Chereads / Mafia's Man / Chapter 11 - Penyesalan

Chapter 11 - Penyesalan

Aku tarik ucapanku sebelumnya!

Sungguh!

Bagaimanapun aku akan menarik ucapanku beribu kali, tidak, berjuta-juta kali.

Aku menyesal telah berpikir bahwa tempat ini tidak buruk! 

Sangat buruk!

Sangat-sangat-buruk!

Kalian tahu kenapa? Karena laki-laki yang menjadikanku anjing kecilnya benar-benar membuat diriku seperti anjing kecil yang tidak mengerti dengan sekitar. Bayangkan saja, dia memerintahkanku untuk duduk di kamar ini, sedangkan ia bersenang-senang dengan seorang wanita. Dahulu aku berpikir bahwa Chanyeol dan Sehun sama-sama berengseknya, namun ternyata Chanyel lebih jauh di atas Sehun.

Aku bergidik ngeri mendengar mereka melakukan hal hina itu tepat di depan mataku. Desahan, perintah, dan suara detir tempat tidur membuatku ingin mati saat ini juga.

Apa ada orang yang sefrustasi diriku saat ini? Terjebak dalam permainan bercinta tapi bukan sebagai pelaku, tetapi penonton setia. Aku benar-benar bagaikan sedang menonton film vulgar secara langsung.

Aku menelan ludah, menarik napas, dan menghembuskannya. Mataku terpejam, tidak ingin menyaksikan adegan yang mengerikan itu. Sudah cukup telingaku sakit mendengar mereka yang saling bersahutan. Tidak, hanya si wanita yang berteriak geli yang dibuat-buat. Sumpah, aku sangat membenci situasi saat ini.

Namun setidaknya aku bernapas lega, sedikit. Untung saja bukan aku berada di bawah Chanyeol saat ini. Untung saja bukan aku yang dibuat menderita di atas kasur itu. Untung saja bukan aku wanita yang memuaskan nafsu Chanyeol malam ini. Yah, setidaknya hal itu patut untuk aku syukuri.

"Keluarlah secepat mungkin dari rumah ini!" 

Suara Sehun yang terdengar seperti perintah mutlak membuatku terkejut. Perlahan aku membuka mata dan menunduk takut untuk melihat ke arah tempat tidur. Pastilah saat ini manusia-manusia yang berada di hadapanku tidak mengenakan pakaian. Aku tidak ingin merusak mataku dengan melihat mereka.

"Anjing kecil!" panggil Chanyeol tiba-tiba.

Aku masih menunduk, takut untuk mengangkat kepala menatap Chanyeol. "Ya, Tuan?" sahutku pelan.

Detik berikutnya aku melihat sepasang kaki yang ditutupi celana hingga mata kaki. Perlahan aku mengangkat kepala. Setidaknya laki-laki ini sudah mengenakan bawahannya. Aku berkedib berkali-kali. Pantas saja laki-laki ini digilai oleh banyak wanita. Pantas saja banyak wanita di luar sana yang rela menyerahkan tubuhnya kepada laki-laki ini.

Aku bisa berkata bahwa laki-laki di depanku memiliki fisik yang sempurna.

"Ikut aku!" Chanyeol menggerakkan kepalanya lalu melangkah keluar. Aku melirik tempat tidur. Di sana terbaring seorang wanita yang mungkin bisa disebut pingsan. Aku tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya Chanyeol tadi. 

Patuh, aku mengikuti Chanyeol keluar dari ruangan dan masuk ke ruangan yang lain, kamarnya.

Mulanya aku hanya berdiri di dekat pintu. Namun, Chanyeol berkata, "Kamu tidak ingin tidur, huh?"

"Maksudnya Tuan?" tanyaku tidak mengerti. Tentu saja aku ingin sekali tidur mengingat semua otak yang sudah sangat lelah berjuang menghalau pikiran-pikiran menjijikkan tadi. Juga, waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

Chanyeol berhenti melangkah. Ia yang sudah di pintu kamar mandi berbalik. Sebelah tangannya terpaut di pinggang. Sebelah tangannya yang lain memegang sisi pintu. "Apa kamu masih butuh diajarkan? Bukankah setiap malam tugasmu adalah menemaniku tidur? Anjing kecil?"

Aku menelan ludah. Manik Chanyeol berkilat dari kejauhan. Cepat-cepat aku menunduk dalam sambil berkata, "Maafkan aku Tuan. Maafkan aku Tuan. Maafkan atas kebodohan anjing kecil ini."

Chanyeol mendengkus lalu kembali melanjutkan langkahnya, menuju kamar mandi.

Aku menghembuskan napas. Dengan langkah berat, aku menghampiri kasur. Terakhir kali aku berbaring di sini adalah kemarin, tatkala hampir dimangsa Chanyeol. Dan di hari itu pulalah, aku resmi menjadi anjing kecilnya.

Aku berbaring menyamping, menarik selimut hingga batas leher. Rasa kantuk dan lelahku menghilang. Berganti dengan rasa cemas dan khawatir atas apa yang terjadi selanjutnya. Namun begitu kamar mandi terbuka, cepat-cepat menutup mata. Yang aku pikirkan hanya berpura-pura tidur.

Dalam gelap aku bisa merasakan tempat tidur bergerak. Berikutnya selimut juga bergerak. Mungkin Chanyeol masuk ke dalam selimut. Jantungku berdebar lebih cepat. Bahkan hampir meledak tatkala merasakan tangannya melingkari pinggangku.

Jarak kami jauh lebih dekat daripada semalam. Bahkan hembusan napas yang hangat dan teratur menggelitik tengkukku.

"Baumu harum, seperti Anne," lirih Chanyeol sangat pelan sebelum akhirnya aku mendengar hembusan napas yang teratur.

Anne?

Nama seorang wanita. Siapa dia? Aku membuka mata perlahan. Nama wanita yang diucapkan Chanyeol membuatku bertanya-tanya. Apa mungkin Chanyeol mau mendengarkan permintaanku karena gadis itu? Mungkin aku sedikit mirip dengan Anne yang sepertinya ia rindukan?

Jika memang begitu, mungkin aku bisa selamat. Atau mungkin aku bisa membujuk Chanyeol untuk melepaskanku. Sepertinya, aku harus berhati-hati dan tidak membuatnya marah.

Ya sudah, rasa kantuk mulai menyerangku. Aku ingin tidur.

.

.

.

.

*** MAFIA ***

.

.

.

.

Hari-hari berikutnya berlalu seperti biasa. Setiap malam, aku harus menemani Chanyeol hingga pagi. Kemudian di siang harinya, kuhabiskan dengan menatap dunia luar dari jendela kamar. Aku tak pernah keluar dari kamarku selain pergi ke kamar Chanyeol. 

Bosan?

Tentu saja!

Aku tidak tahu apakah Chanyeol yang akan mengakhiri hidupku atau rasa bosan yang pelan-pelan membuatku gila.

Dan hari ini puncak dari kegilaanku. Persetan dengan kepatuhan kepada Chanyeol. Aku harus menikmati dunia luar. Bahaya akan datang jika Chanyeol tahu, bukan? Jadi jika laki-laki super sibuk itu tidak tahu aku mengendap keluar maka semua aman. Lagipula aku tidak berniat untuk keluar dari lingkungan rumah ini. Aku hanya ingin berjalan-jalan di sekitar sambil menikmati udara luar. Setidaknya bisa mengurangi sedikit rasa bosan yang mampu membunuhku ini.

Tak bisa kubayangkan. Ternyata rumah ini sangatlah luas. Aku bahkan bisa melihat ada sebentuk hutan di sini yang kutebak masih bagian dari rumah ini. Ya ampun, aku tak bisa mengira berapa kekayaan dari orang-orang seperti Chanyeol. Mungkinkah Sehun juga memiliki harta melimpah seperti ini? Ataukah melebihi milik Chanyeol?

Dari kejauhan aku melihat seorang laki-laki yang keluar melewati pagar kecil. AKu mengerutkan dahi. Apakah pintu pagar itu adalah salah satu dari akses untuk keluar dari rumah ini? Aku bergumam. Aku ingin sekali keluar. Aku ingin sekali tahu sekarang berada di mana. Tapi aku takut Chanyeol marah. 

Bodoh!

Bukankah aku bisa keluar sebentar lalu kembali secepat mungkin? Chanyeol pasti tidak akan tahu. Lagipula pelayan akan datang membawakan makanan tiga jam lagi. Pastinya aku punya banyak waktu untuk sekedar melihat. Aku juga bisa kembali dalam satu jam.

Aku melangkah keluar lewat pintu pagar yang kecil itu. Pemandangan padang rumput setinggi lutut menyambutku begitu keluar. Aku mengedarkan pandangan. Tak jauh dari tempatku berdiri, aku bisa melihat keramaian. Banyak gedung dengan ketinggian yang berbeda di sana. Tanpa membuang waktu aku segera berjalan menuju tempat itu.

Ternyata tempat ini sangat ramai. Berbagai macam toko ada di sini. Makanan, pakaian, sepatu, dan hal lainnya sangat banyak di sini. Aku menengadah menatap sebuah papan merk toko. Aku terhenyak. Lokasiku lumayan jauh dari rumahku. Butuh beberapa jam dengan pesawat untuk pulang. Sepertinya mustahil bagiku untuk kembali. Kalaupun Chanyeol memberikan kebebasan padaku. bagaimana caranya aku kembali? Sedang aku tak memiliki uang sedikitpun.

Aku kembali melanjutkan perjalananku. Sebuah tayangan berita di sebuah toko roti menarik perhatianku.

"Hari ini, presiden direktur Oh Sehun resmi membeli rumah sakit White Rosse. Dengan begitu ...."

Syukurlah, ternyata Sehun selamat dari insiden penembakan saat itu. Lagipula tak mungkin Sehun bisa mati semudah itu. Anggota mafia seperti Sehun, Chanyeol, dan lainnya memiliki banyak nyawa, seolah dewa kematian enggan untuk bertemu dengan mereka. 

Aku menunduk sebentar kemudian menengadah. Menatap berita lagi. Jika Sehun selamat maka mungkinkah ia datang untuk menyelamatkanku? Apakah aku bisa kembali pulang dengan bantuannya?

Sudahlah Min Ah, jangan berandai-andai terlalu jauh. Kamu hanya bisa menyelamatkan dirimu dengan kekuatanmu sendiri. Kamu hanya butuh dirimu yang kuat.

"Anjing kecil?"

Suara yang tidak asing membuatku terdiam. Aku memutar tubuhku cepat. Detik berikutnya tenagaku luruh.Di sana, orang yang tidak seharusnya aku bertemu denganku saat ini berdiri.

"Kamu keluar?"

Suara yang dingin itu terasa meledak di telingaku. Langkah kakinya yang mendekat seolah membawa malaikat maut bersamaku. Akankah hidupku benar-benar berakhir kali ini?