Chereads / Man Without Light / Chapter 12 - Bagian 12

Chapter 12 - Bagian 12

*** 9 tahun lalu ***

"Ayah, kenapa abang lama sekali? Aku sudah mengantuk." keluh Aileen sambil memeluk pinggang ayahnya.

Raihan mengelus kepala anaknya lembut dan menidurkan kepalanya dalam pangkuannya. "Ya ampun, Anak kecil ayah. Kau sudah mengantuk di jam 10? Baiklah. Berbaringlah. Nanti jika abangmu sudah kembali membawa kue, ayah akan membangunkanmu."

Aileen mengangguk dan memejamkan matanya.

Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Zemira-istrinya yang tengah menonton tv berbalik, hendak membuka pintu, berharap itu anaknya yang belum kunjung pulang. Saat hendak bangkit dari duduknya, Raihan menahannya, "Duduklah, aku akan membukanya." cegah Raihan, kemudian meletakan kepala Aileen perlahan di bantal sofa dan meninggalkannya.

"Baiklah. Ayo kita lihat, apakah abangmu sudah pulang membawa kue ulang tahun untukmu?"

Saat membuka pintu. Raihan terkejut. Jantungnya berpacu cepat dan perlahan melangkah mundur.

"Halo!" sapa pria dari balik pintu sambil menyeringai.

"Apa itu abang Aileen kesayangan kita?" tanya Zemira sambil berjalan menghampiri. Seketika ia tergelak, langkahnya terhenti melihat pria di balik pintu itu.

Pria dari balik itu semakin menyeringai melihat Zemira, "Kebetulan yang bagus."

"Apa yang kalian inginkan?!" Zemira mendekati Raihan dan bersembunyi di balik punggungnya. Pria itu tak menggubris dan menatap Raihan sinis.

"Raihan, bukankah aku sudah memperingatkanmu?"

Raihan diam terpaku. Pria dari balik pintu itu mendekat, kemudian memanggil ke dua pengawalnya. Dalam hitungan detik, ke dua pengawal itu berdiri di hadapan Raihan dan Zemira, kemudian menancapakan taring mereka pada leher Raihan dan Zemira, hingga mereka terjatuh kehabisan darah.

"Ayah! Ibu!" Aileen menatap tak berdaya melihat kedua orang tuanya terjatuh dalam pelukan vampir. Kemudian berlari menghampiri kedua orang tuanya yang sudah merenggang nyawa.

"Ibu! Bangun!" Aileen menggoyang-goyangkan tubuh ibunya. Kemudian beralih melihat ayahnya, "Ayah! Bangun. Aku bangun sendiri, kenapa ayah tidak membangunkanku?"

"Bagus, mereka pantas mendapatkannya." kata pria dari balik pintu itu dingin. Kemudian beralih menatap Aileen dan menghampirinya, "Apakah kau anak Raihan?"

Aileen menatap pria itu dari duduknya sambil tersedu-sedu, kemudian bangkit dan menyeka air matanya. Menatap pria di hadapannya dengan tajam.

"Kau sangat kejam! Kenapa kau membunuh orang tuaku?!"

"Beraninya anak kecil sepertimu meninggikan suara padaku." kata pria itu penuh amarah. Kemudian menyeringai dan tertawa meremehkan, "Kau tahu, orang tuamu telah lancang dan melakukan kesalahan besar pada keluarga Melviano."

"Tunggu, tidak ada gunanya aku menjelaskan padamu, anak kecil. Apa aku juga harus membunuhmu?" pria itu lagi-lagi menyeringai.

Nyali Aileen seketika menciut dan perlahan melangkah mundur.

"A-aku tidak takut,"

"Benarkah?"

Aileen terus melangkah mundur, tak lepas menatap pria di hadapannya itu dengan waspada. Pria itu semakin mendekat bersama taringnya yang sudah muncul.

Aileen menelan susah salivanya, kemudian melirik pintu keluar yang tak jauh darinya. Tanpa mengulur waktu lagi, Aileen segara berlari keluar secepat mungkin.

Pria itu mengejarnya bersama ke dua pengawalnya. Aileen terus berlari, napasnya terengah-engah, hingga matanya tertuju pada gang kecil yang gelap. Kemudian ia bersembunyi di sana.

Para vampir itu menghentikan langkahnya, menatap sekitar mencari keberadaan Aileen. Namun nihil, dan mereka memutuskan untuh berpencar.

Aileen menghela napas lega melihat mereka menjauh dari balik tumpukan kotak kayu yang menjadi tempat persembunyiannya.

Aileen mencoba keluar dan memindahkan kayu yang menghalanginya, "Auw!" tangan Aileen tergores dan mengeluarkan darah segar. Aileen meniup lukanya dan mengurungkan diri untuk keluar dari persembunyiannya.

Detik berikutnya, seseorang memindahkan kayu tersebut dengan kasar dan menarik Aileen keluar.

"Aku mendapatkanmu," kata salah satu pengawal vampir yang tadi mengejarnya sambil menyeringai.

Aileen menjerit sekali, kemudian dengan cepat vampir itu menutup mulut Aileen dan menancapkan taringnya. Darah Aileen mulai tersedot.

Tak cukup lama, seketika anak laki-laki datang dengan kayu runcing dan menusuk vampir itu. Vampir itu terbatuk dan terjatuh bersama darah hitam yang terus mengalir lewat perutnya.

Aileen terduduk lemas memegang lehernya. Anak laki-laki itu segera menghampiri Aileen, "Kau baik-baik saja?" tanya anak laki-laki itu. Aileen mengangguk dan tersenyum.

"Ayo, cepat! Naik di punggungku," tawar anak laki-laki itu yang dibalas anggukan oleh Aileen.

Sepanjang perjalanan Aileen tersenyum lemas. Hingga tiba di depan gerbang panti asuhan, anak laki-laki itu menurunkan Aileen perlahan dan memastikan kondisinya.

"Tubuhmu dingin sekali." anak itu membuka jaketnya dan memberikan pada Aileen. "Siapa mereka? Kenapa mereka membunuh orang tuamu?" tanyanya penasaran.

Tangan Aileen merangkup lututnya mengigil sambil menjawab, "Aku juga tidak tahu, mereka datang begitu saja dan membunuh orang tuaku. Tapi, bagaimana kau bisa tahu mereka membunuh keluargaku?" Aileen penasaran.

"Aku melihat semuanya dari balik jendela saat aku tengah lewat. Kemudian mengikutimu saat kau keluar dari rumah, aku sempat kehilangan jejakmu, namun untunglah aku mendengar kau menjerit dan aku cepat menghampirimu."

Aileen tersenyum, "Terima kasih sudah menolongku. Kau bisa saja meninggalkanku, terlebih mereka begitu berbahaya. Terima kasih," kata Aileen lirih dan menatap mata anak laki-laki itu yang tersorot lampu jalan.

Anak itu mengangguk dan menjulurkan tangannya, "Cha Eunwoo. Kau bisa memanggilku Eunwoo,"

Aileen meraih uluran tangan Eunwoo dengan lemas, "A... " mata Aileen seketika terpejam dan tubuhnya membentur pagar. Tubuhnya masih setengah sadar.

Senyum Eunwoo memudar melihat anak di depannya tersandar lemas, "Hei, apa yang terjadi? Bangunlah." Eunwoo menggoyang-goyangkan tubuh Aileen. Memeriksa denyut nadi di tangan Aileen yang masih dalam genggamannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Tu-tunggu di sini, aku akan segera kembali." saat hendak berdiri, Aileen memegang tangannya. Eunwoo kembali berjongkok dan tersenyum lembut, "Percayalah. Aku akan kembali." Eunwoo segera berlari masuk ke dalam panti.

"Bunda!!" teriak Eunwoo menggema seisi ruang. Tak butuh waktu lama, semua berkumpul.

"Tolong! Di luar!" kata Eunwoo panik.

"Tenanglah, Eunwoo. Apa yang terjadi?" tanya bunda pemilik panti khawatir.

"Bunda, aku akan mengambilkan obat penenang, sepertinya trauma akan kematian orang tuanya kembali lagi?" kata salah satu anak di panti itu.

Bunda mengangguk, "Cepatlah,"

"Tidak. Aku baik-baik saja, bunda. Cepat, Tolong di luar." kata Eunwoo lirih.

Bunda merangkup tubuh Eunwoo dalam pelukannya, "Tenanglah, Eunwoo. Itu yang selalu kau katakan semenjak orang tuamu meninggal. Bunda tahu, orang tuamu meninggal tepat di luar rumahmu. Ikhlaskanlah, orang tuamu akan sedih jika kau seperti ini."

Eunwoo menepis tangan bunda yang memeluknya dan menggeleng, "Kalian tidak, masih tidak bisa mempercayaiku. Aku sudah mengikhlaskan mereka. Kumohon. Dengarkan aku, di luar ada... " Eunwoo terjatuh pingsan seiring suntikan yang sudah selesai menancap lengannya dan mengaliri tubuhnya.

*** selesai ***

Aileen membuka matanya dan duduk.

"Ingatan masa kecilku masih sangat jelas."

Kemudian Aileen melihat ke arah nakas di sebelah kanannya dan duduk di sana. Tersenyum memandangi jaket kecil berbulu putih yang terdapat bercak darah di sana.

Aileen menyentuhnya dan merasakan kelembutan dari jaket itu. "Di hari itu, aku bertanya-tanya. Saat kau masuk meninggalkanku, apa kau pernah ke luar lagi untuk mencariku?" gumam Aileen.