Hallo guys...
Balik lagi sama author terkece, terkeren, ter.. eh kok malah mirip sama sesuatu ya hahaha maaf keun kerecehan yang benar-benar receh ini. Rasanya sudah lama tidak update :) map lagi ye. Aku lagi sibuk ujian ini itu hufft... tapi tenang aja tetap update kok.
Oh ya aku mau mengucapkan terima kasih pada pembaca setia kisah ini. Diluar ekspetasi aku. Kalian war biasaaah. Tapi kok vote nya sedikit :( aku kan jadi sedih hmm...
di usahakan vote ya teman-teman kalau bisa beri aku kekuatan power stone :) yayayaya
selamat membaca.
___________
Lova mengikuti langkah lebar Aiden yang berada di depannya. Cukup sulit memang untuk Lova mengejar langkah Aiden yang dua kali lipat lebih lebar dari langkah kakinya. Dari tinggi badan saja ia sudah kalah telak dari Aiden yang entah kenapa tumbuh sangat tinggi sekali. Apa karena waktu kecil Aiden minum susu sepuluh gelas sehari? atau karena kualitas dari susu mahal yang sangat manjur?. Entahlah.
Disaat Lova sedang sibuk dengan pemikirannya secara tiba-tiba punggung lebar dan kokoh itu berhenti tanpa aba-aba sebelumnya sehingga tabrakan pun tak bisa dihindari. Desisan pelan keluar dari mulut kecil Lova yang kesakitan akibat benturan di keningnya. Tangan kanan nya tak henti-hentinya mengusap keningnya yang terasa sakit dan mulai terlihat sedikit memerah akibat gosokkan tangan yang ia lakukan.
Berarti benar perkiraan Lova selama ini, bahwa badan Aiden terbuat dari batu campuran semen. Sangat keras dan kokoh bahkan mungkin sekuat tembok haha.
Sedangkan Aiden hanya menatap Lova sejenak tanpa ekspresi dan tanpa mengatakan sepatah katapun sebelum ia kembali melangkahkan kaki nya ke dalam kamar miliknya setelah pintu kamarnya telah terbuka lebar. Tapi, baru beberapa langkah kakinya melangkah, Aiden kembali memutar tubuhnya kearah Lova yang masih terdiam di tempat nya dengan ekspresi bingung dan penuh tanya.
"Aku menyuruh kau untuk masuk ke kamarku tadi tapi kenapa kau masih berdiri disitu?." Tanya Aiden dengan ekspresi muka yang nampak sedikit kesal.
"Ah.. Maafkan saya..saya pikir-."
Aiden mendengus kesal dan jengah."Sudah berapa kali aku bilang jangan minta maaf untuk hal yang tidak penting."
"Maaf..-maksud saya baiklah." Ucap Lova canggung.
"Masuk." Perintah Aiden.
Lova membelalakkan kedua matanya tak percaya. Untuk apa dia masuk ke dalam kamar atasannya di tengah malam seperti ini?. Jangan bilang Aiden akan melakukan hal aneh padanya? Seperti membunuhnya? Atau memutilasinya dan menjual organ tubuhnya? Oke ini sudah sangat berlebihan. Tidak mungkin laki-laki seperti Aiden melakukan hal seperti itu. Lagian juga untuk apa seorang laki-laki kaya raya melakukan hal mengerikan seperti itu?. Lova menggelengkan kepala nya berusaha mengusir pikiran buruknya dan kembali menatap Aiden yang kini menatapnya sambil menaikkan sebelah alisnya keatas.
Lova menggigit bibir bawahnya ragu. Kecuali sikap mesum Aiden seperti saat sebelumnya. Yang tiba-tiba menciumnya tanpa permisi dan dengan lancangnya juga bibir seksi itu menjelajah ke lehernya yang jenjang dan lebih parahnya lagi kedua tangannya yang kekar dan besar itu dengan ahlinya menjelajahi lekuk tubuhnya dan membuat tubuhnya tak bisa menolak sedikitpun. Oh god... Membayangkan nya saja sudah membuat Lova bergetar. Damn!.
"T-Tapi...untuk apa saya masuk ke kamar anda?." Tanya Lova penuh dengan kehati-hatian.
Tanpa sedikitpun berniat untuk menjawab pertanyaan Lova. Aiden langsung maju dengan cepat lalu menarik tangan Lova dengan kuat agar wanita itu langsung masuk kedalam kamarnya. Setelah Lova sudah masuk dengan sempurna, Aiden langsung menutup pintu kamarnya lalu mendorong tubuh Lova kebelakang dan langsung mencium bibir milik Lova dalam dan penuh hasrat. Kedua tangannya ia letakkan di pinggang ramping milik Lova.
Entah kenapa Aiden merasa bahwa tangannya sangat pas berada disana seolah pinggang itu memang diciptakan oleh tuhan khusus hanya untuk Aiden.
Desahan pelan dari Lova terdengar oleh Aiden saat ia dengan sengaja menggigit bibir bawah Lova agar ia bisa menjelajahi lebih dalam lagi bibir wanita itu. Dan anehnya bagi Aiden bibir itu yang entah sejak kapan berubah menjadi sangat manis dan memabukkan. Dia pasti sudah sangat gila sekarang.
Lova tersentak saat tangan kanan Aiden meremas payudaranya dari balik baju tidur warna tosca kesayangannya. Lova menarik wajah nya ke belakang seraya menghirup oksigen dalam-dalam. Kening mereka saling menyatu dan Lova dapat melihat tatapan penuh gairah dari Aiden dan sontak Lova menahan napasnya. Berdekatan dengan pria seperti Aiden entah kenapa selalu membuat ia seketika lupa cara bernapas.
"Breathe baby..." Ucap Aiden seraya menunjukkan smirk khas miliknya.
"Please.. don't do this to me." Ucap Lova sedikit bergetar.
"Why?? Kau sangat menikmatinya tadi dan kalau tidak salah, aku mendengar banyak desahanmu yang sexy." Ucap Aiden dengan nada menggoda seraya mendekatkan kembali tubuh mereka tapi ditahan oleh kedua tangan Lova yang berada tepat diatas dada Aiden yang bidang.
"Tidak sepantasnya.. seorang atasan dan bawahan seperti saya melakukan hal seperti ini." Jawab Lova pelan.
"Siapa yang mengatakan itu? Kau itu calon istriku sekarang, bukan bawahan ku." Geram Aiden tak suka.
"Tapi.. saya tidak pernah setuju untuk menjadi calon istri anda." Jawab Lova meyakinkan.
Aiden meremas pinggang Lova sedikit keras hingga Lova sedikit meringis. "Kau setuju atau tidak, pada akhirnya kau akan tetap menikah denganku." Ucap Aiden dengan nada rendah mendominasi.
"Saya tidak bisa dan tak akan pernah bisa menikah dengan anda. Tolong hargai keputusan saya dan.."
"Kau mau mommy kecewa?." Tanya Aiden sebelum memasukkan wajahnya kedalam ceruk leher Lova dan memberi banyak kecupan disana.
"Saya bisa menjelaskan nya nanti pada mommy tapi yang pasti saya tidak bisa menerima hal konyol seperti ini." Ucap Lova sambil menahan agar desahannya tak keluar dari dalam mulutnya.
Aiden menggeram tidak suka lalu kembali menatap Lova tajam. "Kau bilang keputusan ku adalah hal yang konyol?!."
"Tapi bukan kah ini memang konyol? Kita tidak saling kenal sebelumnya dan baru bertemu beberapa bulan dengan posisi saya sebagai bawahan anda dan anda sebagai boss yang memberi saya gaji setiap bulan dan tiba-tiba anda mengumumkan pada orang tua anda bahwa kita ingin menikah padahal sudah jelas bahwa tidak ada hubungan apa-apa selain pekerjaan diantara kita." Jelas Lova panjang lebar.
"Itu bisa saja terjadi. Jatuh cinta pada pandangan pertama mungkin?. Orang banyak yang mengalaminya." Ucap Aiden santai sambil memainkan ujung rambut Lova sepeti seorang anak kecil.
"Tidak ada yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Cinta itu datang karena terbiasa. Terbiasa bersama, terbiasa menghabiskan waktu berdua dan juga cinta itu hadir karena satu frekuensi." Balas Lova tak setuju.
"Pada dasarnya rasa getaran itu kau rasakan saat kau melihat pasangan mu untuk pertama kalinya, kalau kau tidak merasakannya berarti kalian tidak satu frekuensi atau dengan kata lain tidak ada chemistry diantara kalian. That's so simple!. Hanya saja tidak ada yang menyadari itu karena mereka kan tidak sepintar dan secerdas aku jadi wajar lah ya." Ucap Aiden menyombongkan dirinya.
"Saya tidak percaya hal seperti itu. Lagian kenapa harus bertemu dan jatuh cinta jika akhirnya akan berpisah?." Ucap Lova sedih.
"Pertanyaan mu sama dengan kenapa harus hidup jika akhirnya akan mati juga? That's a stupid question!." Ucap Aiden lalu tertawa.
"Dua hal itu berada dalam konteks yang berbeda. Tidak bisa disamakan." Jawab Lova kesal.
"Well. Bagaimana kalau aku buat ini dapat kau terima dengan lebih mudah." Ucap Aiden seraya menaikkan salah satu alisnya keatas.
"Maksud anda?." Tanya Lova ragu.
"Kau hanya perlu menjadi sosok seorang istri dengan semua kewajiban nya dan aku akan membiayai kau kuliah agar kau bisa menjadi chef di restaurant milik ku. Bagaimana menarik bukan?."
"Ini.. sebuah kesepakatan?." Tanya Lova ragu.
"Yeah. Bukankah ini bagus? Tak ada yang dirugikan disini. Aku dapat apa yang aku inginkan dan kau bisa menggapai apa yang kau cita-citakan. That's so simple and pretty nice!."
Lova tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. Sebenarnya tawaran ini sangat menggiurkan jika mengingat bahwa cita-cita nya menjadi chef sesungguhnya berada tepat di depan matanya sekarang. Tapi tetap saja, sekali kau jatuh kedalam sebuah lubang. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Kau dapat naik kembali dan keluar dengan selamat atau kau akan semakin masuk kedalam dan selamanya terjebak di dalamnya. Entah Lova akan berada dimana diatara dua kemungkinan itu di masa depan nanti. Tapi yang pasti saat ini adalah kesempatan mungkin tidak akan datang untuk kedua kalinya. Maka terima lah ia jika ia sedang berbaik hati untuk datang kedalam takdir hidup yang sangat kejam ini.
"Berapa lama kesepakatan ini akan berjalan?." Tanya Lova.
Aiden menatap Lova dengan tatapan yang Nampak menerawang sesuatu yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang. Mungkin. Siapa yang tau kan rahasia tuhan?. Mungkin saat ini manusia merencanakan sesuatu yang menurutnya baik untuk dirinya tapi malah sebenarnya dapat merusak bahkan menghancurkan diri nya sendiri. Mungkin itu gunanya takdir. Menuntun setiap insan agar kembali ke jalur nya masing-masing.
"Sampai aku menemukan kembali cinta ku yang telah lama hilang." Gumam Aiden pelan nyaris berbisik.
"Sampai kapan?" Tanya Lova kembali karena tidak mengerti apa yang Aiden katakan.
Aiden menangkup kedua pipi Lova dengan kedua tangan nya. Menatap dalam kedua iris bola mata coklat itu. Aiden nampak berpikir sejenak sebelum mengatakan apa yang ingin ia katakan.
"Sampai kau menyelesaikan pendidikanmu dan kau dilantik menjadi seorang chef hebat dan bekerja di restaurant milikku maka disaat itu." Aiden menghela napasnya sejenak sebelum melanjutkan kembali perkataan nya.
"Aku akan melepaskanmu. Selamanya."
__________
To be continuous