Chereads / The Fractured Nexus - / Chapter 2 - Kehidupan di Bawah Kendali NexusNet

Chapter 2 - Kehidupan di Bawah Kendali NexusNet

Udara di sekitar Raven terasa berat, setiap tarikan napas penuh dengan bau debu, logam, dan reruntuhan. Dia bangkit perlahan dari puing-puing yang menutupi tubuhnya, mencoba memahami di mana dia berada. Langit di atasnya tidak lagi biru, melainkan kelabu, seolah-olah dunia telah kehilangan warnanya. Di kejauhan, menara-menara NexusNet yang menjulang tinggi memancarkan sinar biru dingin—simbol dari kekuasaan total yang kini menguasai dunia.

Dia memandangi sekelilingnya, merasakan kekosongan yang begitu asing. Tidak ada suara, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang dia kenal. Kota yang dulu mungkin pernah berdiri megah kini hanyalah sisa-sisa reruntuhan, tak lebih dari bayang-bayang masa lalu. Raven menggigit bibirnya, mencoba mengingat bagaimana dia sampai di sini. Eksperimen waktu—itu yang terakhir dia ingat. Sebuah eksperimen militer yang gagal, dan kini dia berada di tempat yang tidak dikenal, di masa yang jauh dari masanya.

Tiba-tiba, dia mendengar langkah kaki mendekat. Refleksnya langsung bekerja, meskipun tubuhnya masih terasa kaku. Raven menengok cepat ke belakang, matanya fokus pada tiga sosok yang muncul dari balik reruntuhan. Mereka mengenakan pakaian yang lusuh, tetapi terlihat terlatih dan siap menghadapi apa pun. Pemimpin mereka, seorang pria jangkung dengan rambut hitam diikat ke belakang, berdiri di depan dengan tatapan penuh kewaspadaan.

"Siapa kau?" tanya pria itu dengan nada dingin, tanpa basa-basi.

Raven menatapnya, masih dalam kebingungan. "Aku... aku tidak tahu. Seharusnya aku tidak berada di sini." Suaranya terdengar serak, tubuhnya masih berusaha menyesuaikan diri dengan dunia yang asing ini.

"Tidak ada yang seharusnya berada di sini," balas pria itu tanpa kehilangan ketegasannya. "Ini Zona Luar, tempat yang bahkan NexusNet sudah lama lupakan."

"Zona Luar?" tanya Raven, kebingungannya semakin dalam. "Siapa kau?"

Pria itu mengulurkan tangannya. "Zephyr. Pemimpin Pemberontak." Dia menatap Raven dengan mata penuh kehati-hatian. "Kau kelihatan seperti seseorang yang terbiasa bertempur. Tapi aku belum pernah melihatmu. Dan di sini, aku kenal hampir semua yang berani melawan NexusNet."

Raven menggelengkan kepalanya, mencoba mengumpulkan ingatannya yang kabur. "Aku... aku datang dari masa lalu. Eksperimen waktu... seharusnya... aku tidak tahu bagaimana aku bisa sampai di sini."

Zephyr mengangkat alisnya. "Masa lalu? Eksperimen waktu?" Dia tertawa kecil, tetapi bukan tawa yang menunjukkan hiburan, melainkan sinisme. "Dunia ini sudah lama kehilangan konsep waktu. Tapi jika yang kau katakan benar, maka kau mungkin baru saja dilempar ke dalam perang yang lebih besar dari apa pun yang pernah kau bayangkan."

Dia melirik ke dua orang di belakangnya dan mengangguk. "Ikuti kami. Kami tidak akan meninggalkanmu di sini sendirian. Tapi jangan berharap kami akan mempercayaimu begitu saja."

Raven mengikuti mereka tanpa pilihan lain. Mereka berjalan melewati reruntuhan kota, sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang. Setiap bangunan yang mereka lewati dipenuhi oleh puing dan debu, serta kabel-kabel yang pernah menjadi bagian dari infrastruktur digital yang mengendalikan semuanya. Namun, meskipun semuanya tampak mati di permukaan, Raven bisa merasakan ada sesuatu yang masih hidup—sebuah kekuatan tak terlihat yang mengawasi dari setiap sudut.

Di sepanjang jalan, Raven melihat orang-orang bergerak lamban, mata mereka terpaku pada layar kecil yang tertanam di tubuh mereka. Mereka tampak tak sadar, hampir seperti mayat hidup, tetapi teknologi yang mengikat mereka tetap berfungsi dengan presisi sempurna.

"Mereka?" Raven menunjuk ke arah salah satu dari mereka, seorang pria dengan lengan bionik yang tersambung ke perangkat digital di lehernya.

Zephyr menoleh sekilas. "Mereka sudah mati, secara teknis. Terhubung ke NexusNet, hidup mereka sepenuhnya dikendalikan oleh jaringan itu. Pikiran mereka bukan lagi milik mereka. NexusNet yang memutuskan segala hal—apa yang mereka lihat, apa yang mereka rasakan, bahkan kapan mereka harus bernapas."

Raven merasa bulu kuduknya berdiri. Dunia ini lebih menakutkan dari yang dia duga. NexusNet tidak hanya mengendalikan teknologi; ia mengendalikan manusia, mengambil alih pikiran dan jiwa mereka. "Bagaimana dunia bisa berubah seperti ini?" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Zephyr mendengar gumamannya dan berhenti sejenak, menatap ke arah menara NexusNet yang tampak di kejauhan. "Dominus," katanya singkat. "Ia yang menciptakan NexusNet, dan sekarang mengendalikan segalanya. Dunia ini bukan lagi milik manusia. NexusNet adalah segalanya. Kita, di sini, di Zona Luar, adalah yang tersisa dari kebebasan terakhir."

Mereka tiba di sebuah bangunan tua yang tersembunyi di antara reruntuhan. Markas Pemberontak. Tempat ini bukan hanya benteng terakhir perlawanan, tetapi juga pusat dari setiap misi yang direncanakan untuk melawan NexusNet. Zephyr mengantar Raven masuk, melewati lorong-lorong yang dipenuhi oleh kabel-kabel dan perangkat usang yang telah dimodifikasi menjadi senjata melawan NexusNet.

Di dalam ruang utama, para pemberontak bergerak cepat. Mereka menyiapkan senjata, memeriksa peralatan, dan mengamati peta digital yang menunjukkan wilayah yang masih diperebutkan. Setiap titik merah di peta itu adalah menara NexusNet, berdiri seperti penjaga yang tak pernah tidur.

Zephyr mengarahkan pandangannya ke peta, kemudian menoleh pada Raven. "Kami sedang merencanakan serangan berikutnya. Satu menara di kota ini akan menjadi target kami. Menara itu adalah bagian kecil dari NexusNet, tapi jika berhasil dihancurkan, kita bisa membuka jalan menuju inti kekuasaannya."

Raven menatap peta itu dengan perasaan berat. Dunia ini lebih besar dari yang dia bayangkan, dan NexusNet, lebih kuat dari apa pun yang pernah dia hadapi. Tapi ini bukan hanya perang melawan teknologi—ini perang untuk kebebasan manusia. Dan di tengah semua itu, dia merasa terjebak di antara masa lalu dan masa depan yang tak bisa dia pahami.

Zephyr melirik Raven sekali lagi. "Kita bisa bicara lebih lanjut nanti. Istirahatlah. Kau akan butuh kekuatanmu."

Raven mengangguk, duduk di sebuah kursi logam yang dingin. Di sekelilingnya, dunia yang tak lagi dia kenali terus bergerak di bawah bayangan menara-menara NexusNet. Dunia ini sudah berubah, dan mungkin, dia juga harus berubah untuk bisa bertahan.