Chereads / Man Without Light / Chapter 6 - Bagian 6

Chapter 6 - Bagian 6

Dengan mobil mewahnya, Avan bersama Eunwoo duduk berdampingan. Avan yang tengah fokus menyetir. Sementara Eunwoo menatap jalan dengan pemikiran yang mengganggunya. Eunwoo menatap Avan sekilas lalu kembali membalikan pandangannya.

"(Apakah dia benar-benar menganggapku teman?)" gumam Eunwoo dalam hati.

"Kita hampir sampai." ucap Avan memastikan dan membelokan stir mobilnya. Eunwoo mengangguk pelan dan kembali dalam pemikirannya.

"(Kemana dia akan membawaku? Aku bahkan menuruti semua keinginannya. Bagaimana jika dia mencoba untuk melukaiku? Aku harus tetap berhati-hati.)"

Avan melirikan pandangannya dan kembali menatap jalan dan bergumam, "Tenang saja. Aku tidak akan membahayakanmu, jadi duduklah dengan tenang hingga kita sampai di tempat tujuan."

Eunwoo mengangguk sekali namun masih menatap jalanan yang semakin jauh dari rumahnya.

Tak lama mobil Avan berhenti di sebuah gedung yang besar. Mall terlengkap yang ada di Soul, korea. Eunwoo menatap bingung pada Avan. Avan yang terlihat mengetahui Eunwoo akan bertanya, ia langsung membuka suara.

"Kau tahu. Ini adalah Mall, tempat manusia dan bangsa Vampir berbelanja."

Eunwoo menghela napas dan menatap Avan kesal, "Aku juga tahu ini Mall. Kau pikir aku begitu bodoh."

Avan menahan tawa, "Pffft... Aku hanya bercanda. Lagi pula kau terlihat tegang sejak kita duduk di kelas sebelumnya. Ayo! Aku akan membuat suasana hatimu kembali normal." Avan lekas turun dari mobilnya.

2 jam berlalu namun mereka masih berada di dalam Mall. Avan terlihat tengah memilih baju yang pas dengannya, tak lupa dengan beberapa baju pilihannya untuk diberikan pada Eunwoo.

Eunwoo hanya bisa memandangi baju setumpuk di tangannya yang tak henti-hentinya di berikan Avan. Mencoba menolak, namun Avan terus menghiraukan ucapannya hingga membuatnya kesal. Kini ia hanya bisa menurut.

"(Menyebalkan!)" tatap Eunwoo dari belakang punggung Avan.

Avan mengeser-geser baju di rak dengan kasar, "Sungguh tidak lengkap! bagaimana ada toko yang menjual sedikit baju seperti ini?" keluh Avan kesal, yang sebenarnya sudah memegang setumpuk baju di sebelah tangannya.

Eunwoo menggeleng, "Sedikit? Apa kau bercanda? Aku bahkan hampir tak melihat jalan sampai banyaknya baju yang kau berikan."

"Ahaha... Baiklah. Ayo! Langsung bayar saja tidak perlu di coba. Kita cari toko lain yang lebih lengkap." Avan membalikkan badannya susah. Eunwoo melihatnya hanya menggeleng dan berjalan meninggalkannya yang masih meraih baju di sebelahnya.

****

Kegaduhan terjadi di kamar yang cukup luas untuk satu orang itu. Dengan santainya pria itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang Aileen. Membuat Aileen berteriak dan kesal.

"Pergi sana, dasar vampir menjijikkan!"

"Wahh, kau sungguh tidak sopan pada abangmu, ya. Aku ingin tidur sebentar saja di sini, AC nya lebih dingin di sini. Ahh... Nyamannya." kali ini Resendriya semakin melebarkan kaki dan tangannya, mencoba memonopoli seluruh tempat tidur itu.

Resendriya atau biasa di panggil Resen. Ia abang Aileen atau lebih tepatnya abang angkat. Resen sangat menyayangi Aileen, namun beginilah setiap hari, ia tidak pernah absen untuk mengusili adiknya. Baginya membuat Aileen kesal adalah wajib.

"Cepat, bangun! Atau..." Aileen diam sebentar memikirkan cara untuk mengancam abangnya.

"Atau apa? Mau melemparku dengan bantal? Atau sendal? Ohh atau atau hatimu?" ledek Resen puas.

Aileen semakin kesal, lalu menghentakkan kakinya dan meninggalkan kamar. Resen membangunkan sedikit kepalanya untuk memastikan Aileen pergi.

"Mau kemana dia? Ahh, sudahlah. Nanti juga balik. Pasti dia juga masih takut dengan ancamanku untuk memeluknya. Dasar, vampir anti vampir."

Beberapa menit berlalu. Aileen kembali ke kamarnya dengan pisau. Resen yang merasa Aileen telah kembali membalikkan badannya dengan malas.

"Ahh... Udah balik lagi?" kini Resen semakin menggerak-gerakan tangan dan kakinya dengan nyaman, bertujuan membuat Aileen kesal.

"Bangun atau aku terluka?" ancam Aileen yang menjulurkan tangannya dengan sebuah pisau. Resen terkejut dan lekas bangun dari ranjangnya. Kali ini ia kalah jika menyangkut keselamatan Aileen, meskipun hanya ancaman.

"Ehh... Ehh, Iyaiya. Pergi nih." kata Resen, namun masih menahan langkahnya, mencoba membuat Aileen kesal.

Aileen semakin mendekatkan pisau ke tangannya melihat tingkah Resen. Resen bergidik ngeri dan cepat meninggalkan Aileen. Setelah Resen pergi, Aileen tertawa pelan yang ia tahu Resen masih bisa mendengarnya dengan pendengaran resen yang tajam.

"Akhirnya, setelah sekian lama bisa ngusir Vampire juga."

"Ahaha... Akhirnya." tawa Aileen puas. Dan sengaja mengeraskan suaranya agar Resen mendengarnya berhasil.

Resen berjalan meninggalkan kamar Alieen, mendengar Aileen membuatnya tersenyum.

"Ya ampun... Kau baru berhasil sekali. Lihatlah aku yang berhasil membuatmu kesal berkali-kali." gumam Resen menyombong diri.

Aileen kini tengah mengganti sprainya yang bau darah. Telah usai, ia merebahkan tubuhnya dan bergumam, "Kenapa baru terpikir mengusir Resen seperti itu ya? Sepertinya otaku mulai cerdas." Aileen tersenyum lebar.

"Apa karena setelah melihat dia? Aku hampir lupa, setelah sekian lama aku mencari akhirnya aku benar-banar melihatnya lagi. Tidak sia-sia mengandalkan Resen untuk mencarinya."

"Apa aku beritahu sekarang? Pasti Resen juga senang. Tapi, aku harus mengunci pintu dulu." Aileen lekas bangun dan mengunci pintu.

Detik berikutnya ia kembali ke atas ranjang dan mengambil hp nya. Saat ia hendak mengeluarkan dari tasnya, tiba-tiba saja terdapat 1 pesan masuk. Aileen lekas membukanya,

"Aku sudah mendengarnya dari luar"

"Jangan lupa balas budi. Cariin darah segar cukup kok. Hahaha..."

Aileen yang telah selesai membacanya dan lekas membuang hpnya ke bawah bantal, "(Ah, aku lupa dia bisa mendengarnya.)"

"Jadi gak ikhlas menolongku?! Jangankan darah segar, darah tikus sekalian gk akan aku cariin?" teriak Aileen kesal yang menggema seisi kamarnya.

Resen yang mendengarnya dari ruang tamu tersenyum tipis, "Dasar."

"Asal kau tahu. Jika kau terus jijik dengan vampire kenapa menjadi vampire? Aku akan membuatmu meminumnya. Ini demi kebaikanmu." gumam Resen.