dengan sungkan Ai menerima celana itu, setelah mengecam beberapa kali lidahnya yang terasa getir, Ai memberanikan diri untuk bersuara.
" celana kakak akan kebesaran di tubuhku, aku juga tidak bawa sabuk. begini saja, aku akan menghubungi temanku untuk menjemput ku. jadi kakak tak perlu mengantarku."
kata-kata yang di sampaikan karang akan membuat orang menaikan sebelah alisnya,
" jangan bilang ini rencana untuk menolak ajakan ku tadi. kalau kebesaran dan tidak bawa sabuk, dengan senang hati aku akan melepas sabuk yang ku kenakan."
dengan itu, ekspresi yang keluar dari wajah Ai menjadi tidak karuan. alisnya sebelah naik dan sebelahnya lagi turun, salah satu sudut bibirnya terangkat, tapi jelas itu bukan senyum. matanya menggenang seperti menahan tangis. setelah beberapa detik barulah Ai menjawab,
" tentu tidak, tapi jika kakak melakukan hal itu dan terjadi pada siang hari bukankah itu akan memancing pikiran kotor. jujur saja, aku pun sedikit risih bila harus mengenakan pakaian kakak." jawabnya dengan suara lirih.
" jadi bagaimana? kamu masih mau menghubungi temanmu. menggangunya tengah malam begini? itu bukan tindakan yang sopan." tanya karang yang sedang melepas sabuknya sambil membelakangi Ai.
" atau jangan-jangan kamu yang berpikiran kotor?"
kalimat terakhir karang menusuk tepat di jantung Ai. terasa sakit, bahkan lidahnya terasa menjadi pahit melebihi empedu.
" kakak ini ngomong apa? baiklah tunggu sebentar, aku pakai celana dulu."
karang sudah membalik badannya dan menyerahkan sabuk yang tadi dikenakannya.
karang menunggu di parkiran motor. dia duduk di motornya dengan satu kaki di badan motor. ditengah malam dengan bulan purnama profilnya benar-benar menggiurkan bagi kaum hawa yang menyaksikannya. lima belas menit kemudian Ai kembali ke parkiran motor.
bagian bawah celana yang di pakainya di gulung. menutupi kaki cantiknya yang sekarang terlihat lebih pendek dengan celana karang yang membalutnya.
melihat Ai kembali, Karang menilik penampilan Ai. sudah tidak ada lagi kaki yang membuatnya merasa gerah saat memandangnya. tapi itu lebih baik, setidaknya sekarang dia bisa konsentrasi mengendarai motornya.
merasa diperhatikan, Ai bertanya,
" bagaimana?"
" tidak buruk..." ingin karang melanjutkan dengan mengatakan apa yang dipikirkannya, tapi tak ingin membuat gadis di depannya berpikiran buruk tentangnya. akhirnya yang keluar hanya dua kata itu dan lanjut dengan perintah satu kata yang mendominasi,
" naik..."