Chereads / Mengambil kembali cintanya / Chapter 7 - 0.6 When i look: Faras

Chapter 7 - 0.6 When i look: Faras

Selamat membaca dan jangan lupa bersyukur untuk hari ini:)

_______________

Setelah drama gue mengamankan ibu dari ayah, akhirnya gue mendapatkan kontak untuk menghubungi om Daniel segera. Iya, gue manggilnya om sebab lebih tua sebelas tahun dari gue. Ketika gue hubungi nomor orang sibuk ini sempat beberapa kali di reject sebelum akhirnya gue kirim pesan kalau gue anak Bapak Satriyo Daniwara Mahendra segera telepon gue berdering nyaring akan panggilan.

Dan disinilah gue pada akhirnya, di restoran mahal yang nggak pernah gue masuki sebab kantong mahasiswa gue akan menangis pilu ketika selesai makan disini. Walau ayah sangat mampu membayari gue, tapi gue harus tau diri. Itu uang orang tua gue bruh, bukan uang aing. Percayalah gue datang ke restoran ini hanya menggunakan hoodie hitam mahal milik gue dan celana jeans longgar, sebab gue tidak suka sama jeans ketat. Sorry to say.

Nggak leluasa bagi gue yang suka bar bar dalam melangkah dan nendang orang. Dan jangan tanya, gue jarang menggunakan rok karena itu akan mengurangi ruang gerak gue yang suka angkat dua kaki kalau nongki. hehehe.

Sengaja tidak ingin membuat kesan baik dihadapan om-om ini, serius. Umur gue dan om Daniel 11 tahun bre. 11 tahun, gue ulangi dan garis bawahi dengan bolt. Tapi sial, kenapa dia juga datang hanya dengan kaos hitam polos dan jaket kulit yang sudah ia lepas dan tergeletak di samping tempat duduknya.

Percayalah, karisma seorang konglomerat melekat pada om Daniel walau hanya dengan kaus dan celana jeansnya. Sialan mata gue tidak bisa menolak feromon seorang dewasa yang sempurna didepan mata gue. Dan kaos ketat hitamnya sangat kontras dengan kulit putih mengkilapnya.

Astaga dragon, kulit gue langsung insecure pengen ke laut aja kalau bisa.

Jadi menyesal gue cuma pakai hoodie dan celana jeans, dan dibalik hoodie ini gue cuma pakai tank top. Bagus sekali Farasya, anda sangat pintar.

Otak bodohmu saja sampai salto dalam pikiran mengejek.

Tidak, gue menggeleng dan terus menatap menu setelah berbasa basi. Sejujurnya gue paling malas basa basi, gue menyebutkan pesanan gue setelah di persilahkan memilih.

"Kamu bisa pesan apapun selain seafood ya." Begitu katanya dan gue angguki saja, malas mendebat intinya perut gue kenyang, clear.

Itu adalah pembuka pertama setelah sapaan dan perkenalan formal antara gue dan om Daniel ini, walau umurnya sudah 34 tahun. Om Daniel sama sekali tidak terlihat setua itu, tubuhnya gagah dan terlihat dari bahu dan dada bidangnya menonjol di balik kaos hitam bersihnya yang terlihat mahal. Ototnya hadir ditempat yang menonjol dan itu sangat seksi, brengsek!. Apa yang kamu pikirkan Farasya?.

Sial.

Gue menelan ludah sulit, susah menolak pesona oppa-oppa korea kaya begini. Tuhan tolong lindungi jantung dan mata gue yang tidak bisa sinkron dengan otak dan akal pikiran gue.

Gue mencoba cuek ketika suara beratnya mengudara. Masyarakat, berat banget, tolong gue, anak perawan ini tengah menggila didalam sanubari melihat titisan dewa dihadapan gue. Dengan nada netral gue berdehem dan bertanya.

"Kenapa om?."

"Kenapa apanya?."

"Nggak bolehin aku pesan seafood?. Aku ingin memesan seafood di restoran ini, katanya disini enak banget, udah banyak vlogger yang review juga." ucap gue memulai basa basi lagi.

"Nggak, kamu tidak abang izinkan makan seafood dan melihat asma kamu kambuh. Itu hal yang tidak ingin abang liat maupun kamu rasakan. Dan tolong panggil saya abang, jangan om. Saya nggak setua itu untuk kamu panggil om, Ara."

"Kita beda 11 tahun, by the way."

"Apa tampang saya setua itu sampai pantas dipanggil om oleh kamu?."

Tentu saja pemirsah, princess syahrukan ini terkejut ketika oppa korea dihadapan gue mengetahui alergi gue dan bertanya dengan tampang yang tidak terdapat cela keburikannya. Apalagi bahasa Indonesianya fasih banget, udah kaya pribumi disini. Dan liat senyum menawan miliknya terbesit indah dihadapan gue dengan gigi rapih yang telihat semua, tolong pegangin gue yang akan kelihangan akal sehat ini.

Tolong kakak-kakak lapar keadilan, selamatkan saya yang ingin melemparkan diri kedalam tubuh kekar itu.

Adem banget liat mukanya om Daniel di depan gue ini, berasa lagi dibelai angin hutan. Bentar lagi gue akan masuk angin sepertinya.

Tolong jangan gila disini Farasya.

Gue menepuk kedua pipi menarik si akal sehat yang sempat pamit undur diri.

"Kamu kenapa?. Apa ada yang tidak enak dari makanannya?."

Dan...

"Hah?."

Sudahlah, pada akhirnya sikap bodoh gue itu diketawain Daniel sampai matanya jadi bulan sabit. Lucu, mata sipitnya hilang ditelan pipinya.

.

.

.

Pada akhirnya pertemuan yang gue inginkan hancur malah berlanjut baik. Segera gue membuka chat yang masuk, om Daniel, tidak, maksudku bang Daniel.

Bang Daniel: Apa kamu sudah sampai?.

Farasya: Sudah.

Bang Daniel: Kenapa tidak kasih kabar kalau sudah sampai? Saya menyuruh kamu untuk kasih kabar kalau sudah sampai, bukan?

Farasya: Iya.

"Kampret!!"

Gue langsung terlonjak kaget, merubah posisi jadi duduk menatap layar ponsel yang menyala menampilkan telepon masuk dari nomor bang Daniel. Tidak, gue tidak mau mengangkat telepon dari bang Daniel. Ya kali, mau bikin anak perawana teriak pas denger suara maskulinnya gitu?.

"Halo..."

Keparat. Suara gue mencicit ketika mengangkat telepon bang Daniel, pada akhirnya gue kalah oleh keinginan gue mendengar suara berat maskulinnya.

"Halo, Rasya. Kamu benar sudah sampai rumah, bukan?"

Ah, iya. Bang Daniel juga sekarang mengganti panggilannya ke gue dengan Rasya bukan Ara maupun nama depan gue. Dia bilang agar berbeda dari yang lain dan mudah gue kenali jika dia memanggil gue.

"I-iya bang... Aku udah sampe kok, ini juga lagi duduk diatas kasur."

"Oke, saya cuma mau memastikan dan sekalian ingin mendengar suara kamu. Padahal kita baru saja bertemu, tapi saya sudah serindu ini. Yasudah kalau begitu, saya tutup teleponnya. Good night."

"Too.."

Bodohnya gue hanya menjawab singkat yang membuat suara tawa renyahnya terdengar mengudara di sebrang sana.

"Hm... have a nice dream baby girl."

Dan setelah itu...

"AARGHKK..... Apaan sih lu Ra. Murahan banget, bilang katanya mau nolak kenapa sekarang malah senyam senyum. Dan apaan. Pesona dia susah banget sih ditolak, brengsek dan fcuk buat lo bang Daniel!!"

.

.

.

.

GRUP DORA THE EXPLOR!

Farasya: WEH!! Kelean tau gak?

Abi: Ya mana saya tau.

Farrel: Ininih anehnya orang-orang bumi, belum di kasih tau tapi udah nanya "Eh kalian tau gak?.'

Salma: gak usah bacot kalian berdua. Di persilakan bagi Ara untuk membagi info ketemuannya.

Abi: Menurut gue, pertanyaan Ara ini bagus. Sayangnya dia gak nurut.

Salma: Apasih bi, apa. Gue suka gak paham sama bahasa ilmiah lo!!.

Farrel: Anjir ini yang tadi nanya lama bet jelasinnya. Kemana lu @Farasyih. Kami menunggu klarifikasi!.

Salma: Posthink aja, sapa tau lagi boker.

Abi: Sapa tau jempolnya copot.

Farasya: *Emot love* Bang Daniel GANTENG BANGET BANGKE!!

Farrel: Bisa nggak, jangan ada love lovenya?.

Abi: Kenapa bang jago? Kan kalau nggak ada love, nggak ada artinya kita.

Farrel: GUE JUGA GAK ADA ARTINYA DI MATA ARA YANG KEPINCUT OPPA KOREA INI!!

Salma: SERIUSAN LU?? AAKKKK... PEN KETEMU JUGA!!

Farrel: Mana sila kelima keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia? gue gak merasa adil dengan perasaan kosong ini.

Abi: Sosialnya ketinggalan.

Farasya: GILA MA. DIA GANTENG, PUTIH BERSIH KALAH PUTIH SAMA ABI!! Suaranya gak nahan minta di nina boboin, alus bener kek deterjen sabun colet. Mukanya lebih mulus dari Farrel. Dan lebih kekar dari bajingan Gibran sialan.

Salma: Mamak!!! Send picture donk, BURUAN SEND PICTURE. kalau gak akun instagrom deh!!

Farasya: GAK ADA YA!! NANTI DISIKAT AMA LO. GAK MAU BERBAGI, CUKUP NANTI KETEMU GUE KASIH LIAT POTONYA. BAY!!! MAU TIDUR DULU.

Abi: @Farralel kamu yang sabar ya. Memang tidak ada artinya kamu hidup.

Setelah itu gue leave dari grup chat untuk membuka chat dari bang Daniel yang cuma gue baca. Sudahlah, raut bahagia gue sirna ketika mengingat si bajinga, sial. Kenapa tadi gue menyebut nama si brengsek ini sih. Seusatu yang luka disana tersentuh dan nyerinya masih terasa.

Mengingat gue menaruh harapan besar pada hubungan kami ternyata dia khianati dengan mudah. Gue menarik selimut dan menutup mata, menyentuhkan tangan gue kedada tepat dimana rasa sakit itu kentara sampai debar jantung gue bertalu beringas. Bayangn dulu, dimana dia selalu bertanya dan bercerita banyak hal. Diskus asik sebelum tidur dan dialah yang paling mengerti keinginan dan banyak harapan yang ingin ia capai.

Rasa kesal itu datang lagi sampai entah bagaimana air mata sialan ini mengalir deras. Sialan, ternyata rasanya masih sakit sekali jika mengingat Gibran, sampai sekarang gue masih terus bertanya dalam sepi.

Kenapa? Kenapa dia tega nyelingkuhin gue?. Apa karena dia tidak sesempurna Della? Apa karena ia secuek itu sampai Gibran bosan dan merasa se sungkan itu?.

Tapi kenapa tidak katakan saja, mereka berdua adalah pasangan bukan?. Pada akhirnya hanya kegelapan yang dipeluk dinginnya sepi menjawab, tidak tau. Tidak ada yang tau hati terdalam manusia. Semua masih teka-teki silang yang rumit, apalagi jika ditujukan pada hati manusia.

Dan malam itu untuk pertama kalinya setelah tangisan hebat berakhirnya hubungan gue dengan Gibran, gue menangis kembali. Menangisi, kenapa bisa seperti ini. Hal sudah berlalu kenapa gue tangisi kembali. Apalagi Gibran terus mengikuti gue tiap kali dikampus dan itu sangat tidak nyaman. Hatinya tidak tenang ketika tuannya yang dulu ia taruhkan rasa cinta ini pada sosok itu yang malah memilih pergi dengan persinggahan baru.

"Sialan, berhenti menangis brengsek!"

.

.

.

.