Kini, tak ada lagi gangguan dan hidup mereka tenang kembali. Semuanya akan sempurna begitu bayi Axton dan Wenda lahir.
Beberapa bulan berlalu, kehamilan Wenda telah menginjak sembilan bulan. Perutnya membesar dan semua keluarga was-was mengingat tak lama lagi Wenda akan melahirkan. Sama halnya Axton, dia mencoba untuk tetap tenang walau dia tahu itu semua hanya sia-sia saja.
"Axton, kenapa kau tak pergi bekerja?" tanya Wenda. Axton diam dan duduk di samping. Memberikan senyuman terbaik sambil mengusap perut Wenda.
"Akan lebih baik aku berada di sini bersamamu." Wenda mengerti dengan ucapan Axton mengerucutkan bibirnya kesal.
"Jangan khawatirkan aku..."
"Tapi kau berharga dari segala yang kupunya Wenda termasuk anak kita." Wenda terkesima dan memulas senyuman. Dia membelai salah satu pipi Axton.
"Aku bersyukur sekali bisa bertemu denganmu. Walau kita terlibat dalam masalah kecil tetapi siapa sangka hubungan kita bisa sampai ditahap ini." Axton mengakui hal itu. Jika saja mereka tak bertemu, mungkin mereka tak menjadi sepasang suami istri.
"Semoga kita bahagia sampai kita tua." Wenda hampir membuka suara namun sebelum itu, perutnya tiba-tiba saja bergejolak.
"Wenda," Axton menyadari raut wajah kesakitan yang ditampilkan oleh Wenda. Tiba-tiba Axton juga merasakan kegelisahan yang luar biasa melihat Wenda. Satu kesimpulan Axton, Wenda akan melahirkan.
Axton buru-buru memanggil keluarga. Kepanikan terjadi. Mereka segera menelpon ambulans dan yang lain mempersiapkan segala kebutuhan Wenda di rumah sakit.
Begitu ambulans datang, Wenda segera dimasukkan ke dalam mobil. "Kau sebaiknya ikut Wenda, Axton. Biar kami akan menyusul." Axton mengangguk dengan kecemasan yang tampak di wajah.
Berharap semoga persalinan Wenda akan berjalan dengan lancar sehingga Wenda dan anak mereka selamat.
💘💘💘💘
Selama di ruang inap, Wenda berusaha untuk menahan sakit yang dia rasa. Axton hanya membelai rambut Wenda atau memberi senyuman semangat untuk istrinya itu.
Jujur, Axton sama sekali tak tenang melihat Wenda kesakitan. Perasaan di dalam diri Axton bersamaan cemas dan sedih. "Apa kau mencemaskanku?" Axton memalingkan wajahnya kepada Wenda dan mengangguk.
"Jangan gelisah, semua akan baik-baik saja. Kau percaya padaku bukan?" Walau agak merasa terhibur dengan perkataan Wenda, tetap saja Axton sama sekali tak tenang. "Ya, aku percaya dan aku akan selalu berada di sini denganmu."
Persalinan tiba. Semua keluarga dari belah pihak menunggu tidak tenang di luar ruangan persalinan sementara Axton ikut masuk ke dalam. Salah satu tangannya terus menggenggam erat tangan Wenda sewaktu melahirkan.
Wenda mengejan dengan kuat dan sebagai pelampiasan dia mencengkram erat tangan Axton juga mengerang dengan kencang. Selama setengah jam Wenda bertaruh hidup, akhirnya lahirlah seorang bayi laki-laki.
Axton terkesima sementara Wenda lelah sangat luar biasa. Dia meletakkan tubuhnya di ranjang mencoba mengatur napas yang tersendat-sendat. "Wenda," Wenda membuka matanya menatap Axton yang tersenyum.
"Terima kasih sayang." lanjut Axton kemudian mengecup kening Wenda penuh kasih sayang. Wenda tersenyum lemah kemudian memejamkan matanya.
💘💘💘💘
Wenda membuka sepasang mata miliknya dan melihat sekitaran. Sapuan lembut dari rambutnya membuat Wenda mengalihkan pandangan ke samping menatap Axton.
"Axton, mana bayi kita?" tanya Wenda berharap. Dari tadi Wenda pingsan dan tak sempat melihat wajah sang anak. Wenda ingin menggendong dan mencium pipi bayi miliknya.
Pintu ruangnya inap terbuka menampakkan perawat dan sosok bayi kecil dalam gendongan. Axton berdiri dan mengulurkan tangannya agar dia bisa menggendong anak semata wayangnya bersama Wenda.
Si perawat mengerti dan memberikan bayi kecil kepada pria yang baru saja beberapa jam menjadi seorang Ayah itu. Diletakkannya berhati-hati dan dibawanya kepada sang istri. Meski kondisi fisiknya masih lemah, Wenda bersusah payah mengganti posisinya menjadi duduk.
"Biar aku menggendongnya." pintaan Wenda didengarkan oleh Axton. Dia memberikan anak itu kepada Wenda. Begitu bayi itu jatuh dalam gendongan, Wenda tak bisa berhenti memandang si bayi.
Tampak sudut matanya mulai menggenang, terharu melihat anaknya lahir dalam keadaan sehat dan tak kekurangan apapun. Wenda mencium dengan lembut salah satu pipi putranya, dirinya sangat bahagia sekarang.
Tak tinggal diam, Axton juga mencium dahi Wenda. Sebab itulah, Wenda menoleh kearah Axton. "Sekarang keluarga kecil kita telah lengkap. Sekali lagi terima kasih ya."
Wenda hanya tersenyum simpul dan melarikan pandangannya lagi pada sang putra. "Kita nama,'kan dia siapa?"
Axton terdiam cukup lama karena berpikir. Sesudah dia menemukan nama, Axton menyuarakan pikiran. "Bagaimana kalau namanya Alexi Denzel?"
"Alexi Denzel? Nama yang bagus." ungkap Wenda. Sekilas diliriknya buah hati dalam gendongan. Ternyata anak Wenda dan Axton itu tengah membuka matanya dan tersenyum.
"Hei Axton lihatlah dia tersenyum, sepertinya dia suka dengan nama yang kau berikan." kata Wenda cepat.
"Dia terlihat manis jika senyum seperti dari tadi. Baiklah, karena dia suka dengan nama itu aku beri dia nama Alexi Denzel." balas Axton antusias dan langsung memberikan nama Alexi Denzel kepada putranya.