Chereads / Not a Cinder-Ella / Chapter 39 - Keadaan

Chapter 39 - Keadaan

Ella mengikat rambutnya amat tinggi, kaus oblong berwarna orange, dan celana jeans pendek membuat pergerakannya menjadi lebih bebas dan nyaman.

Dagunya sedang mengapit beberapa lembaran kertas yang penting. Dan kedua tangannya sedang merangkul box besar berisikan barang-barang pribadinya.

Tiba-tiba ponsel yang ia letakkan disaku celananya berbunyi nyaring, Ella mulai bergegas meletakkan box di atas meja. Tangannya dengan cepat meraih ponselnya yang terus berdering.

Menatap nama seorang pria yang terpampang di layar ponselnya.

"Alfred... hai..."

"Ella, aku akan tiba sore nanti, apa kau mau menungguku?" Suara khas Alfred langsung terdengar, dan Ella pun menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Alfred.

"Fine... Aku juga sudah mau selesai dengan semua barang-barangku. Aku juga tidak terlalu banyak membawa barang." Jawab Ella.

"Baiklah, aku masih harus mengurus beberapa pasien. Pastikan kau tidak pergi tanpaku, OK." Ucap Alfred kembali,

dan Ella pun tersenyum sendiri mendengar Alfred yang mengkhawatirkannya. Seperti mendengar dari kekasihnya, padahal mereka belum memutuskan apakah mereka benar-benar seorang pasangan.

"Ya Alfred, aku akan menunggumu datang." Ucap Ella, baru saja ia ingin mematikan ponselnya, Alfred sudah kembali menyaut jawaban Ella.

"Ella, dan satu lagi.."

"Ya??" Ella mulai menggeser box-nya ke arah tubuhnya.

"I love you Ell." Ucap Alfred dengan nada yang manis dan lembut, Ella langsung tercengang dan berpikir apakah ia perlu menjawab hal yang sama.

"Kau tidak perlu menjawabnya Ella, kau hanya perlu mendengarnya saja. Sampai ketemu nanti sore, OK." Alfred pun memutuskan percakapan mereka.

Ella mengetuk-ngetuk pelan ponsel ke arah dahinya, hatinya seperti tergelitik ketika Alfred bersikap romantis kepadanya. Tapi Ella masih bingung, apakah ia bisa benar-benar mencintai Alfred.

Setelah selesai mem-packing semua barang pribadinya, dan jujur itu hanya beberapa box saja. Dan tidak terlalu membuatnya lelah untuk melakukannya sendiri. Ella berjalan ke arah kamarnya, dan mengambil koper milik ibunya.

"Wahh... koper ini sudah lebih berat dari sebelumnya." Ucap Ella pada dirinya sendiri, ia meletakkan koper tersebut di atas meja, dan duduk di hadapannya.

Ella membuka koper tersebut, menatap jumlah uang yang banyak. Yang selama ini tidak pernah ia gunakan.

Ella menyeringai pada dirinya sendiri, tersenyum puas. Alan Smith yang ternyata mengirimkannya sejumlah uang kepadanya selama ini. Kalaupun Ella harus mengembalikan kembali, Ella yakin Alan Smith menolaknya, dan kalaupun Ella memaksa. Mungkin uang itu akan menjamur karena tidak akan digunakan juga oleh Alan Smith.

Ella mengambil ponselnya, dan mencari sebuah kontak yang sudah ia simpan sebelumnya. Terdengar nada panggilan ketika ia mencoba menghubungi kontak tersebut.

Terdengar suara seorang wanita menjawab telpon Ella dan suaranya terdengar sangat ramah.

"Pagi.. Miss. Amber. Kebetulan sekali, baru saja saya ingin menghubungi anda." Ucap wanita tersebut terdengar riang.

"Pagi, Hanna. Mengenai penawaranmu kemarin, jadi apa benar aku akan mendapatkan potongan duapuluh persent?" Tanya Ella

"Ohh,,, mengenai potongan harga itu ya. Benar anda akan mendapatkan potongan sebesar dua puluh persen, jika anda membayar secara cash. Tapi kami memiliki penawaran lainnya, cicilan nol persen selama tiga tahun. Anda harus segera memutuskan, karena hanya tertinggal satu unit." Jelas Hanna.

"Ok, akan aku ambil." Jawab Ella singkat,

"Ahh.. senang sekali saya mendengarnya, kartu kredit apa yang nanti akan anda gunakan. Nanti dari bagian pembayaran akan menyiapkan semuanya?"

"Tidak, saya tidak menggunakan kartu kredit." Jawab Ella kembali, Hanna terdiam untuk beberapa detik. "Mmm.. maksud anda Miss. Amber?"

"Saya akan membayarnya dengan cash, Malam ini juga. Saya akan bayarkan Cash, karena saya akan pindah kesana malam ini juga. Dan tolong pastikan semua furniture sudah lengkap dan terisi, sesuai dengan katalog yang saya baca. Jadi saya tidak perlu repot-repot membawa barang banyak."

"Ya.. ya.. baik Miss. Amber. Anda tidak perlu khawatir. Sampai bertemu nanti malam." Ucap Hanna yang terdengar lebih riang dan bersemangat dari sebelumnya.

***

Alfred dan Ella sudah berada dalam mobil, menempuh perjalanan menuju kota London di sore hari itu. Alfred melirik ke arah bangku di belakangnya. Dan menatap empat buah box berukuran sedang memenuhi kursi belakangnya.

"Hanya itu barang bawaanmu?" Tanya Alfred sedikit bingung, dan menatap Ella yang berada di sampingnya.

"Ya.. hanya itu saja. Sebagian besar beberapa pakaian dalam, data-data penting dan baju kesayangan."

"Hmm.. apa itu tidak terlalu sedikit. Bukankah kau akan menetap lama disana?" Tanya Alfred kembali, dan Ella hanya menjawab dengan sebuah senyuman.

"Ella apa kau yakin kau memilih tempat ini?" Alfred melirik ke arah sekelilingnya, dan terlihat apartment yang indah dan elegan. Sebuah logo besar bertuliskan Luxury Hyde Park Apartment, berada di tengah-tengah aula yang berada dekat dengan lobi utama

"Selamat Malam Miss. Amber." Seorang wanita berpostur tinggi dengan balutan setelan jas yang formal menghampiri Ella dengan senyum ramah.

"Selamat malam Hanna, apa semua sudah siap?" Tanya Ella kembali.

"Semua sudah siap Miss. Amber, hanya tinggal menyelesaikan proses administrasi." Jelas Hanna, dan mengarahkan mereka ke dalam menuju kantor pribadinya.

Alfred dan Ella sudah berada dalam apartment yang cukup luas, satu kamar tidur lengkap dengan kamar mandi, pantry dan dapur umum, serta ruang tamu minimalis.

Kamar tidur pun menghadap sisi luar gedung, menampilkan suasana malam kota London.

Ella dan Alfred meletakkan box di atas meja. Ella langung saja berjalan ke arah pantry, dan membuat kopi hangat untuk mereka berdua.

Alfred masih memandang bingung, dan sebenarnya ingin sekali dia bertanya. "Aku tau kau pasti sedang bertanya-tanya bukan." Ucap Ella, karena sadar Alfred memandanginya dengan cara yang aneh.

"Aku hanya mempergunakan sedikit tabunganku, dan menghabiskan tunjanganku selama bekerja dengan Barnard." Ucap Ella berbohong, tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia menggunakan uang pemberian Alan Smith untuk membeli cash apartment terserbut.

Dan pastinya Alfred, akan menanyakan apa hubungannya dengan Alan. Tidak! saat ini Ella tidak mau ada orang yang tau mengenai hal tersebut.

Alfred menerima kopi yang disodorkan oleh Ella, "Terimakasih." Ucapnya, dan menghirup aroma kopi yang menyegarkan sebelum ia meminumnya.

Suara bel pintu terdengar dua kali, "Kau sudah punya tamu?" Tanya Alfred, dan Ella hanya menyeringai tanpa menjawab. Ella pun meletakkan gelas kopinya, dan bergegas membuka pintunya.

Alfred memajukan tubuhnya, demi bisa melihat siapa yang datang. Matanya menjadi meruncing, ketika melihat dua orang pria berseragam biru dengan topi. Membawa banyak barang bawaan ; tas plastik, kotak-kotak berukuran sedang, dan masih banyak lagi plastik belanjaan.

"Tolong letakkan disana." Pinta Ella menunjuk ke arah Alfred, dan dua pria itu langsung meletakkan di tempat Alfred sedang menikmati kopinya. Mata Alfred langsung tertuju dengan semua isi dari plastik belanjaan tersebut.

"Kau berbelanja?" tanya Alfred takjub dan tidak percaya, baru kali ini dia melihat Ella berbelanja banyak.

"Hanya sedikit.." Ucap Ella seraya menandatangani tanda terima yang disodorkan oleh salah satu petugas pengantar.

Ella duduk dengan nyaman dan santai, diantara barang belanjaannya. Sedangkan Alfred masih menatap aneh, dengan kebiasan perempuan yang suka berbelanja dengan menggila.

Alfred berjalan mendekat ke arah Ella, menyingkirkan salah satu plastik belanjaan yang sangat berat.

"Kenapa??" Tanya Ella merasa terusik, Alfred langsung saja memeluk Ella. Alfred menghirup nafasnya dengan panjang, seakan sedang mencium aroma Ella yang membuatnya nyaman.

"Apa aku boleh menginap?" Ucap Alfred masih memeluk erat Ella.

"Tidak.."

"Apa?? Kau tidak mengijinkanku untuk menginap. Aku lelah sekali malam ini." Alfred mulai menunjukkan sikap manjanya. Ella mendorong perlahan tubuh Alfred yang terus menempel padanya.

"Dokter Alfred, bukankah tadi dalam perjalanan kau mengatakan bahwa kau besok pagi harus mengoperasi pasienmu yang usus buntu?"

Alfred langsung mengatupkan bibirnya, ya dia lupa kalau dalam perjalanannya dia mengatakan hal tersebut. Alfred semakin memasang wajah sedih dan memelasnya.

"Lagi pula kau juga tidak akan bisa beristirahat disini, masih banyak yang harus kubenahi.."

Alfred langsung saja mengecup pipi Ella dan tidak peduli Ella yang akan terus menasehatinya, "Kalau begitu sebentar saja, biarkan aku memelukmu seperti ini."

Ella mengehela nafasnya dengan panjang, ia pun membalas pelukan Alfred. Dan menepuk punggung Alfred dengan perlahan, tapi tiba-tiba ia merasa teringat kenangannya bersama Edward. (Edward pernah bersikap seperti ini padanya)

(Astaga... Ella.. apa yang sedang kau pikirkan?? Kau memikirkan Edward? Padahal kau sedang bersama dengan Alfred, pria yang dengan tulus mencintaimu!! Singkirkan EDWARD HUXLEY dari pikiranmu sekarang ini Ella!!)

***

Abigail Smith, tidak henti-hentinya menggandeng tangan Edward dalam mobil Limo hitam yang melaju dengan cepat. Abigail bahkan menopangkan wajahnya pada pundak Edward.

Pria itu tidak bergeming, dan hanya menunjukkan ekspresi datar dan terlebih karena ia tidak menyukai sikap Abigail yang terlalu berlebihan.

"Terimakasih, karena kau telah mengantarku." Ucap Abigail dengan terus menggandeng tangan Edward. Abigail meraih salah satu tangan Edward dan dengan sengaja meletakkan tangan tersebut di perutnya.

"Apa kau tadi lihat, anak kita pasti sangat tampan dan kalau itu perempuan pastilah cantik." Ucap Abigail dengan senang. Edward sedikit melirik ke arah perut Abigail, dia masih tidak percaya bahwa Abigail sedang mengandung anaknya.

Sampai ia akhirnya memutuskan untuk ikut bersamanya dan lebih terkejut lagi ketika mengetahui hasil USG. Dan Abigail benar-benar sedang mengandung.

Edward menarik tangannya sendiri dari perut Abigail, meletakkan siku tangannya pada sisi jendela mobil, sedangkan jari jemarinya memegangi dahinya.

(Bodoh sekali kau Edward!! Bagaimana bisa malam itu kau tidur dengan wanita ini!! Sekarang kau justru akan terjebak selama-lamanya dengannya) Batin Edward dengan kesal pada dirinya sendiri.

"Jangan lupa Edward, besok kita ada jadwal pemotretan dengan Fogue. Kau akan menjemputku bukan." Ucap Abigail pelan.

"Mmm...."

Abigail terus memegangi tangan Edward, dan sekarang justru malah tertidur. Edward memandang pemandangan langit yang sudah mulai gelap. Dan pikirannya tiba-tiba mengingatkan dia akan seseorang, seseorang yang sudah lama ia rindukan.

"Hhhhhh...." Edward menghela nafasnya, dan semakin merasakan penat di kepalanya.

***

"Tok..tok..tok..."

Ketukan palu itu terdengar nyaring, Alan tampaknya bisa bernafas lega mendengar putusan pengadilan yang sudah menyetujui pengajuan perceraiannya. Sudah hampir satu tahun ini, Alan mencoba melepaskan dirinya dari Marioline.

Wajah Marioline, masih menegang. Masih belum puas dengan hasil putusan pengadilan. Walaupun ia masih berhak mendapatkan beberapa aset milik Keluarga Smith yang ia ajukan, tapi nominalnya masih belum sebanding dengan apa yang di miliki keluarga Smith sebenarnya.

Alan melirik ke arah wajah mantan istrinya, wanita yang pernah ia cintai. Tapi itu dulu, dulu sekali. jauh sebelum ia mengenal Laras.

Terlintas di pikiran Alan teringat kenangannya bersama Marioline, wanita cantik yang memiliki perangai yang baik. Tapi seiiring waktu berjalan wanita itu berubah, menjadi seseorang yang Alan tidak kenal.

Marioline bangkit dari duduknya, dan kali ini berhadapan dengan Alan. "Mulai sekarang kau senang bukan, aku tidak akan memakai nama Smith di belakang namaku."

"Hhhh... apa kau masih ingin berdebat disini?" Ucap Alan kesal,

"Pastikan saja kau membayar, sesuai dengan kesepakatan yang diberikan." Marioline membalikkan badannya dengan cepat, dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata perpisahan pada mantan suaminya.

"Silahkan, Mrs. Smith." Ucap Supirnya dengan sopan. Mata Marioline menatap tajam ke arah supir pribadinya. Terlihat raut wajah kesal, karena supirnya baru saja melupakan bahwa Marioline telah resmi bercerai dengan Alan.

"Apa kau menyindirku dengan nama Smith?" Ucap Marioline tidak masuk dalam mobilnya, justru berhadapan dengan supirnya yang menunduk takur.

"Maafkan saya.."

"Aku bukan lagi Marioline Smith, aku Marioline Mortenson." Ucap Marioline dan masuk kedalam mobilnya dengan angkuh.