Hadley mendudukkan tubuh mungil pujaan hatinya itu di sisi tempat tidur, tangis mereka berubah jadi tawa. Ciuman demi ciuman bibir bertubi-tubi saling mereka berikan. Mereka menunda mebahas apapun itu, yang bisa terucap hanyalah kata 'i love you' dan 'i miss you'. Tidak ada obat yang bisa mematikan rindu selama ini selain mengungkapkannya dengan sentuhan.
Kening dan hidung mereka saling beradu, tangan mereka memegangi wajah satu sama lain. Dalam gelap Hadley membayangkan wajah Flair. Setiap kali berhenti mengecup, rasanya ingin lagi dan lagi merasakan bibir mungil Flair. Perjumpaan yang begitu mereka nantikan menjadi kenyataan.
"Kamu tampak lebih kurus!" Ucap Flair sambil mengusap pipi Hadley.
"Aku merasa tulang tanganmu juga makin kelihatan." Balas Hadley.
"Bagaimana keadaan mu? " Tanya Flair sambil menyentuh perban di kepala Hadley, setelah hampir satu jam berpagutan.
"Tidak terlalu nyaman!" Jawab Hadley sambil menyentuh tangan Flair di atas perbannya.