catatan : jika cerita di awali **** dan di akhiri ****. itu menceritakan masa lalu. happy reading! ๐
"Apa dia akan baik-baik saja?" Eunwoo menghembuskan napas kasar sambil memandang jalan dari balik kaca mobil, "Semoga dia baik-baik saja." kemudian mengacak rambutnya, "Akhh, aku benar-benar merasa bersalah padanya. Karena menolongku dia jadi tidak sempat meminum darah dan sakit seperti ini." sesal Eunwoo. "Tunggu, dia tidak minum darah? Ah, yang benar saja. Kenapa aku perduli? Lagi pula aku hanya harus fokus pada ucapannya waktu itu kenapa dia menolongku. Aku tidak tahu? Tidak mengingat apapun? Apa maksud dari ucapannya itu? Apa aku pernah bertemu dengannya sebelumnya?"
Sementara Avan berusaha mengingat wajah Aileen yang sempat ia lihat sekilas.
"Wajahnya terlihat familiar. Tapi kenapa aku tidak bisa mengingatnya? Baru kali ini ingatanku akan wajah seseorang menjadi samar."
Tiba-tiba dari arah berlawanan mobil truk besar melaju ke arah mobil Avan. Avan terkejut bersama Eunwoo saat mobil melaju semakin dekat bersama dengan sahutan klakson yang begitu berisik dan pandangan mereka terhalang dengan cahaya mobil yang saling berpancar. Hanya tinggal 3 meter lagi jarak antara truk dan mobil Avan, Avan lekas membanting stir namun sayang, belakang mobilnya tersenggol dan membuat mobilnya berputar sebentar hinggal berhasil berhenti selama Avan menginjak rem sejak senggolan tadi.
Mobil truk itu berhenti, dan seorang pria paruh baya keluar dari dalam truk itu menghampiri mobil Avan yang rusak parah terutama bagian belakang yang kacanya retak serta penyok.
Eunwoo lekas membuka sabuk pengamannya, "Akh! Tangan kiriku sepertinya berdarah. Semoga dia tidak menciumnya." Eunwoo lekas menyembunyikan tangan kirinya, kemudian menatap Avan yang masih terkejut dengan pandangan kosong.
"A-avan? Ka-ku baik-baik saja?" tanya Eunwoo yang masih terkejut. Avan diam. Tak mendengar ucapan Eunwoo.
Tok! Tok! Tok! Suara ketukan dari balik jendela kemudian menyadarkannya. Avan mengerjap matanya, kemudian menoleh ke arah ketukan itu. Dan benar saja, Avan semakin terkejut saat melihat wajah pria itu. Wajah yang sangat ia ingat 9 tahun lalu.
**** Saat itu, tak jauh dari rumahnya. Avan melihat pria itu tengah menyebarkan bensin ke rumahnya tepat saat ia baru pulang membawa kue ulang tahun yang baru saja ia beli. Pria itu kemudian melemparkan korek api dan kobaran api mulai menjalar dan menyebar ke rumahnya. Sementara Avan hanya bisa terdiam memandangi rumahnya terbakar, tubuhnya gemetaran dan tangannya mulai tak bertenaga, sehingga kue yang ia pegang terjatuh berserakan.
"Ibu? Ayah? Aileen?" gumam Avan lirih. Kemudian menatap pria itu dari kejauhan dengan tatapan penuh amarah dan mengepal kuat tangannya. Namun, Avan tidak berani mendekati pria itu karena takut setelah melihat pria itu berani membakar rumahnya. Apa yang akan terjadi padanya tubuh kecilnya nanti jika berani menampakkan diri di hadapan pria mengerikan itu.
"A-apa yang harus kulakukan?" Avan menahan langkahnya bersama air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. ****
Tak berbeda dengan Eunwoo. Ia seketika terkejut saat menoleh ke arah ketukan pintu dari sebelah Avan. Ingatan samarnya kembali perlahan. "Dia pria kejam itu, yang mencoba membunuh.โฆ" Eunwoo kemudian berhenti karena balum bisa melihat jelas wajah Aileen saat kecil.
Avan mendengar gumaman Eunwoo dan menoleh dengan terkejut. "Kau mengenalnya?"
"Aku tidak tahu. Tapi aku seperti pernah melihatnya mencoba membunuh sesorang."
***Man Without Light***
Resen kembali ke dalam kamar rawat Aileen. Kemudian berlari saat melihat Aileen tidur di lantai dengan menyandarkan kepalanya di samping ranjang besi. Mata Aileen sembab setelah menangis sebelumnya.
Resen segera merangkup tubuh Aileen dan memindahkannya ke atas ranjang. "Maafkan aku Aileen, maafkan aku. Aku memang egois padamu. Tapi ucapanku padamu memang benar. Dia telah melupakanmu." Resen kemudian mengelus puncak kepala Aileen, "Lihat saja aku, Aileen. Aku yang jelas-jelas menolongmu dari panti asuhan saat itu. Aku memberikan darahku agar kau tetap hidup saat kau terinfeksi gigitan vampir. Aku juga yang merawatmu hingga sekarang. Tapi, kau masih saja memikirkannya yang meninggalkanmu."
Aileen mengerutkan dahinya sambil mengigau, "Eun-wo."
"Berhentilah memanggil namanya. Aku membencinya. Aku menyesal mempertemukanmu dengannya. Aku pikir kau akan berterima kasih padaku dan menyadari persaanku terhadapmu, Aileen. Apa yang harus aku lakukan agar kau menatapku?" gumam Resen lagi. Kemudian mendekatkan wajahnya pada Aileen.
"Kenapa kau begitu menyukainya bahkan setelah dia meninggalkanmu? Apakah aku harus menunggu sampai kau menyadari dia telah melupakanmu? Dengan begitu kita akan bersama selamanya? Atau aku harus menjauhkanmu darinya?"
*** Man Without Light ***
"Kau masih mengingatnya. Aku senang. Dengan begini usahaku tidak sia-sia membiarkanmu tetap di sampingku. Dan aku tidak perlu repot-repot lagi mencari tahu hal itu." kata Avan dalam hati sambil tersenyum kecil menatap Eunwoo. Kemudian Avan menyeringai dan kembali menoleh pada pria yang masih menunggu di luar mobilnya.
"Setelah sekian lama aku mencarinya. Akhirnya aku menemukannya. Kali ini aku tidak akan melepaskannya dan membalaskan dendamku dengan membunuhnya dan seluruh bangsa vampir." kata Avan dalam hati.
"Apakah kalian baik-baik saja? Buka pintunya." seru pria paruh baya itu dari luar mobil.
Avan kemudian membuka pintu dan keluar dari mobil dengan dramatis. Dan di susul oleh Eunwoo yang ikut keluar dari mobil dengan tersenyum kecil, menandakan ia baik-baik saja.
"Akh! Sepertinya tulang kakiku patah karena terlalu kuat menginjak rem. Aduhhh!" kata Avan sambil memegang kakinya.
"Maafkan saya. Bagaimana jika ke rumah sakit?" tanya pria paruh baya itu cemas. "Temanmu satunya lagi apakah baik-baik saja? Ayo, aku akan membawa kalian ke rumah sakit."
Avan tertawa tak percaya, "Ahaha... Benarkah? Apakah pembunuh bisa sebaik ini? Apakah aku salah lihat?" Avan menatap remeh.
Pria itu gemetaran saat Avan mengatakan ia pembunuh. Namun ia kembali berpikir dan mengira maksud Avan menyebutnya pembunuh karena menabraknya dan hampir membunuhnya.
"Aku akan bertanggung jawab atas kecelakaan ini. Mohon jangan libatkan ini pada polisi. Kalian juga terlihat baik-baik saja." sanggah pria paruh baya itu.
Avan tertawa remeh, "Wahhh! Apa kau pura-pura lupa atau apa? Ini sangat tidak menyenangkan jika hanya aku ingat kejadian 9 tahun lalu. Saat kau membakar rumah dan keluargaku!"
Eunwoo terkejut. Mendadak kepalanya terasa sakit mendengar Avan mengatakan kebakaran 9 tahun lalu.
**** Saat itu, Eunwoo keluar dari panti secara sembunyi-sembunyi di tengah malam setelah sadar dari pingsan karena obat bius yang di suntikan padanya. Eunwoo keluar menghampiri gerbang panti asuhan yang ia ingat ia meninggalkan seseorang di sana. Lalu, saat tiba ia sudah tidak melihat gadis yang ia tolong sebelumnya. Kemudian Eunwoo berlari di sekitar panti, berharap menemukan gadis kecil itu. Namun sayang, setelah kurang lebih 1 jam lamanya, ia tidak menemukannya. Dan sekitar jam 3 malam Eunwoo mulai terpikir jika gadis kecil itu mungkin kembali kerumahnya. Eunwoo segera berlari ke sana, dan saat tiba ia melihat seorang pria tengah menebarkan bensin di sekitar rumah dan menyebabkan kebakaran. Eunwoo hanya bisa termenung dan syok melihat semua itu. Namun saat Eunwoo hendak melakukan sesuatu dengan berteriak memanggil warga sekitar, tiba-tiba Avan menghentikannya dan menutup rapat mulutnya. "Jangan lakukan apa-apa. Dia sangat berbahaya. Kau mungkin bisa di bunuh olehnya." bisik Avan. Eunwoo mengangguk mengerti. Avan tersenyum, "Pulanglah. Ini adalah rumahku. Aku yang akan mengurusnya." sambung Avan lagi. Eunwoo menatap heran, "Rumahmu? Jadi kau adalah-" belum sempat Eunwoo melanjutkan ucapannya tiba-tiba Avan berlari meninggalkannya. Sementara Eunwoo segera bersembunyi saat melihat bos yang ia lihat sebelumnya, yang hendak membunuh Aileen. ****
"Ka-kau siapa?" tanya pria paruh baya itu terbata-bata dan gemetaran. Kakinya perlahan mundur.