LIMA BELAS TAHUN YANG LALU
.
.
Papa adalah orang terbodoh di dunia…!
Tapi aku menyayanginya…
Katerina menutup diary lalu menyembunyikannya di balik lemari. Sebagai ganti doa sebelum tidur ia telah memulai kebiasaan untuk menulis sesuatu di diarynya sejak Papa meninggal.
Ia memilih berbicara pada dirinya sendiri daripada berbicara kepada Tuhan. Ia masih merasa marah karena Tuhan telah berbuat sewenang-wenang dengan mengambil Papa dari sisinya.
Beliau tewas sebulan yang lalu saat berusaha menyelamatkan seorang anak laki-laki yang hampir tertabrak truk. Anak itu selamat namun sebagai gantinya Papa menderita luka parah dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit, tanpa sedikit pun kata perpisahan. Bodoh…ia selalu memikikrkan orang lain.
Hal itu sungguh tidak adil… karena… siapa yang memikirkan kami…?
Mama yang tidak pernah bekerja seumur hidupnya terpaksa mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan kedua putrinya. Beliau menjadi staf administrasi sebuah perusahaan di Bandung atas bantuan seorang teman lama, dan untuk itu mereka sekeluarga terpaksa pindah ke sana, meninggalkan rumah di Jakarta yang penuh dengan kenangan Papa.
Katerina menolak sekuat tenaga, ia tak rela rumah itu dijual demi kepindahan mereka ke Bandung. Di sana Papa dibesarkan dan kemudian hidup bahagia bersama isteri dan kedua anaknya. Setiap sudutnya penuh dengan jejak Papa dan Katerina tak mau kehilangannya.
"Kamu jangan menyusahkan Mama! Rumah ini harus dijual biar kita bisa punya tempat tinggal di Bandung…!" bentak Mama saat Katerina ngotot tidak mau pindah.
Sejak Papa meninggal beliau gampang sekali emosi, demikian pula Katerina. Setelah melalui beberapa pertengkaran hebat, akhirnya keduanya memutuskan untuk tidak saling bicara.
***
Katerina berlari cemas memasuki gerbang SMP Matahari, sekolahnya yang baru. Tadi ia tersesat karena salah naik angkot, dan kini jam sudah berdentang delapan kali saat ia tiba di sekolah. Payah, rambutnya kusut dan pakaiannya terciprat genangan air karena berlari tergesa-gesa.
Ia dihadang guru piket di depan kantor guru.
"Kamu sudah terlambat satu jam!" kata guru separuh baya dengan wajah judes itu. "Memalukan, bajunya kotor dan berantakan. Seperti gelandangan saja..!"
"Maaf, Bu… tadi saya tersesat karena nggak tahu daerah sini… Maafkan saya…"
"Saya memaafkan. Tapi setiap kesalahan harus mendapat hukuman biar tidak menjadi kebiasaan buruk buat kamu." Ia membuang muka seolah jijik melihat Katerina. "Hukuman kamu adalah mengepel semua WC yang ada di sekolah…. Pak Usman..!"
Seorang laki-laki tua datang tergopoh-gopoh.
"Ada apa, Bu Ani?"
"Tolong antar anak ini dan kasih tahu cara membersihkan semua WC di sini, Bapak jangan coba membantunya..!"
Pak Usman tampak kasihan melihat Katerina tetapi ia tak berdaya membantah karena sadar kedudukannya yang cuma seorang pesuruh sekolah. Ia membawa Katerina berkeliling sekolah dan menunjukkan beberapa lokasi toilet yang harus dibersihkannya.
"Pake alat pel ini, Neng… Nggak usah bersih-bersih amat, biar nanti Bapak yang selesaikan… Yang penting, mah, nanti kalo Bu Ani ngecek, Neng lagi kerja…" kata pak tua itu ramah.
Katerina mengangguk lemah. Setelah Pak Usman pergi ia mengambil alat pel, mencelupkannya ke ember berisi air lalu mulai bekerja. Dadanya sesak oleh kemarahan dan airmata mengalir pelan-pelan menuruni pipinya.
Jahat…! Ia tidak sengaja datang terlambat… Tidak selayaknya mendapat hukuman seperti ini…
Ia mengepel beberapa toilet dengan penuh kemarahan. Beberapa kali terdengar alat pelnya membentur dinding dengan keras. Kemarahannya bertambah saat tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah dua anak perempuan ke toilet, memandangnya keheranan lalu cekikikan, berjalan mengotori kembali lantai yang sudah bersih dipelnya.
Dengan geram Katerina pergi ke ruangan lain dan mulai membersihkan.
Ia tidak terima diperlakukan seperti ini…
Huk..kenapa ia mesti pindah ke sekolah jelek ini? Kenapa Papa harus meninggal dan menyebabkan semua hal ini terjadi…? Semua tidak seharusnya begini..
Ia terduduk sedih di lantai dengan airmata yang mengaburkan pandangannya. Alat pelnya terjatuh dan tangkainya menghantam kepala Katerina dan membuatnya tambah merana. Ia tidak terima…
Ia harus membalas semua penghinaan ini…
"Hai."
Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggilnya. Katerina mengangkat wajahnya dan menemukan seorang anak laki-laki menatapnya penuh perhatian, dan tangannya mengulurkan saputangan.
Katerina ragu-ragu menerima saputangan itu dan mengusap airmatanya, yang entah kenapa malah mengalir semakin deras.
"Aku Denny." kata anak laki-laki itu setelah melihat Katerina mulai tenang.
"Katerina…" balas Katerina, berusaha meredakan emosinya. "Aku murid baru.."
"Kau pasti terlambat dan kena hukuman seperti ini dari Bu Ani…" Denny menggeleng-geleng. "Dia memang menyebalkan…"
"Aku tersesat karena masih baru di kota ini... tapi dia nggak mau dengar penjelasan…" ucap Katerina geram.
Denny tersenyum. "Kamu mau membalas perbuatannya?"
Katerina menatapnya keheranan. "Maksud kamu?"
Denny membantu Katerina berdiri lalu menariknya keluar, anak perempuan itu tak punya pilihan selain mengikutinya.
"Kita mau kemana?" tanya Katerina setelah mereka tiba di halaman depan sekolah.
Denny melihat sekeliling dengan hati-hati. Setelah memastikan tak ada orang selain mereka berdua, ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya lalu berlari ke arah sebuah mobil sedan putih dan menaruhnya di belakang roda-rodanya.
"Beres. Kejahatan ini akan terjadi pukul satu siang saat dia pulang, sementara kita akan berada di tempat lain dengan alibi yang sempurna." Denny menatap Katerina dengan sungguh-sunguh. "Kalau kamu nggak bicara…aku juga nggak."
Katerina mengangguk walau pikirannya masih belum menangkap maksud Denny. Anak itu menaruh beberapa paku bengkok di belakang roda-roda mobil Bu Ani agar nanti saat beliau memajukan mobilnya bannya akan kempes…
"Sekarang kita ke ruangan kepala sekolah, biar kamu segera diperbolehkan masuk kelas."
Katerina mengikuti Denny pergi ke sebuah ruangan yang nyaman dengan tanda Kepsek di pintunya.
TOK! TOK!
"Silakan masuk."
Mereka berdua masuk ke dalam dan Katerina segera melihat kepala sekolah mereka, yang anehnya adalah seorang perempuan separuh baya yang bertampang bijak.
"Selamat pagi, Bu… Ini Katerina, murid baru…" kata Denny segera.
Perempuan itu berdiri dan menyalami Katerina dengan ramah. "Selamat datang, perkenalkan saya Bu Indri."
"Katerina, Bu…"
"Kalau tidak salah kemarin ibu kamu sudah datang kemari dan kelas kamu sudah ditentukan…" kata Bu Indri, "Kamu bisa langsung masuk ke sana. Kelas 1E, bukan?"
Katerina mengangguk. "Iya, Bu…"
"Nah, kebetulan sekali kamu bertemu Denny, dia adalah KM kelas 1E. Biar dia yang membimbing kamu di kelas."
"Terima kasih…" dalam hatinya Katerina senang luar biasa mengetahui ternyata ia sekelas dengan Denny.
"Oh, ya…sebelum kamu ke kelas, Den…tolong besok bawa lukisan yang akan dilombakan itu."
"Baik, Bu."
Mereka keluar dan berjalan menuju kelas 1E.
"Lukisan apa?" tanya Katerina tiba-tiba.
"Oh, lukisan untuk perlombaan melukis dalam rangka Peringatan Hari Anak Sedunia." jawab Denny ringan.
"Kamu hebat."
Denny hanya tersenyum. Ia membuka pintu kelas lalu dengan sopan memperkenalkan Katerina pada guru Ekonomi yang sedang mengajar.
"Silakan cari tempat kosong untuk duduk…" kata Bu Ida segera.
"Sebelah saya juga kosong, Bu…" kata Denny kemudian. Ia menunjuk bangku di sudut ruangan. Katerina lebih gembira lagi mendengarnya. Ia berjalan mengikuti Denny dan duduk di sebelahnya.
"Terima kasih.." bisik Katerina. Denny hanya tersenyum.
Mereka duduk di bangku yang sama dan berbagi buku-buku pelajaran bersama. Semula Katerina mengira Denny adalah seorang anak nakal, tetapi kemudian ia sadar, dari betapa manisnya sikap guru-guru kepadanya, bahwa Denny adalah murid yang pintar dan dianggap teladan.
Mengingat tadi Denny membantunya mengempeskan ban mobil Bu Ani, rasanya tak mungkin anak laki-laki itu seorang murid baik. Katerina menjadi bingung.
Waktu istirahat tiba ia menanyakan hal itu pada Denny. "Kamu itu pake topeng, ya…?"
"Topeng?"
"Sikap kamu di depan guru dan di belakang mereka berbeda."
"Maksudmu paku tadi?" Denny tertawa kecil. "Itu bukan diriku yang sebenarnya."
Ia tidak bicara apa-apa lagi. Denny mengeluarkan buku dan mulai membacanya. Katerina menjadi semakin bingung. Dilihatnya anak-anak lain berlarian ke kantin tetapi Denny malah duduk di kelas dan membaca. Dilihatnya judul buku itu… Astaga.. Alice : Through The Looking Glass, lanjutan dari Alice in Wonderland…
Gawat…dia sudah berteman dengan seorang kutu buku…
"Kamu nggak akan ke kantin?" tanya Katerina kemudian. Denny menggeleng. Ia mengeluarkan kotak bekalnya dari bawah meja lalu menyodorkannya kepada Katerina. Anak perempuan itu terkejut melihat isinya makan siang lengkap.
"Kalau kamu lapar silakan makan saja…" kata Denny tanpa mengalihkan pandangannya dari buku. "Aku sudah bosan dengan menu itu…'
Katerina tertegun. "Kamu enak sekali…punya mama yang bisa menyiapkan bekal seperti ini… Mamaku harus kerja pagi-pagi sehingga nggak bisa masak…" keluhnya pelan.
"Kalau kamu mau, mulai besok akan kubawa lebih banyak…" Denny tersenyum. "Lebih baik begitu daripada jajan makanan yang nggak jelas di kantin…"
Katerina menggeleng malu. "Nggak usah…nanti mama kamu repot."
"Nggak, kok…"
Katerina berusaha menolak bekal yang ditawarkan Denny tapi akhirnya ia terima juga karena mengingat tak baik menolak kebaikan orang.
Saat itulah ia mengerti bahwa ia dan Denny akan menjadi teman baik. Walaupun seorang kutu buku, Denny tidaklah menyebalkan.
Hari pertama Katerina di sekolah dimulai dengan buruk tetapi ia berhasil mengakhirinya dengan baik. Denny memperkenalkannya kepada semua orang dan mereka menerimanya dengan ramah… Katerina berpikir mungkin ia bisa menyukai sekolah barunya.