Raven mengikuti langkah Zephyr melalui lorong-lorong gelap dan lembap markas pemberontak. Setiap langkah mereka menggema di dinding beton, menciptakan kesunyian yang menekan. Pikiran Raven masih dipenuhi dengan pertarungan sebelumnya melawan NexusNet. Serangan di menara kecil berhasil, tetapi itu hanya awal. Serangan balik dari NexusNet sudah pasti datang, dan waktu mereka semakin singkat.
Zephyr berhenti di depan pintu baja besar, lapuk oleh waktu dan karat. "Kau siap bertemu Cipher?" tanyanya, suaranya rendah dan serius.
Raven mengangguk, meski ketidakpastian masih menguasai pikirannya. Cipher, ahli teknologi yang tinggal di Zona Gelap, adalah orang yang mereka butuhkan untuk memahami NexusNet lebih dalam. Tapi apa sebenarnya Zona Gelap itu? Dan bagaimana mereka bisa bertarung dalam dunia yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya?
Zephyr mengetuk pintu dengan pola tertentu, dan pintu itu terbuka perlahan dengan derit yang panjang. Di dalam, ruangan gelap hanya diterangi oleh cahaya biru dari layar-layar yang berderet di dinding. Di tengah ruangan, duduk seseorang dengan punggung membungkuk, matanya terpaku pada deretan kode yang melintasi layar dengan cepat.
"Cipher," panggil Zephyr pelan.
Pria itu mengangkat kepalanya perlahan, menatap Zephyr dengan sorot mata tajam yang mencerminkan kecerdasan dan kelelahan. Wajahnya tirus, seperti seseorang yang telah lama terperangkap di dunia digital, lebih lama daripada di dunia nyata.
"Kau membawa teman," Cipher bergumam, suaranya serak namun tenang. Dia menoleh pada Raven. "Ini dia, prajurit yang kau ceritakan padaku?"
"Raven," jawab Zephyr. "Dia orangnya. Jika kita ingin menghancurkan NexusNet, dia harus tahu apa yang kita hadapi."
Cipher bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Raven, meneliti sosoknya dengan tatapan tajam, seolah-olah sedang memindai bukan hanya tubuhnya, tapi juga pikirannya.
"Jadi, kau ini prajurit dari masa lalu," Cipher tersenyum samar. "Kau tahu caranya melawan musuh yang kau bisa lihat dan rasakan. Tapi di sini, di masa ini, musuhmu tidak memiliki wajah. Mereka adalah algoritma, jaringan tanpa bentuk."
Raven tetap diam, tidak yakin apa yang harus dia katakan. Baginya, pertarungan selalu jelas—musuh adalah sesuatu yang bisa dilihat, disentuh, dan dihancurkan. Tapi sekarang, dia dihadapkan dengan sesuatu yang tak terlihat.
Zephyr melangkah maju, menunjuk ke arah layar yang menampilkan deretan angka dan simbol digital. "Ini adalah Zona Gelap. NexusNet mengendalikan lebih dari sekadar dunia fisik. Di sini, mereka tak terbatas oleh ruang dan waktu."
Cipher menekan beberapa tombol, dan layar di depan Raven berubah, menampilkan dunia digital yang aneh—sebuah lanskap yang penuh dengan garis-garis data yang bergerak cepat dan pemandangan yang terus berubah. Aliran data mengalir seperti sungai, dan setiap detik, bentuk-bentuk baru muncul dan hilang seiring dengan pergerakan kode.
"Zona Gelap bukan hanya dunia digital," Cipher menjelaskan. "Ini adalah tempat di mana NexusNet bisa melawan tanpa batasan fisik. Waktu, ruang, semua itu hanya ilusi di sini. Ini adalah pertempuran yang berbeda, dan hanya pikiranmu yang bisa menyelamatkanmu."
Raven memandangi layar itu, matanya menyipit. "Kita akan bertarung di sana? Dalam dunia yang bahkan tidak nyata?"
Cipher menatapnya tanpa ekspresi. "Kau masih memandang dunia dengan cara lama, prajurit. Di sini, dunia ini lebih nyata daripada yang kau kira. Di Zona Gelap, pikiran adalah segalanya. Tubuh fisikmu tak lebih dari beban."
"Ini tidak masuk akal," gumam Raven, merasa skeptis. "Aku sudah bertarung melawan musuh yang bisa aku lihat, yang bisa aku bunuh. Ini... ini hanya ilusi."
Cipher tertawa kecil, suaranya datar namun penuh pengalaman pahit. "Itulah yang orang-orang katakan pada awalnya. Sebelum mereka tersesat di dalamnya."
Zephyr memberi isyarat pada Raven untuk mendekati layar. "Kami butuh kau untuk belajar cara bertarung di sini. Untuk melawan NexusNet, kita harus memasuki dunia mereka. Ini bukan hanya tentang kekuatan fisik lagi."
"Dan itu berbahaya," Cipher menambahkan. "Zona Gelap bisa menghancurkan pikiranmu. Banyak yang masuk ke sana dan tidak pernah kembali utuh. Mereka terjebak dalam mimpi buruk yang tidak pernah berakhir, pikiran mereka terkoyak oleh NexusNet."
Raven merasakan dingin di punggungnya. "Kau bicara seolah-olah kau tahu."
Cipher mengangguk, tatapannya berubah dingin. "Aku dulu bagian dari mereka. Sebagian dari sistem yang menciptakan NexusNet. Tapi sekarang, aku hanya bayangan dari siapa aku dulu."
"Kau bekerja untuk NexusNet?" Raven menyipitkan matanya, waspada.
"Ya, dulu," Cipher mengakui. "Tapi aku melihat apa yang mereka lakukan. Aku melihat betapa dalam mereka ingin mengendalikan pikiran manusia, menyatukan mereka dalam jaringan tanpa akhir. Dan sekarang, aku ada di sini, di luar sistem, mencoba memperbaiki kesalahan yang pernah aku buat."
Raven menatap Cipher, mencoba memahami pria yang telah begitu dalam terlibat dengan musuh yang kini dia lawan. Keheningan menggantung di udara, diisi oleh dengung lembut dari peralatan elektronik di sekitar mereka.
"Jadi, apa rencanamu?" tanya Raven, nada suaranya sedikit lebih tegas.
Cipher menekan beberapa tombol lagi, dan layar berubah, menampilkan gambar menara-menara NexusNet yang berdiri megah di seluruh dunia. "NexusNet memiliki kelemahan. Setiap sistem memiliki celah. Dan Zona Gelap adalah tempat kita bisa menemukan celah itu."
"Dan kau bisa mengajarkan ini kepadaku?" tanya Raven.
"Jika kau siap untuk itu," jawab Cipher dengan tatapan tajam. "Pertarungan di Zona Gelap tidak seperti pertarungan yang pernah kau alami. Ini adalah pertarungan untuk pikiranmu. Dan jika kau kalah, NexusNet akan menyedot kesadaranmu, membuatmu menjadi bagian dari jaringannya."
Raven menelan ludah, merasakan beban dari kata-kata Cipher. Pertarungan ini tidak hanya tentang tubuh dan fisik. Ini adalah pertarungan yang jauh lebih dalam—di mana pikiran dan jiwa menjadi medan tempur.
"Aku siap," katanya akhirnya, meskipun keraguan masih berbisik di dalam dirinya.
Cipher tersenyum tipis, seolah dia tahu tantangan apa yang akan dihadapi Raven. "Baiklah, prajurit. Selamat datang di Zona Gelap. Bersiaplah, karena di sini, tak ada jalan kembali."