Bottom (Neill) yang berperan sebagai Pyramus memanggil-manggil nama Thisby dengan penuh perasaan. Snout (Iko) muncul dengan tubuh digambari seperti dinding bata dan melingkarkan tangannya, seolah ia adalah dinding batas tanah Pyramus dan ayah Thisby, dan melalui lingkaran di tangannya kedua kekasih itu saling berbisik untuk mengungkapkan rasa cinta mereka.
"Oh, Thisby, I love you. Will you meet me at Ninus tomb straightaway?" tanya Bottom melalui lubang itu. Flute (Reza) yang memerankan Thisby, dengan dandanan perempuan yang menyedihkan, mengangguk bersemangat.
"I will come, my love."
Keduanya berjalan masing-masing ke sisi panggung yang berbeda. Wall membungkuk kepada penonton.
"My part as a wall discharged, so I'm going..."
Ia pergi ke balik layar.
Starveling (Ferry) muncul dan membawa lentera.
"I am Starveling the waiter and tonight I represent the moon who shines above where the two lovers meet."
Sementara drama para craftsmen berlangsung, para bangsawan dan cowboys yang menonton tak henti-hentinya berkomentar.
"Oh, look at the pathetic moon!"
"Do you think it shines bright enough? I'm afraid the two lovers would never see each other in such darkness."
Thisby masuk dan duduk menunggu Bottom di atas sebuah gundukan kayu yang sudah disiapkan Johan. Berkali-kali ia melihat ke arah ujung jalan menanti kehadiran Pyramus. Tiba-tiba Lion (yang diperankan oleh Snug) meraung dengan hebat, membuat Thisby ketakutan setengah mati lalu kabur, ia meninggalkan mantelnya secara tidak sengaja. Lion merobek-robek mantel itu (peristiwa yang terjadi sebenarnya adalah Andri, pemeran Snug, melemparkan mantel itu ke balik panggung dengan ganas, dan Johan balik melempar robekan-robekan kain usang ke panggung) lalu berjalan keluar.
"Good roar, Lion!"
"Good shine, Moon!"
"Good speed, Thisby!"
Pyramus kemudian muncul ............….
******
Tepuk tangan yang tiada hentinya itu sangat menggembirakan bagi para aktor muda yang lelah itu. mereka semua segera masuk ke balik panggung. Katerina segera menangkap Neill yang berjalan paling akhir.
"Neill! Miss minta penjelasan!" katanya tegas. Anak-anak yang lain menjadi tertarik dan mengerumuni mereka. Neill tampak semakin pucat.
"Benar...saya memakai ganja..." katanya pelan.
Semua serentak berseru tertahan. Katerina geleng-geleng kepala dengan sedih. "Mengapa...? Mengapa kamu harus pakai obat terlarang seperti ganja....? Neill...."
"Saya sakit, Bu..." Neill memegangi kepalanya seolah menahan agar tidak ambruk. "Saya membutuhkan ganja untuk mengurangi rasa sakit...saya sangat kesakitan..."
Katerina menatap Neill keheranan, "Apa maksudnya...? Kamu sakit apa?"
"...Saya..sudah nggak sanggup bertahan...rasanya sakit sekali.." bisik Neill lemah. "Ini..lah..yang dulu hendak saya hindari dengan terjun dari atap sekolah...tapi Arie...berhasil mencegah...akibatnya...malah dia yang terpeleset...dan meninggal.. Saya berlaku pengecut waktu itu.. Kematiannya membuat saya sadar...bahwa hidup harus diperjuangkan..."
"Neill...?" Katerina menekap mulutnya dengan shock. Ia sungguh tak menyangka Neill yang mencoba bunuh diri dengan melompat dari atap sekolahnya dan tak sengaja mengakibatkan kecelakaan itu.
"Saya...pulih dengan bantuan psikiater... Saya pikir memulai hidup baru di sekolah yang baru akan membuat situasi menjadi lebih baik... Hal itu memang benar...saya bertemu Anda, guru yang sangat baik..juga teman-teman yang hebat..." Ia menatap mereka semua dengan sendu. "Tapi perjuangan saya ada batasnya...cangkok sumsum yang dijanjikan ternyata gagal.. karena donornya… tidak ada yang cocok... Saya akan mati bagaimanapun juga...semua tak ada gunanya..."
Ia mengernyit menahan rasa sakit yang luar biasa pada tubuhnya, mencoba tersenyum dengan susah payah. "Tapi...saya punya tanggung jawab… untuk membantu drama ini..tak bisa saya tinggalkan... setelah Laura yang tiba-tiba pergi... Saya pikir...setelah drama ini selesai, saya bisa pergi dengan tenang..."
Semua menatapnya dengan pedih. Air mata telah mengaliri setiap pipi.
"Neill...kenapa kamu nggak cerita...?" bisik Sara sedih.
Neill menggeleng, pelan-pelan ia menarik rambut panjangnya yang ternyata wig dan mereka terhenyak melihat kepalanya yang hampir botak sepenuhnya.
"Kupikir kalian sadar dari wig-wig yang kupakai... Tapi ternyata aku terlalu pandai berakting...ha ha.."
Semua menggeleng dengan perasaan bersalah.
Benar-benar tidak perhatian… mereka sama sekali tidak menyadarinya...
Katerina terbayang seharian ini Neill bersembunyi ke toilet setiap kali ia merasakan kesakitan pada tubuhnya, dan terakhir, saat ia benar-benar sakit dan harus tampil ke panggung, Neill menggunakan ganja—untuk meredakan sakitnya. Neill menahan kesakitan itu seorang diri dan tetap tampil baik-baik saja di permukaan...
Betapa pedihnya....
Tiba-tiba Neill mendorong mereka dan berlari naik ke tangga. Rio dan Nikita cepat mengejar, tetapi Neill telah menutup pintu di belakangnya dan mereka tak bisa membukanya.
Sementara itu penonton bertepuk tangan dan MC memanggil tim mereka untuk melakukan curtain call (penghormatan terakhir) sambil memperkenalkan tim mereka. Tetapi Katerina dan murid-muridnya tidak kunjung keluar. Tepuk tangan itu akhirnya berhenti dan orang-orang yang keheranan saling bertanya mengapa tim yang bagus itu tidak keluar lagi.
Katerina menangis terisak-isak, keluar gedung pertunjukan diikuti murid-muridnya. Ia hendak melaporkan hal itu pada satpam sementara Rio masih mencoba membuka paksa pintu tangga.
Di luar tiba-tiba terdengar suara ribut orang-orang. Katerina yang sudah sampai di halaman terkejut sekali melihat di puncak gedung Neill berdiri dengan merentangkan tangannya. Angin di ketinggian meniup rambut panjangnya dan pakaian yang ia kenakan. Tampak indah sekaligus berbahaya.
"Neill! Buka pintunya dan turunlah!" jerit Katerina, "Apa yang kamu lakukan di situ?"
Neill menatapnya dengan pandangan sendu dan tersenyum.
"Aku mau pergi… tugasku telah selesai… Sekarang saatnya berpisah."
"Neill...! Jangan!" jerit semua orang panik.
Neill pelan-pelan menyanyi, dan mereka bisa mendengar nadanya sebagai lagu Amazing Grace yang sangat ia sukai. Sara cepat berinisiatif mengambil gitar, menyerahkannya pada Tri dan menyuruhnya mengiringi.
"Neill! Kami bakal nyanyiin lagu kesayangan kamu… tapi sesudah itu kamu turun, ya...!" pinta Sara. Ia cepat memimpin anak-anak menyanyi, indah sekali. Suasana di sekitar mereka tiba-tiba hening, yang terdengar hanya lagu Amazing Grace dinyanyikan syahdu. Neill tampak sangat terharu. Pelan-pelan ia ikut menyanyi dengan mereka.
Untuk sesaat rasanya keadaan terkendali. Tetapi tiba-tiba ia meringkuk di atap lalu menggeliat kesakitan. Semua takut ia kehilangan keseimbangan dan jatuh...
Rupanya pintu ke tangga berhasil dijebol, karena tiba-tiba Rio muncul di belakang Neill, diikuti Nikita.
Semua mendesah lega karena Neill akan tertolong...
Tiba-tiba tubuh Neill terguling!
Untunglah Rio sempat menariknya dan Neill segera menghilang bersama Rio dan Nikita.
Semua serentak menjerit histeris dan berlarian ke arah atap untuk menemui Neill. Ketika semuanya tiba, mereka melihat Neill terbaring di lantai, Nikita tampak histeris tidak dapat bergerak, dan Rio terduduk di samping tubuh Neill yang sudah tidak bernyawa. Tim medis segera memeriksanya, dan dokter menggeleng sedih setelah meraba tangan dan leher Neill.
Teman-temannya menangis mengerumuni jenazah Neill. Katerina hampir tak mampu bergerak. Di kepalanya terngiang-ngiang sebuah karangan yang pernah ditulis Neill saat jam kosong dulu, yang sempat membuat Katerina keheranan, sesuatu tentang hak dasar manusia. Karangan itu berjudul The Right To Die. Kini hal itu rasanya masuk akal...
"People carry some basic rights from the very day of their existence, and all other people must respect it. People have the right to live in freedom, the right to speak, the right to be treated equal, and the most essential is the right to live. Because of the right to live, abortion is rejected in many countries because people regard the unborn infants have every right to live and all attempts to stop it are considered as murder.
When people have every right to live, I believe they also have every right to die. When they find live becomes a burden and unbearable, they have every right to die without the society claims that what they do is bad or wrong thing.
Everyone has the right to be happy, and if they don't find happiness in their condition, they have all rights to die.
There are a lot of reasons and ways to do suicide. A divorced mother struggle with some troubling children, can't bear living her miserable life, maybe takes some sleeping pills to end her life. Usually, society blames her for not being strong enough and an irresponsible mother;
Another case is a cancer patient asking the doctor to inject him some serum to end his suffering, and society blames him as a weak and hopeless person;
A broken hearted girl cuts her vein because she can't stand seeing her ex boyfriend marrying another girl, and society calls her pathetic and ridiculous;
A broken hearted son using drugs to runaway from his problems at home and dies of it is cursed as a weak minded and a bad boy."
Katerina menggigit bibir mengingat kata-kata dalam paragraf terakhir essay itu.
"Everybody is actually longing for happiness in life, and they deserve it, even if it is only a fake one. And if they don't find happiness in their life, they have all rights to do whatever they wish to get it, at least to end their misery... Even if they have to stop living."
Terus terngiang dalam kepalanya…
even if they have to stop living...
even if they have to stop living.…
Ternyata Neill pernah hendak mengambil nyawanya sendiri karena putus asa dengan penyakitnya, dan ia menulis essay tersebut untuk menjustifikasi keputusannya.
Tetapi Katerina tahu bahwa akhirnya Neill pun tidak setuju dengan essay itu. Neill tidak menyerah dan dengan mudah mengakhiri hidupnya untuk melenyapkan penderitaan, melainkan terus berjuang sekuat tenaga menyelesaikan pendidikannya di semester ini dengan nilai terbaik… dan memainkan perannya dalam drama dengan penuh tanggung jawab.
Ia tahu ia akan mati...tapi ia tetap tersenyum sampai akhir.
Tidak sedikit pun mengeluh.
Mereka mengaguminya karena itu.
.
"Nggak semua penyakit bisa disembuhkan, lho, Bu... Kadang-kadang orang tetap meminum obat walaupun mereka tahu itu sia-sia..."
.