Chereads / Katerina / Chapter 45 - Hari Pertama Di Sekolah Baru

Chapter 45 - Hari Pertama Di Sekolah Baru

Hari pertama Katerina di sekolah dimulai dengan buruk tetapi ia berhasil mengakhirinya dengan baik. Denny memperkenalkannya kepada semua orang dan mereka menerimanya dengan ramah… Katerina berpikir mungkin ia bisa menyukai sekolah barunya.

Kejadian buruk kembali saat Bu Ani yang mengajar Biologi masuk ke kelas. Ia segera mengamati Katerina yang duduk di sebelah Denny.

"Eh, kamu itu murid baru, ya?! Kenapa duduk sama laki-laki? Kamu mau pacaran, ya, di sini..?" tanyanya keras. Katerina tersinggung sekali. Wajahnya memerah karena marah.

"Maaf, Bu…di sini tak ada bangku kosong lain.." kata Denny kemudian dengan suaranya yang lembut.

"Itu di sebelah kamu, kan, ada meja lain, suruh pindah aja, ambil bangku dari ruang guru…!" tukas Bu Ani tak mau kalah. "Kalo anak laki-laki sama perempuan duduk bareng pasti nggak merhatiin pelajaran… Ayo cepat pindah!"

"Katerina murid baru, Bu… jadi dia belum punya buku-buku pelajarannya… Kalau duduk di sini dia bisa berbagi dengan saya.." kata Denny lagi masih dengan suara yang tenang.

Bu Ani mendengus tidak senang. "Dia bisa pinjam dari anak perempuan di depannya… Sari, tolong kasih pinjam buku kamu sama anak baru itu…"

Denny tiba-tiba keluar dari kelas. Tidak mengucapkan apa-apa, tapi pandangannya yang terluka membuat Bu Ani tak urung tertegun juga. Katerina menjadi bingung.

"Kamu memang murid pembawa sial, belum apa-apa Denny sudah terpengaruh menjadi nakal…" kata Bu Ani tajam.

Katerina melengos pura-pura tidak mendengarkan, ia membuka bukunya dan menulis-nulis sendiri.

Ia tidak mengerti Denny.

Anak laki-laki itu kembali ke kelas saat bel pulang berbunyi dan mengambil tasnya.

"Kamu tadi kemana?" tanya Katerina.

"Ke laboratorium." jawab Denny singkat. "Aku ke sana melihat tikus-tikus Lab."

"Tikus Lab?"

"Iya, mereka dipakai untuk pembedahan hewan sederhana… Ada juga katak."

"Hiyy… menjijikkan..!"

"Aku juga nggak suka pembedahan terhadap hewan… Beberapa kali aku ke sana mencari jalan untuk melepaskan mereka sebelum praktek Biologi minggu depan."

"Minggu depan kita akan membedah tikus?"

"Bukan, itu untuk kelas 2… Kita belum masuk ke pelajaran itu."

Katerina bergidik memikirkan hewan-hewan kecil itu dibedah secara kejam hanya untuk menunjukkan kepada anak-anak SMP struktur tubuh tikus…

"Kita lepaskan saja tikus-tikusnya…" kata Katerina kemudian. "Maksudku… kasihan mereka kalau sampai dibunuh…"

"Kunci lab dipegang Bu Ani… Kita nggak mungkin bisa masuk. "Denny berpikir sejurus lamanya. "Kecuali…kita bisa membuat duplikatnya."

"Bagaimana?"

"Mustahil.." keluh Denny kemudian. "Kuncinya selalu dipegang oleh Bu Ani…tidak pernah ditinggalkannya."

"Kalau…" Katerina terdiam, "kalau kita bongkar pake kawat seperti di film-film…?"

Denny tertawa. "Kamu nggak masuk akal, deh. Itu semua kan bohongan. Tukang kunci aja butuh berjam-jam mengerjakannya, apalagi kita…"

"Aku tahu! Kapan kita masuk laboratorium lagi? Maksudku jam pelajaran Biologi di lab?"

"Lusa."

"Kita buka jendelanya dan ganjal dengan sesuatu, jadi waktu pintunya dikunci, kita tetap bisa masuk melalui jendela…"

"Hmm…sehabis Biologi langsung istirahat, jadi pasti nggak akan kentara kalau kita lalu lalang di sekitar lab untuk melepaskan tikus-tikus itu…"

Keduanya saling pandang. Baru sehari, tetapi mereka telah berkomplot melakukan dua kejahatan. Denny menarik nafas panjang dan mengangguk tanda jadi.

"Kalo gitu, sampai jumpa besok..."

"Kamu gak langsung pulang?" tanya Katerina heran. Denny menggeleng dan dengan dagunya menunjuk ruang OSIS di seberang lapangan. "Kamu ada kegiatan OSIS?"

"Ya, juga beberapa klub lainnya."

"Kamu sibuk sekali...pasti pulangnya sore terus. Mama kamu nggak marah?"

Denny hanya tersenyum dan bergegas ke ruang OSIS, sementara Katerina terpaksa pulang sendiri. Ia sangat tertarik pada Denny karena walau pun mereka hampir tidak memiliki kesamaan sama sekali keduanya bisa cocok. Ia mulai berpikir bahwa sekolah tidaklah terlalu buruk.

Karena melamun Katerina kurang memperhatikan langkah kakinya yang tiba-tiba saja hampir membentur gerbang. Ia tersadar saat mendengar suara-suara tertawa dari belakangnya.

Katerina menoleh dan menemukan 3 orang anak laki-laki dengan seragam yang berantakan, dua orang di antaranya tertawa terpingkal-pingkal sedang yang seorang lagi tersenyum pun tidak, menatapnya dengan pandangan tak kenal kasihan, seolah-olah melamun adalah sebuah kejahatan.

Katerina balas tersenyum dan membungkuk dengan gaya panggung yang kental, meninggalkan 3 anak muda itu dengan kepala tegak. Ia tidak merasa bersalah dan karenanya tidak perlu merasa malu. Seketika seorang anak berhenti tertawa... menatapnya dengan pandangan kagum.

Ia kemudian menyikut temannya yang masih saja terbahak-bahak supaya diam. Katerina tak memperhatikan mereka sama sekali, baginya ketiga anak nakal itu tidak layak membuatnya menderita.