Chereads / Man Without Light / Chapter 17 - Bagian 17

Chapter 17 - Bagian 17

"Ayah, ibu. Apa yang harus kulakukan? Aku benar-benar lemah membiarkan vampir menjijikan seperti mereka lolos begitu saja. Maafkan aku."

Eunwoo memegang pundak Avan, "Semua akan baik-baik saja. Kuatkan dirimu."

Avan masih hanyut dalam tangis tersedu-sedunya hingga merasa lebih tenang, Avan kemudian menoleh. "Kau mengenalnya? Aileen. Apa kau masih bertemu dengannya?"

Eunwoo mengangguk dan menepuk pundak Avan. "Aku baru saja mengingatnya. Dia berada di sekitar kita." kata Eunwoo sambil mengembangkan senyumnya.

Avan tersenyum, "Bawa aku padanya. Aku sangat merindukannya."

*Man Without Light*

Aileen mulai menggerakkan jemari dan matanya. Perlahan membuka matanya dan memperhatikan sekitar sejenak. Kemudian pandangannya tertuju pada Resen di sampingnya, "Resen? Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membawaku ke rumah sakit?" tanya Aileen heran dan lekas bangun dari baringnya.

"Tadi kau pingsan karena kelelahan. Apakah sekarang sudah baikan?" Resen beralasan.

Aileen mengingat saat ia di sekolah pingsan, kemudian mengangguk. "Hmm, tentu saja. Aku merasa segar sekali. Apa kau sudah melakukan transfusi darah padaku?" Aileen melirik tangannya yang berbalut kasa dan kantong darah yang dipegang oleh resen.

Resen mengangguk dan mengelus puncak kepala Aileen. "Aku menambah cairan energi sehingga kau akan merasa segar dari biasanya."

"Benarkah? Pantas saja aku merasa berbeda. Jika seperti ini, aku akan melakukannya terus nanti. Ini benar-benar menyegarkan." Aileen tersenyum mengembang hingga pandangannya tertuju pada pintu ruangannya. "Apa kau ke sini sendiri, Resen?" tanya Aileen memastikan, berharap ada seseorang yang menunggunya di sana.

"Ada apa? Apa kau mencari seseorang?" tanya Resen menyadari Aileen mencari Eunwoo.

"Aku pikir dia bersamamu?"

"Benar. Dia mengantarmu tadi bersama temannya, tapi dia sudah pergi." jawab Resen dengan seadanya.

"Lagi?" Aileen menghela napas kecewa. "(Kenapa dia selalu meninggalkanku?)" gumam Aileen dalam hati.

"Hmm... Ayo kita pulang, sebentar lagi akan pagi." Resen membuang kantong darahnya di tempat sampah terdekat. Aileen melihat ke luar jendela dan mengangguk pasrah.

*ManWithoutLight*

Selama perjalanan Avan tak henti-hentinya tersenyum. Tak berbeda dengan Eunwoo, ingatannya akan masa lalu benar-benar sudah kembali setelah melewati tahapan mimpi yang samar hingga potongan-potongan memori yang perlahan terkumpul sempurna. Eunwoo benar-benar lega mengingat Aileen dan masih bisa bertemu dengannya.

"Aku tidak percaya ini. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalinya saat sedekat ini." Avan tersenyum tak percaya.

"Aku sangat senang. Aku benar-benar bodoh sampai melupakannya. Dia bahkan menemuiku dan bertanya apakah aku mengingatnya. Aku benar-benar merasa bodoh." kali ini Eunwoo yang tak henti-hentinya tersenyum tak percaya dengan menyalahkan dirinya.

Avan melirik Eunwoo dan tersenyum, "Kau ingat? Saat pertama kali kita bertemu. Aku menggodamu untuk memastikan itu benar-benar kau, anak yang menyaksikan kebakaran 9 tahun lalu. Aku sangat ahli dalam mengenali wajah, kau tahu?"

Eunwoo mengangguk, "Kau benar-benar ahli dalam mengenali wajah, bahkan aku tidak mengenalmu karna itu hanya pertemuan singkat yang kupikir tidak akan berarti apa-apa."

"Aku masih mengingat jelas, kau berusaha berteriak dan aku mencegahmu. Tapi kau tahu, karena pertemuan itu aku jadi berencana untuk memintamu suatu saat nanti menjadi saksi saat aku berhasil menangkap vampir menjijikan itu. Tapi, semua sia-sia, aku kehilangan mereka sebelum aku berhasil membalaskan dendamku."

"Itukah alasanmu memperlakukanku dengan spesial di sekolah?" tanya Eunwoo memastikan.

Avan mengangguk, "Hmm... Karena itu, aku tahu kau juga manusia sama sepertiku, dan karena itupun aku melindungimu dari kerumunan kaum vampir di sekolah."

Eunwoo terkejut, "K-kau manusia?"

Avan tersenyum, "Ada apa? Apa aku juga berhasil mengelabuimu? Aku benar-benar pandai dalam menyembunyikan identitasku." kali ini Avan tersenyum membanggakan diri.

Eunwoo mendengus kesal mengingat Avan selalu berusaha mengungkap identitasnya, "Lalu maksudmu selama ini kau membahayakan identitasku karena ingin memastikan aku seorang manusia atau vampir?"

Avan menjentikkan jarinya, "Binggo!" namun melihat ekspresi Eunwoo yang sangat kesal, Avan segera meminta maaf, "Maafkan aku. Aku bersalah. Tapi sampai saat ini kau aman bukan? Aku juga mempunyai rencana B jika kau ketahuan saat aku berusaha mengetahui identitasmu. Tenanglah, aku sudah merencanakan semuanya dengan sangat mulus." Avan tersenyum membujuk Eunwoo.

Namun Eunwoo masih menatap Avan kesal, "Kau benar-benar!"

"Kau tahu, apa yang lebih indah di dunia ini? Memaafkan."

"Benar! Memaafkan setelah aku membunuhmu!" ancam Eunwoo dengan tatapan sinisnya.

Avan tersenyum tepat setelah ia menginjak rem di parkiran rumah sakit. "Sudah sampai. Sepertinya kau harus menunda niatmu itu." Avan kemudian membuka laci mobil dan mengambil gulungan kasa di sana dan melemparkannya pada Eunwoo. "Ambil ini."

"Hmm." jawab Eunwoo singkat dan lekas membalut lukanya. "Kau tahu, bahkan Aileen saat itu yang membalut lukaku."

"Benarkah? Kapan? Dimana?" tanya Avan bersemangat.

"Saat di koridor. Kau menyindirnya dengan mengatakannyaa wajah pemberani." jelas Eunwoo.

"Ahkh... Akhh... Aku lupa telah memperlakukannya dengan buruk. Apakah aku kelewatan?" Avan memasang wajah memelas sambil memegang jidatnya.

Eunwoo mengangguk sambil mengernyitkan dahinya, "Kau benar-benar abang yang buruk."

"Akhhh... Aileen.." Avan menutup wajahnya penuh sesal. sementara Eunwoo hanya tersenyum melihat tingkah Avan.

*ManWithoutLight*

Setelah sampai di rumah, Aileen menyandarkan kepalanya di kursi sofa dan memejamkan matanya. Sementara Resen yang duduk di sebelah Aileen tak henti-henti menatap Aileen sambil tersenyum.

"(Kau benar-benar cantik, Aileen.)" gumam Resen dalam hati.

Tiba-tiba Aileen bangun dari sandarannya dan membuka lebar matanya, "Ahh... Aku tidak bisa tidur lagi. Apa yang harus kulakukan pagi-pagi seperti ini?"

Resen melirik setelah memalingkan pandangannya. "Entahlah. Kita hanya bisa menonton tv dengan rumah gelap seperti ini."

Aileen menghela napas kemudian berdiri dan berjalan menuju dapur. Membuka satu persatu lemari makanan dan kulkas, yang ia ingat selalu menyimpan beberapa makanan manusia di sana untuk latihan memasaknya.

"Lebih baik aku memasak." gumam Aileen di sela kesibukannya menyiapkan bahan masakan.

"Lagi? Apa kau masih mengharapkan akan kembali menjadi manusia?" tanya Resen.

"Hmm.." jawab Aileen. "(Sebenarnya aku belajar memasak untuknya.)" gumam Aileen dalam hati dengan senyum mengembangnya mengingat wajah Eunwoo. "(Saatnya sudah tiba, setelah sekian lama aku akhirnya bertemu dengannya. Aku tidak akan menyianyiakan kesempatan ini.)"

Aileen lekas memotong-motong sayuran di depannya dengan lihai, kemudian memasukkannya ke dalam panci di susul dengan bumbu-bumbu yang menjadi penambah cita rasa masakannya. Setelah selesai, Aileen mengambil beberapa potong daging dan di jadikannya hidangan yang sangat menggoda. Namun dari tampilan masakan Aileen yang menggoda, tidak ada yang tahu persis seperti apa rasanya, Aileen berharap segera ada yang memberitahu rasa masakannya ini.

Selang beberapa saat, Aileen mulai menata rapi beberapa masakannya di atas meja. Aileen tersenyum manis menatap meja makan dengan semua hidangan yang telah ia siapkan. Kemudian Aileen duduk dan mengambil makanan untuknya.

"Lagi-lagi kau memakannya tanpa tau rasanya?" Resen menghentikan Aileen yang hendak memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Aileen tak menghiraukannya dan lanjut memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Resen geram karena Aileen masih bertingkah layaknya manusia. Resen menepis tangan Aileen dan membuat sendok yang tengah di pegangnya terjatuh ke lantai.

"Ada apa denganmu, Resen?" tanya Aileen kesal dengan sikap Resen yang tidak seperti biasanya. Selama ini Resen selalu membiarkan Aileen melakukan segala hal tanpa komentar, tapi ini pertama kalinya Resen bertingkah aneh padanya.

"Perilakumu seperti manusia membuatku kesal." tukas Resen.

"Resen?" gumam Aileen lirih, masih tak percaya dengan sikap Resen.

"Kau adalah vampir, Aileen. Maka bersikaplah layaknya seorang vampir." kali ini Resen menjauhkan mangkuk makanan dari depan Aileen.

"Aku tahu. Kau tidak perlu mengingatkanku lagi jika aku seorang vampir, aku membencinya!" bantah Aileen dengan nada lebih tinggi.

"Apa aku perlu mengajarimu seperti apa kehidupan vampir? Kau sangat tidak tahu apa-apa. Bahkan kau bisa menahan dengan melihat dan mencium darah manusia karena kebiasaan bu-(rukmu)," ucapan Resen terhenti karena Aileen dengan cepat memotongnya.

"Hentikan! Resen! Apa masalahmu? Kau tahu aku sangat membenci kaum vampir karena mereka membunuh keluargaku. Mereka juga yang hampir membunuhku. Aku memang seorang vampir, tapi aku tidak mau bertingkah menjijikan seperti mereka dan sama seperti mereka. Aku benci! menjijikan! Aku benci hatus menjadi vampir!" tukas Aileen dengan nada menekan bersamaan dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Sampai kapan kau akan tinggal di masa lalu? Lihatlah. Aku menyelamatkanmu, jika tidak-" Resen menghentikan ucapannya.

"Aku lebih baik mati dari pada harus menjadi kaum yang membunuh keluargaku!" Aileen berdiri dari duduknya dan berlari menuju kamarnya.

Resen tersenyum kecil lalu menangis tersedu-sedu karena ucapan Aileen cukup menyakiti hatinya.

"Apa aku telah melakukan kesalahan, Aileen? Aku hanya berusaha menyelamatkanmu." Resen kemudian tertawa tak percaya, "Lebih baik mati? Tidak, Aileen. Kau sudah terlambat. Aku sudah mengubahmu menjadi vampir sepenuhnya."