Chereads / Man Without Light / Chapter 18 - Bagian 18

Chapter 18 - Bagian 18

"Aku tidak bisa menemukannya." Avan keluar dari kamar mandi ruangan Aileen sebelumnya.

"Aku juga sudah menanyakannya di luar, mereka sudah pulang sekitar beberapa jam yang lalu." Lanjut Eunwoo dari pintu tempatnya berdiri.

"Ah! Aku berharap mereka hanya pindah kamar. Kenapa sangat sulit saat sudah sedekat ini?" Avan menunduk dalam sambil memegang tengkuknya.

Eunwoo menggidikkan bahunya. Kemudian berbalik badan dan melangkah keluar.

"Kau tahu? Aku benar-benar merindukannya. Setelah sekian lama sejak kejadian itu, aku hanya berusaha bangkit hingga sukses dan mencari orang yang membunuh keluargaku. Seandainya aku lebih pintar seperti bisa meretas keberadaan orang itu, mungkin sudah lama aku bisa menemukannya. Tapi sayang, IQ ku sangat rendah dan sampai sekarang aku belum bisa membalaskan dendamku. Aku hanya memiliki SMA Moon Light yang hanya cukup untuk kehidupan sehari-hariku, benar-benar menyedihkan. Tapi tidak, sebenarnya aku membangun Moon Light untuk membuat bangsa vampir menderita di bawah peganganku." Avan kemudian hendak menengadah kepalanya, dan saat itu juga ia menyadari Eunwoo sudah tidak ada di dekat pintu. "Si*l! Sejak kapan dia pergi? Benar-benar manusia berhati dingin, awas saja jika kau menyukai adikku, aku tidak akan menyetujuinya." Avan segera berjalan keluar dengan wajah kesalnya.

"Di mana dia? Sebentar lagi cahaya matahari akan terbit. Apa dia masih merengek di sana?" gumam Eunwoo sambil menyilangkan tangan dan menyenderkan punggungnya di dalam mobil, menatap ke luar jendela.

Avan melihat Eunwoo sudah di dalam mobil, segera ia berjalan menuju ke sana dan membuka pintu mobil.

"Kau tahu apa yang telah kau lakukan?"

Eunwoo menggidikkan bahunya, tanda tidak tahu.

Avan semakin kesal, "Yang benar saja kau ini. Kau membuatku berbicara sendiri di dalam."

Eunwoo menoleh, "Apa kau akan terus mengoceh? Sebentar lagi aku akan berubah menjadi ikan asin karena terbakar matahari."

Avan menatap tajam, lalu mengalihkan pandangannya.

"Apa kau menyukai Aileen?" tanya Avan datar.

"Entahlah,"

"Jika kau menyukainya, aku tidak akan merestuinya." kata Avan lagi.

Eunwoo menaikan sebelah Alisnya sambil melirik Avan, "Ada apa denganmu?"

Avan tak lagi menghiraukan Eunwoo dan lekas menjalankan mobilnya.

*ManWithoutLight*

"(Aku tidak akan mengeluarkan suara, jika tidak, Resen akan mendengarnya.)" gumam Aileen dalam hati dan menatap sinis ke arah pintu kamar yang di tujukan pada Resen.

Aileen kemudian berjalan mengendap-endap ke arah jendela dan menutup pelan jendelanya, lalu menarik tirai hitamnya perlahan tanpa mengeluarkan suara. Benar-benar pelan. Telah selesai, Aileen mengambil jaket bulu masa kecilnya di atas meja lalu memeluknya.

"(Aku benar-benar ingin memastikannya, apakah dia benar-benar melupakanku?)" Aileen kemudian merebahkan tubuhnya perlahan di atas ranjang dan memejamkan matanya. "(Aku benar-benar berterima kasih padanya. Aku ingin segera bertemu dengannya.)"

"Aileen, apa kau sudah tidur? Tutup jendelamu!" seru Resen dari luar pintu kamar.

Aileen mengernyitkan dahinya, merasa terganggu dengan teriakan Resen namun Aileen memilih diam agar Resen merasa khawatir. Kemudian Resen mengetuk pintu hingga beberapa kali karena tidak ada jawaban.

"Aileen, buka pintunya, aku benar-benar khawatir belum mendengarmu menutup jendela. Aileen?" panggil Resen lagi, namun Aileen masih diam dan memejamkan matanya.

"Baiklah, maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi, Aileen." kali ini Resen bernada lembut.

Aileen membuka matanya sambil berpikir ragu untuk memberitahu Resen jika dia sudah menutup jendelanya. Sementara suara Resen kembali terdengar.

"Aku akan menuruti permintaanmu." bujuk Resen. Aileen tersenyum dan segera lari membuka pintu kamarnya, saat itu juga Resen terkejut.

"Benarkah? Aku tidak mengizinkanmu menarik kembali ucapanmu itu, Resen" kata Aileen dengan gembiranya. Resen mengangguk dan mengelus puncak kepala Aileen, "Aku menyayangimu, Aileen."

"Aku akan segera tidur. Dah!" Aileen menutup pintunya namun kemudian membukanya kembali, "Ah! Aku lupa membereskan dapur, tolong bereskan ya abangku tersayang."

Resen tersenyum memerah, lalu mengecup pipi Aileen yang saat ini kepalanya saja yang terlihat dari balik pintu. Seketika wajah Aileen berubah masam, "Resen!" teriak Aileen sangking kesalnya. Namun Resen tak menghiraukan dan kembali mengecup pipi Aileen, "Segeralah tidur. Aku akan membereskan serakanmu." Kata Resen kemudin berjalan santai meninggalkan Aileen.

"Resen!" teriak Aileen lagi. Tingkah Resen benar-benar menyebalkan. "Vampir menjijikan!" Aileen berlari keluar dari kamarnya dan mendorong punggung Resen, kemudian berlari lagi masuk dan menutup rapat pintu kamarnya.

Resen yang hanya terdorong sedikit tersenyum kecil, "Imut."

*ManWithoutLight*

Eunwoo menatap langit-langit sambil meletakkan kedua tangannya di bawah kepalanya. Sesekali tersenyum mengingat wajah Aileen yang kini sudah dewasa. Eunwoo merasa bodoh karena tidak mengenali wajah Aileen sementara mereka sangat dekat. Di lain sisi Eunwoo masih menyimpan rasa bersalah karena meninggalkan Aileen saat itu.

Kemudian Eunwoo mengingat kembali wajah Resen yang menurutnya tidak asing, "Aku seperti pernah melihatnya? Tapi di mana?" lagi-lagi kepala Eunwoo terasa berdenyut, "Kenapa kepalaku selalu terasa sakit akhir-akhir ini? Ini sama seperti saat aku mengingat Aileen."

Beberapa menit berlalu, perlahan rasa sakit kepala Eunwoo berkurang dan hilang. Eunwoo menghela napas kemudian bangun dan menyalakan lampu kamarnya sebentar, "Aku tidak mengerti." Eunwoo membuka laci nakasnya dan mengganti perban lukanya. Eunwoo sedikit menjerit ketika mencuci lukanya dengan alkohol. Karena lukanya cukup dalam dan menggores memanjang. "Aku harus membersihkan sebelum ibu mencium darahku. Aku tidak ingin membuatnya khawatir."

"Enu?" seru jovita dari balik pintu kamar. Eunwoo menoleh khawatir dan mempercepat membalut dan membereskan peralatan lukanya.

"Sudah tidur?" seru Jovita kembali karena tidak mendengar suara dari dalam.

"Ah! Belum, bu. Masuklah." Eunwoo segera berbaring menyelimuti dirinya.

Jovita menatap heran, udara tidak dingin terlebih sebentar lagi matahari akan muncul, tentu saja kamar ini akan terasa panas.

"Apa kau sakit, Enu?" tanya Jovita khawatir. Eunwoo menggeleng, sangat sulit baginya untuk berkata bohong pada Jovita. "Lalu kenapa berselimut, udara akan panas nanti."

"Jangan khawatir, bu. Aku hanya merasa dingin karena dari luar, nanti aku akan melepasnya saat terasa panas." jelas Eunwoo tanpa berbohong, karena memang ia merasa dingin setelah pulang dari rumah sakit, terlebih saat Avan mengantarnya pulang, Avan membuka kaca mobilnya dengan alasan menghemat bensin. Benar-benar, Avan sepertinya sengaja.

"Aah, seperti itu. Ibu hanya ingin melihat keadaanmu karena pulang terlalu pagi, apa ada masalah?" tanya Jovita sambil mengelus dahi Eunwoo penuh kasih sayang.

"Aku benar-benar minta maaf membuatmu khawatir tapi semua baik-baik saja." Eunwoo memindahkan kepalanya di pangkuan Jovita. Jovita tersenyum, "Kakekmu akan ke sini lagi untuk memeriksa keadaanmu, dia benar-benar mengawasimu. Maafkan ibu jika kakekmu membuatmu tidak nyaman, ibu sudah berusaha meyakinkannya tapi dia benar-benar keras kepala dan selalu mencurigaimu."

Seketika mata Eunwoo membulat dan kepalanya terasa sakit mendengar kakeknya. Kemudian Eunwoo memindahkan kepalanya, "Ibu, sebentar lagi cahaya matahari akan menjalari rumah kita, kembalilah."

Jovita tersenyum lebar, "Kau yang kembali mengkhawatirkanku. Baiklah, aku akan segera kembali." Jovita kemudian mengecup dahi Eunwoo dan berjalan meninggalkan kamar.

Setelah memastikan Jovita benar-benar pergi, Eunwoo segera duduk dan memegang kepalanya. "Ada apa denganku? Apakah aku masih belum mengingat semuanya?"