Chereads / Mafia's Man / Chapter 12 - Pertukaran

Chapter 12 - Pertukaran

Lenganku terasa perih ketika bergesekan dengan lantai yang dingin. Pipiku terasa panas dan pedih. Dunia terasa sedang runtuh.

Aku tersungkur di lantai. Setelah bertemu Chanyeol di tengah kota, aku digiring paksa untuk pulang. Pergelangan tanganku digenggam kuat hingga meninggalkan bekas merah di sana.

Chanyeol menghempaskanku ke lantai. Detik berikutnya ia melayangkan tangan dan mendarat di pipiku.

Tubuhku menggigil hebat. Bahkan saat ini seolah aku sedang melihat kematian yang bersiap menarik jiwaku dengan paksa, lalu menghukumku atas semua dosa yang telah kulakukan di atas dunia.

Air mataku meleleh. "Maafkan aku Tuan! Maafkan aku Tuan?" Berulang kali aku ucapkan kalimat itu. Bahkan suaraku sudah tidak terdengar karena menahan isak tangisku.

Nyatanya, dunia tidak mau berpihak kepadaku.

Chanyeol mencengkram leherku. Terasa kuat hingga aku kesulitan bernapas. Kugenggam tangannya dan memohon dengan suara terbata-bata.

"Kenapa kamu melanggar perintahku?" Suara tanya Chanyeol menggelegar.

Aku memejamkan mata. "Anjing kecil--"

"Diam!" perintah Chanyeol. "Kamu tidak memiliki hak untuk menjawab!" lanjutnya.

Semakin lama aku merasa cekikan di leherku semakin kuat. Dadaku mulai sesak. Aku tidak bisa berkata minta maaf lagi padanya.

"Tunggu Tuan!" teriakan Tiger terdengar sangat pelan. Berikutnya ia juga mengucapkan sesuatu yang tidak terdengar jelas. Beberapa saat kemudian aku merasa pandanganku mengabur. Tepat di saat itulah rasa sakit di leherku berkurang. Chanyeol melepaskam cengkramamnya.

Aku terbatuk. Sebanyak mungkin aku mencoba menghirup udara agar paru-paru tidak perih.

"Bawa dan kunci dia di kamarnya!" perintah Chanyeol terdengar sangat jelas.

Beberapa menit kemudian aku sudah dibaringkan di atas tempat tidur oleh Tiger. Namun sebelum ia pergi, aku menarik lengan bajunya.

"Boleh aku bertanya ... sesuatu?"

Tiger berbalik dan berkata, "Apa?"

"Anne ... Siapa wanita itu?" tanyaku. Entah mengapa, setelah melihat Chanyeol mengamuk, aku teringat akan nama seorang wanita yang pernah diucapkannya Chanyeol.

Tiger tampak berpikir. Ia bergumam panjang sebelum akhirnya berkata, "Kekasih Tuan."

"Kekasih Tuan?" ulangku meminta penjelasan lebih kepadanya.

Tiger mengatupkan mulutnya. Ia berbalik dan pergi begitu saja. Terdengar pintu dikunci.

Aku pikir bisa memanfaatkan sosok Anne untuk menyelamatkan diriku. Namun rupanya, masih cukup jauh bagiku untuk keluar neraka kematian ini. Entah apa yang akan terjadi denganku setelah ini.

.

.

.

.

*** MAFIA ***

.

.

.

.

Lima hari berlalu dengan aku yang terperangkap di dalam kamar ini. Bekas amukan Chanyeol tempo hari juga sudah menghilang. Lalu hari ini aku keluar dari ruangan kamar dengan keadaan terikat.

Tiger memberi tahuku bahwa setelah ini aku akan ditukarkan dengan sebentuk sertifikat tanah yang dimiliki oleh Sehun.

Entah aku yang tidak berharga atau tanah itu yang terlalu berharga. Aku tidak tahu mengapa pertukaran ini terjadi. Manusia ditukarkan dengan sebuah benda mati, huh? Sungguh, dunia sudah sangat kejam.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Chanyeol dari tempat duduknya.

Aku menggeleng cepat sambil lebih merapatkan tubuhku ke dinding. Saat ini aku duduk di lantai dalam sebuah kamar bersama Chanyeol dan beberapa anak buahnya. Kamar ini bukanlah kamar biasa. Ruangan ini adalah salah satu dari sekian banyak ruangan di dalam kapal pesiar yang kutebak sangat mewah.

Yah, sejauh ini, hanya itulah yang aku tahu.

Selagi menunggu Sehun menaiki kapal ini, aku diam dan mendengarkan perbincangan Chanyeol dengan beberapa anak buahnya. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Aku juga tidak bisa mengatakan apapun karena mulutku ditutup dengan kain.

Beberapa saat kemudian, seorang bawahan Chanyeol melapor bahwa Sehun telah menaiki kapal. Aku melirik Chanyeol. Ia tampak tersenyum miring. Sejenak kemudian, matanya menatapku.

"Min Ah, kamu tahu? Rupanya dirimu bernilai sangat besar bagi Sehun. Tanah yang akan menggantikan dirimu adalah sumur emas. Min Ah, aku tidak menyangka dirimu seberharha itu." Chanyeol tertawa.

Apa?

Sehun memberikan tanah ladang emas hanya untuk menyelamatkanku? Tidak bisa dipercaya.

"Tuan, biarkan saya yang menemui Sehun. Anda tidak perlu membuang tenaga," ucap Tiger.

"Yah, kamu bisa melakukannya. Baiklah!"

Dua bawahan Chanyeol memegang kedua tanganku lalu membawaku pergi dari ruangan ini.

"Sampai jumpa Anjing Emas!" ucap Chanyeol sebelum pergi pintu tertutup.

Jantungku berdegub kencang. Akankah semua ini selesai setelah ini? Akankah hidup normalku kembali setelah ini?

Kami terus bergerak. Aku tidak tahu akan pergi kemana.

Tiba-tiba suara tembakan yang terdengar sangat keras mengejutkanku. Detik berikutnya Tiger jatuh ke lantai. Tembakan yang lain pun terdengar. Aku berteriak bersamaan dengan bawahan Chanyeol yang jatuh tersungkur di lantai. Perlahan aku melirik ke belakang. Seorang yang kutahu adalah bawahan Chanyeol menatapku tajam. Ia mengarahkan pistol kepadaku. Sebelah tangannya yang lain merogoh sesuatu di sakunya, kacamata hitam.

Aku ingin lari. Namun kedua kakiku masih terikat. Pun dengan lenganku. Berteriakpun tiada gunanya. Mulutku masih tertutup kain.

"Ikut aku!" perintahnya.

Dengan sebelah tangannya, ia memanggulku di pundak. Kami berputar arah. Tidak melewati arah yang sebelumnya.

Ya Tuhan, apa lagi ini?

.

.

.

.

*** MAFIA ***

.

.

.

.

Aku tidak mengerti. Siapa mereka-mereka ini? Orang-orang ini terlihat sangat asing. Bahkan aku tidak mengerti apa yang mereka ucapkan sesama mereka. Bahasa Inggris yang mereka gunakan bukan bahasa yang sering aku dengar.

Namun setidaknya aku bisa melihat bahwa laki-laki berambut pirang dan bermata biru itu adalah pemimpin mereka. Melihat dari gayanya yang penuh kuasa dan cara orang lain menatapnya, aku tahu bahwa laki-laki ini adalah sang Tuan.

"How old is she?"

"Maybe 20 ...."

Ah, mereka menanyai umurku. Parah, sebanyak itu mereka berbicara, aku hanya tahu hal itu?

Aku harus berhati-hati. Masing-masing mereka memegang sepucuk pistol. Sangat berbahaya jika aku salah langkah dan berakhir tertembak di sini.

"Aku jadi penasaran dengan suaranya."

Aku menengadah, menatap laki-laki berambut pirang itu. Dia bisa berbahasa sepertiku?

Dia mendekat lalu berjongkok di depanku. Kedua tangannya terangkat lalu membuka kain penutup mulutku.

"Siapa? Siapa kamu?" tanyaku lantang.

"Hei! Tidak sopan bertanya kepada orang lain sebelum memperkenalkan diri terlebih dahulu." Kedua tangannya memegang pundakku.

Aku berdecak kesal. Entah mengapa sifatnya jauh lebih menyebalkan dari orang-orang yang selama ini kutemui.

Entah bagaimana. Pipiku terasa panas. Dan tubuhku melayang menyentuh lantai. Kepala sedikit berdenyut.

"Don't hit her Carol. We need her for trade!"

Carol?

Aku lupa. Di antara sekian banyak laki-laki di sini, ada seorang wanita yang kupikir lebih dewasa dariku berambut abu-abu. Tatapannya sangat tajam, membuat bulu kudukku berdiri tadi.

Sialan!

Dia baru saja menamparku.

Sialan!

Wajah dan kepalaku terasa sakit. Kenapa aku harus selalu seperti ini? Kenapa aku harus mengalami kejadian buruk seperti ini? Aku hanya ingin hidup normal layaknya manusia kebanyakan. Aku hanya ingin lepas dari rasa sakit yang terus-menerus ini.

"Um, Kim Min Ah, berusia 21 tahun. Um, nama yang cantik." Laki-laki berambut pirang ini memegang bahuku lalu mendudukkanku kembali. Aku menunduk.

"What's wrong girl?"

Daguku disentuh lalu terangkat. Manik biru yang seperti lautan miliknya membuatku teringat akan rumah.

"Kenapa? Kenapa aku harus terjebak di antara kalian? Aku bahkan tidak pernah melukai kalian. Tidak pernah terlibat dengan bisnis kalian ini. Tapi kenapa? Kenapa hidupku harus kalian hancurkan? Aku hanya ingin hidup normal!" Aku tergugu.

"Shit!"

Aku tahu wanita bernama Carol itu akan memukulku lagi.

Pukul sana!

Bukankah kehidupanku hanyalah mainan untuk manusia seperti kalian?

"Stop!"

Suara laki-laki di depanku menghentikan semua kerusuhan dan bisikan-bisikan yang memakiku.

"Min Ah? Benarkan? Kamu memang tidak salah. Hanya saja, secara kebetulan hidupku berharga bagi manusia seperti kami. Yah, anggap saja, kamu wanita beruntung karena mendapatkan hati Sehun."

Aku membuang muka. Berurusan dengan hal-hal seperti ini bukanlah sebuah keberuntungan bagiku.

"Cup! Cup! Cup! Jangan menangis lagi. Aku tidak tahan dengan melihat air mata gadia sepertimu ini. Oh ya, bagaimana kalau kuceritakan sedikit tentang dunia yang berada di sekitarmu?"

Suara laki-laki pirang ini begitu bersemangat. Yah, terserah dia saja. Toh aku juga tidak butuh untuk mengenali dunia di sekitarku.