kini posisinya berbaring menghadap langit-langit kamar.

"Baik Tuan!" Perlahan aku bangkit. Pintu kamar ini tidak dikunci lagi. Aku bergerak cepat meninggalkan kamar Chanyeol.

Aku menghembuskan napas keras begitu masuk ke kamar. Setelah menutup pintu, aku bersandar dan terduduk di sana.

Kemudian aku mendengar pintu diketuk.

"Ya?" jawabku.

"Nona, ini sarapan untuk Nona."

Aku segera berdiri dan mundur beberapa langkah. Setelah menunggu beberapa saat, pintu ini tidak terbuka. Aneh, biasanya laki-laki yang sampai saat ini tidak kuketahui namanya itu masuk dengan sembarangan tanpa dipersilahkan.

Akhirnya, aku membuka pintu perlahan. Dan benar laki-laki itu hanya berdiri, seolah-olah sedang menungguku untuk membuka pintu.

"Ini sarapan Nona!" ucapnya menyodorkan nampan berisi makanan yang lebih banyak dari biasanya. Aku menerima nampan tersebut. "Tuan bilang, Nona harus menghabiskan makanan ini agar lebih cepat sembuh. Tubuh Nona masih panas. Nona juga tidak boleh keluar. Beristirahatlah yang banyak!" Laki-laki itu berbalik.

"Tunggu!" panggilku.

Dia berbalik.

"Boleh aku tahu namamu Tuan?" Tampak sebelah alisnya terangkat. "Mungkin untuk ke depannya aku akan banyak menyusahkan Tuan," tambahku.

"Tiger!" ucapnya singkat lalu berbalik dan berjalan pergi.

Tiger?

Namanya yang cukup aneh. Apa benar ia bernama Tiger? Apa dia hanya tidak ingin menyebutkan namanya kepadaku?

Aku berjalan masuk ke dalam kamar dan meletakkan nampan makanan di atas meja.

Aku belum berselera untuk makan. Jadi aku memilih untuk membuka jendela yang dilindungi jeruji. Udara pagi yang dingin menyeruak masuk, membuat kamar ini terasa segar.

Aku berdiri menghadap jendela.

"Sudah aku putuskan, aku akan hidup dan melindungi diriku sendiri di sini!"

Aku bertekad untuk mematuhi Chanyeol. Bagaimanapun sepertinya aku bisa hidup dengan aman di sini. Setidaknya sampai ada kesempatan untuk pergi dari semua masalah di sini.

Aku mengedarkan pandangan. Aku baru sadar bahwa kamar ini menghadap sebuah taman sederhana namun dirawat dengan baik. Ah mengapa tidak? Rumah ini adalah rumah mewah, meski aku hanya tahu beberapa bagian dalamnya. Tentu saja akan ada penjaga taman yang merawat taman-taman indah itu.

Sepertinya tidak buruk juga.