"Apa aku mati lagi? Kalau iya ... aku akan cari istri lagi di kehidupan ketiga."
Kimansu melihat gelap. Dia merasakan kepalanya seperti ditekan. Badannya terasa pegal seakan habis bekerja seharian. Kimansu menikmati masa-masa kematiannya untuk melupakan wajah manis istri pertamanya.
Istri pertama yang mengkhianatinya.
Setidaknya, sampai suara cempreng si kucing itu membangunkannya.
"Buka matamu, sampai kapan kamu terpejam?"
Kimansu membuka matanya. Dia baru sadar bahwa kondisinya ternyata sehat wal afiat. Dia melihat gada itu masih menempel di kepalanya diikuti wajah kaget si minotaur.
Kimansu langsung memeriksa statusnya sendiri.
PIP!
[HP : 5215/5400]
'Huh? Cuma berkurang sedikit?'
Dia langsung cari tahu apa penyebabnya.
PIP!
[Minotaur Attack VS Kimansu Defense]
[4540 VS 4752]
Kimansu tersenyum malu. Dia baru ingat bahwa defense-nya juga terlewat OP. Dia baru sadar bahwa defense itu lebih besar dari serangan minotaur. Dia baru tahu itu semua karena terlalu takut dengan ukuran gada lawan tandingnya.
"Berarti percuma aku menghindari seranganmu seperti orang idiot!?"
Kimansu marah. Dia menghampiri minotaur itu yang juga baru sadar Kimansu lah bahaya yang sebenarnya. Minotaur itu mencoba kabur saat Kimansu menunggangi lehernya lagi.
"Gara-gara kamu ... aku bakalan kena marah istriku!"
SLASH!
***
"Maafkan aku, Sayang. Tadi aku cuma mengigau." Kimansu menyebut panggilan mesra itu untuk pertama kalinya.
Linx menyilangkan tangan ke dada dan menggembungkan pipinya. Dia buang muka dari Kimansu di sepanjang perjalanan menuju stage ke tiga.
"Sana kalau mau cari istri lagi. Aku enggak apa-apa kok." Linx semakin ngambek. Dia masih mengungkit-ungkit gumaman Kimansu waktu terkena serangan tadi.
"Ayolah. Aku cuma bercanda tadi."
Linx menghentikan langkahnya. Dia menegadah dan menatap Kimansu dengan mata berkaca-kaca.
"Bercanda katamu? Aku menyayangimu, Suki. Aku selalu memperhatikanmu. Aku tahu kamu tidak akan terluka diserang minotaur itu. Aku melakukannya agar kamu sadar kamu itu hebat, Suki ... Hiks."
Kimansu semakin merasa bersalah saat Linx mulai menangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa karena belum berpengalaman menghadapi kaum perempuan.
"Hiks! Padahal aku baru menyebar surat undangan, kamu sudah mau cari yang lain, hiks." Linx membasuh kedua matanya dengan punggung tangan, persis seperti anak kecil yang tidak dibelikan es krim. Dia mulai histeris sambil menendang-tendang kaki Kimansu. "Ternyata menikah itu enggak enak, kamu jahat! Uwaaaaa!!!!"
Kimansu semakin bingung. Dengan terpaksa dia menggunakan skill istimewa hasil reinkarnasinya sebagai tahi kuda. Dia merendahkan badannya dan mengelus rambut istrinya.
"Iya. Aku akan mencari istri lagi jika aku mati. Tapi selama aku hidup, aku hanya milikmu, Linx. Hanya kematian yang bisa memisahkan kita."
Kimansu mau muntah gara-gara rayuan gombalnya sendiri. Dia terus merayu istrinya sampai gadis itu mulai melunak.
"Linx, kamu pikir aku bisa mati semudah itu selama ada kamu di sisiku?"
Linx menghentikan tangisannya. Dia menurunkan kedua tangan yang sedari tadi mengucek mata.
"Ben—benarkah? Kamu mau janji tidak akan cari yang lain? Hiks."
"Iya."
Kimansu menunjukan cincin biru metalik di jari manisnya. Dia meraih jari manis Linx dan menempelkan cincin itu ke cincin istrinya.
"Cincin ini adalah bukti bahwa aku lelaki paling beruntung. Memangnya ada gadis yang lebih cantik dari kamu? Kalaupun aku mati, aku berusaha keras untuk hidup lagi demi kamu ... Huk .. hukk ... Hueweeekkk!!!"
"Huh? Kenapa kamu muntah?"
Kata-kata gombalan itu terlalu menjijikan sampai Kimansu memuntahkan makan siangnya. Andai dia melihat orang pacaran, dan kata-kata itu diucapkan si pria kepada pacarnya, Kimansu akan menghajar pria itu tanpa alasan.
(Note: Author juga ingin menghajar Kimansu tanpa alasan.)
"Ehem ... Tidak apa-apa, aku muntah karena inilah hukuman karena bikin kamu nangis. Uhuk!"
Kimansu mau muntah lagi. Dia secepatnya mematikan skill ngeles sebelum Linx semakin termakan rayuan dan meminta yang bukan-bukan.
Dia mencegah gadis itu yang bergelagat mau membuka pakaian.
"Kenapa lagi? Aku bergairah tahu! Kamu tidak mau membuahiku?"
"Nanti saja pulangnya. Kita harus segera menyelesaikan stage ini."
Kimansu sok cool meskipun dia merasakan ada yang tegang. Dia berlagak memindai sekitarnya agar Linx menunda hasratnya sejenak. Tapi dia justru mendapatkan notifikasi yang mengejutkan.
PIP!
[Warning! Very Dangerous Entity Ahead!]
Langkahnya terhenti. Dia memberi kode Linx untuk tidak berisik. Linx pun merasakan bahaya yang sama karena persepsi super yang dia punya.
"Apa ini boss monster?" Kimansu berbisik.
"Sepertinya bukan. Aku merasakan makhluk itu terlalu kuat."
"Kamu bisa menyembunyikan kehadiran kita?"
Linx mengangguk. Kimansu mengendap-endap dan menemukan dua orang sedang berbicara di balik bebatuan.
"Informasi itu tidak salah?" Kata salah satunya.
"Iya. Aku yakin Gold Fenrir itu ada di sekitar sini."
Kimansu melihat dua orang itu bersetelan rapi seperti di film matrix. Dari warna dasinya, Kimansu langsung ingat bahwa pakaian itu adalah setelan yang sama seperti yang dikenakan si dewa mesum.
Wajah Kimansu langsung pucat. Dia tidak menyangka akan bertemu agen N.A.O lebih cepat dari yang dia kira.